Mohon tunggu...
Kapten Jack Sparrow
Kapten Jack Sparrow Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Instagram: stvnchaniago, Email: kecengsc@gmail.com, Youtube: FK Anime,

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mau Artikelmu Banjir Pembaca? Kenali Dulu Perbedaan Short Term dan Long Term

29 Desember 2020   09:45 Diperbarui: 29 Desember 2020   17:00 1300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menulis adalah menjawab kegelisahan" -Raditya Dika-

Quotes dari penulis sekaligus Stand-up Comedian Raditya Dika diatas sesungguhnya hanyalah satu dari sekian banyak motivasi seseorang yang memutuskan untuk mulai menulis.

Ada yang menulis untuk kesenangan pribadi seperti menjawab kegelisahan dan berbagi, ada juga yang menulis atas dasar alasan keuangan, ya untuk sekedar menambah pemasukan atau bahkan dijadikan sumber keuangan yang utama.

Namun apa pun alasan kita semua menulis, pasti ada satu hal yang membuat kita bangga sekaligus bahagia. Ya, apalagi kalau bukan di saat artikel yang kita tulis dibaca oleh ribuan bahkan puluhan ribu pasang mata.

Nah, untuk meraup jumlah pembaca yang banyak, tentu diperlukan teknik menulis yang benar serta kemampuan membaca artikel apa yang kemungkinan disukai oleh pembaca. Salah satu aspek krusial yang kadang terlupakan ialah soal waktu.

Ya, pengemasan artikel juga perlu mempertimbangkan aspek waktu agar jumlah pembaca yang diinginkan dapat tercapai. Penulisan artikel berdasarkan waktu sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu secara short term dan long term.

Maka dari itu, sebaiknya penulis mempertimbangkan, apakah artikel yang ditulis tersebut ingin dikemas secara short term atau long term. Untuk lebih mudah memahaminya, mari kita langsung membahas perbedaan keduanya.

Short Term:

1. Topik yang Aktual
Artikel yang bertipe short term biasanya meliputi beberapa tema khusus, seperti politik, olahraga, ekonomi dan hiburan. Tema-tema tersebut tergolong short term dikarenakan perubahan yang meliputi tema tersebut dapat terjadi dalam hitungan hari atau bahkan jam.

Kompasianer yang rutin menulis artikel jenis short term adalah bapak Fery W. yang rajin menulis artikel bertema politik, dan pak Hendro Santoso atau yang akrab disapa pak Hensa, yang selalu menghiasi kolom "Olahraga" Kompasiana dengan artikel sepak bola yang ditulis beliau setiap hari.

Lihat saja artikel yang ditulis bapak Fery, hampir semua isinya selalu berdasarkan kejadian yang teraktual. Misalkan artikelnya ditayangkan tanggal 18 Desember maka kemungkinan kejadian aslinya terjadi pada tanggal 16, 17, atau bahkan di hari yang sama (18 Desember).

Begitu pula dengan pak Hensa, artikel bola yang beliau tayangkan pasti mengacu pada pertandingan yang terjadi pada malam sebelum artikel tersebut ditayangkan.

Oleh sebab itu, sebelum memutuskan menulis secara short term, ada baiknya memastikan terlebih dahulu apakah topik yang kita angkat akan sesuai bila dikemas secara short term atau tidak.

2. Pembaca Stagnan
Karateristik dari artikel yang bertipe short term adalah jumlah pembaca yang meningkat pesat di awal, namun akan stagnan setelah beberapa hari. Hal tersebut sangat masuk akal, sebab artikel short term akan lebih cepat basi, karena perubahan yang dinamis.

Kita ambil contoh, pak Hensa menulis artikel mengenai Manchester United yang ditahan imbang Leicester City 2-2 pada 26 Desember 2020. Bila di-publish pada tanggal yang sama atau selambatnya pada 27 Desember 2020 di pagi hari, artikel tersebut berkemungkinan besar akan banjir pembaca. Bisa kita bilang, 150 lebih pembaca sudah di tangan.

Namun, memasuki tanggal 31 Desember 2020 apakah artikel tersebut masih akan digilai orang-orang? Kemungkinan tidak, karena di tanggal tersebut Manchester United sudah bertanding lagi dengan Wolverhampton, dan pak Hensa tentu sudah menyiapkan artikel baru lagi yang berisikan tentang hasil dari pertandingan tersebut.

Jadi, apakah artikel tentang MU vs Leicester yang ditulis pak Hensa akan hilang begitu saja? Tidak juga. Artikel tersebut masih dapat berguna untuk keperluan research orang-orang yang ingin mengupas lebih dalam mengenai MU atau pun Leicester.

