Â
Secara garis besar penulis akan menyajikan secara ringkas isi dari Kitab Para Rasul ini. Kitab ini berisi sejarah berdirinya Gereja Kristen, khotbah-khotbah para Rasul, penganiayaan terhadap umat Kristen, penginjilan kepada bangsa-bangsa lain, serta permulaan adanya sebutan Kristen. Kisah para Rasul juga merupakan lanjutan Injil Lukas. Namun demikian, pemisahan dengan Kitab Lukas sudah ada pada naskah tertua. Penegasan dalam Kitab ini ialah bahwa Injil yang semula diarahkan kepada orang Yahudi namun secepatnya harus diwartakan kepada bangsa-bangsa lain[3]. Adapun ajara-ajaran utama dalam Kisah para Rasul yaitu[4]:
Â
- Pengajaran tentang kelahiran Gereja Tuhan Yesus Pertama kali. (pasal 1-5)
- Bagian ini menceritakan tentang amanat Yesus yang diberikan kepada murid-murid-Nya sebelum Ia naik ke surga. Juga tentang Orang-orang percaya setelah mendengar khotbah Rasul Petrus yang dikuasai oleh Roh Kudus (bdk Kis 1:8; 2:1-3,36-41, 2:41-47; 4:32-37).
- Pengajaran tentang perkembangan Gereja yang berada dalam penganiayaan terhadap orang-orang percaya. (pasal 6-12)
- Bagian ini mempersoalkan tentang orang-orang percaya di kota Yerusalem mengalami penganiyaan dari orang-orang Yahudi, sehingga mereka melarikan diri ke berbagai penjuru dunia. Tetapi didalam segala penderitaan dan penganiyaan itu mereka tetap mewartakan Injil Yesus Kristus (bdk Kis 7:54-60; 8:1-4, 9:1-22).
- Pengajaran tentang jemaat "gereja" setempat yang menginjil. (pasal 13-15)
- Bagian ini menjelaskan tentang kehidupan orang-orang percaya di kota Antiokhia, dan sebutan Kristen pertama kali diberikan kepada murid-muid Tuhan Yesus (bdk Kis 11:23-26, 13:1-6).
- Pengajaran tentang nama Tuhan Yesus diberitahkan ke seluruh dunia. (pasal 16-28)
- Bagian ini dijelaskan bagaimana kasih karunia Allah yang ada dalam Tuhan Yesus, diberitakan kepada setiap suku bangsa, baik yang menjadi rakyat biasa, maupun yang menjadi tentara, dan orang-orang istana.
Â
Eksegese dalam konteks Kis 10:38[5]
Â
Secara khusus penulis mengunakan teori Inclusio Consentris atau dengan kata lain teori saling melengkapi antara jaminan dan syarat. Dalam Kisah para Rasul 10: 38 merupakan jaminan yang diperoleh oleh Petrus. Sebagaimana, secara keseluruhan ada tiga keutamaan yang ditampilkan ialah mengisahkan tentang kisah penglihatan Petrus, pesan Allah, serta keselamatan yang nanti dilakukan Petrus (ayat 11-17, 24, 34). Bertolak dari tiga keutamaan ini, mau menunjukkan akan suatu konsekuensi dari kepercayaan yang dibangun oleh Petrus kepada Yesus. Sehingga, dengan kepercayaan yang dimiliki Petrus, Yesus memapukan dia untuk menyelami karya penyelamatan yang akan diperankan oleh Petrus sendiri. Berani menyelami kehendak Allah demi keselamatan seluruh bangsa. Kongkritnya dalam moto Mgr Petrus Turang, ia berjalan sambil berbuat baik bukan sekedar konsekuensi belaka sebagai seorang gembala tertinggi dalam lingkup keuskupan melainkan suatu totalitas kehadiran[6]. Berani menghadirkan yang secara indra penglihatan tidak terlihat dan disitulah Mgr Petrus Turang berani merasakan realitas kehidupan umat secara iman dan sosial secara lebih dalam. Mulai dari pendakatan secara manusiawi hingga pada keselarasan dalam bentuk tindakan merupakan tanda keselamatan secara nyata, tidak ambigu dan pragmatis melainkan semua ditempatkan dalam porsi yang sama. Sebagaimana Petrus diurapi Roh Kudus sebagai jaminan keselamatan seluruh bangsa, Mgr Petrus Turang juga menyandang hal tersebut dalam tahbisan Episkopalnya sehingga, tidaklah mungkin jika kehadirannya dalam karya gereja di Keuskupan Agung Kupang ini tidak meberi "keselamatan". Untuk iu Petransiit Benefaciendo merupakan warisan iman yang luhur demi basis perjalanan pastoralnya di wilayah Keuskupan Agung Kupang.
Â
Bonum Commune
Â
Bertolak pada awal politik Yunani, politik yang berkaitan dengan polis (Negara/kota) dalam bentuk kehidupan bersama, pada tingkat normatif menyatu dengan segala perkara atau persoalan kesehjateraan umum menghadirkan suatu tekanan dalam tatanan kehidupan sosial sehingga, akan berujung pada tindakan anarki terhadap penguasa. Artinya, politik identik dengan konsep kebaikan bersama (bonum commune) yang merupakan cita-cita atau harapan rakyat yang secara terus-menerus harus senantiasa diupayakan sebab dalam pengupayaan itu terciptalah suatu "nilai luhur" sebagaimana segala bentuk kepemimpinan dengan berbagai macam sistem yang dirancang harus sampai atau menuju kepada inti kemanusiaan itu sendiri. Dan jika tidak sesuai maka, bukan kemanusiaan itu yang digunakan sebagai memanusiakan manusia melainkan akan menjadikan kemanusiaan itu sebagai basis penindasan terhadap nilai-nilai kemanusiaan[7].Â