Ketiga, kebiasaan rotasi Guardiola di laga penting terbukti menjadi sebuah blunder. Yup, di laga ini Guardiola lebih memilih Ilkay Gundogan sebagai pivot alih-alih Fernandinho atau Rodri, dan menjadi salah satu faktor penting kekalahan Manchester City di laga final UCL hari Minggu kemarin.
Ya, Tuchel sendiri dalam wawancara seusai laga, mengakui bahwa dirinya terkejut ketika melihat tak ada nama Fernandinho dalam line-up Manchester City. Tuchel juga mengatakan bahwa Guardiola memilih line-up yang sangat offensive.
Namun, nyatanya perubahan formasi Pep tersebut justru menjadi boomerang bagi timnya. City dengan 6 penyerang tetap tak mampu menjebol pertahanan ketat Chelsea, sementara Chelsea memanfaatkan absennya Fernandinho dengan cemerlang pula.
Hal itu karena Ilkay Gundogan yang menggantikan posisi Fernandinho, bermain lebih banyak di area permainan Chelsea dan meninggalkan celah di lini tengah Manchester City.
Biasanya apabila Fernandinho yang bermain, gap antar lini belakang dan lini depan City tak akan terlalu kentara, sebab Fernandinho bermain lebih kebelakang dan cenderung berada di garis tengah lapangan. Ibaratnya Fernandinho menjadi jembatan penghubung, sekaligus pemutus aliran bola lawan.
Jadi, absennya Fernandinho menurut penulis justru membuat para penyerang bekerja ekstra keras untuk mengembangkan permainan. Maka dari itu, dimasukanlah Fernandinho di babak kedua. Sayangnya, pergantian tersebut cukup terlambat dan gagal membuat perubahan di papan skor.
***
Sebagai penutup, Chelsea memang menurut penulis secara keseluruhan pantas menjadi juara karena kematangan formasi Tuchel dan kerjasama tim yang apik, serta ditambah dengan adanya blunder krusial Pep Guardiola dari segi taktik. Congratulations, Chelsea!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H