3. Dibutuhkan Pengetahuan Khusus Sebelum Menulis
Karena sifatnya yang menuntut penulis menulis artikel dalam waktu yang singkat, penulis jelas harus "one step ahead" dari segi pengetahuan, sebelum menuliskan artikel yang bertipe short term.

Kita ambil contoh Kompasianer Elang Salamina misalnya yang juga rajin menulis artikel politik. Misal beliau ingin menulis artikel dengan mengangkat topik Bu Risma yang masuk kabinet Menteri Jokowi.

Penulis pasti (harusnya) punya pengetahuan terlebih dahulu mengenai latar belakang Bu Risma, prestasinya, serta kekurangan apa dari Menteri sebelumnya yang dapat diisi oleh Bu Risma.

Tanpa pengetahuan dasar seperti itu, sulit rasanya menulis tentang dijadikannya Bu Risma sebagai Menteri Sosial. Kalau pun tetap memaksakan menulis mengenai topik tersebut, pasti bahasannya tak akan dalam dan sulit mendapat label "Pilihan" dari admin, yang akhirnya berpengaruh pada rendahnya jumlah pembaca.

Faktor tersebut pula yang menjadi alasan kenapa saya jarang menulis artikel bertemakan politik atau pemerintahan, karena terang saja, ilmu saya belum sedalam Kompasianer Fery W. atau Elang Salamina. Walaupun jumlah viewers yang ditawarkan sangat menggiurkan, tapi saya skip untuk saat ini, daripada akhirnya isi artikel saya menyesatkan hehe.

Long Term:

1. Topik Fleksibel yang Tetap Relevan Dalam Waktu Lama
Artikel long term sendiri punya range topik yang cukup beragam, mulai dari topik gaya hidup, edukasi, hiburan, wisata, hingga olahraga pun cocok dikemas secara long term. Kompasianer yang saya perhatikan sering mengulas tema Olahraga dalam bentuk long term adalah Bang David Abdullah dengan artikel sepak bolanya.

Ketimbang memberikan pendapatnya mengenai hasil pertandingan terbaru, Bang David lebih memilih membahas topik-topik unik dalam dunia sepak bola seperti "Match Worn Jersey", "Kneeling Protest", hingga yang terbaru tentang "Football Betting".

Di tema Edukasi, ada Daeng Khrisna Pabichara yang selalu memberikan kiat-kiat untuk dapat menulis dengan baik. Beberapa topik terbaru yang dibawakan Daeng Khrisna dalam artikelnya adalah "Trik Moncer Mengemas Dialog dan Narasi" dan "Mantra Perangsang Munculnya Gairah Menulis".

Jenis tulisan semacam itu tergolong long term karena sifatnya yang fleksibel alias tetap relevan dalam waktu yang lama. Mau bulan depan, mau tahun depan, pasti ada saja orang yang mencari kiat-kiat menulis dengan baik. Nah, di saat itulah artikel Daeng Khrisna muncul menjadi pahlawan.

2. Jumlah Pembaca Progresif
Dikarenakan pembaca yang tidak datang sekaligus dalam satu hari, melainkan datang perlahan dalam hitungan bulan atau bahkan tahun, maka jumlah viewers artikel bertipe long term tidak akan naik dratis, namun bertambah secara progresif.

Seperti misalnya ketika saya menulis artikel tentang teori dalam cerita One Piece. Di hari artikel tersebut ditayangkan, mungkin tak akan banyak yang membaca karena sifatnya teori atau belum terjadi. Namun begitu teori tersebut mendekati kenyataan, barulah artikel yang membahas teori tersebut mulai dicari banyak orang.

Hal tersebut sudah saya buktikan melalui artikel-artikel teori One Piece yang saya tulis 3-4 bulan yang lalu, kini mengalami peningkatan pembaca hingga 10x lipat dari hari perilisan. Artikel tersebut berjudul "One Piece: Shirohige Berkhianat, Biang Kekalahan Rocks D. Xebec dari Roger dan Garp".

Di awal artikel tersebut saya publish, pembacanya hanya sekitar 100 orang saja. Namun momentum datang ketika One Piece sekarang (Desember 2020) sedang memasuki chapter ke 1000. Jumlah pembaca artikel diatas pun naik hingga 1300 lebih.

Asyiknya, Kompasiana pun mendukung penulisan artikel secara long term melalui fitur "Featured Article". Maka dari itu, saya mengibaratkan menulis artikel long term ini seperti membeli emas. Harganya (jumlah viewers) akan meningkat seiring berjalannya waktu.

3. Bisa Research Dengan Santai Karena Tidak Dikejar Waktu
Menulis artikel bertipe long term juga memberikan keunggulan yakni tidak dikejar waktu. Hal itu dikarenakan perubahan dalam topik yang tercakup tidak begitu progresif. Jadi, mau ditulis keesokan harinya atau Minggu depannya, tidak akan ada bedanya.

Contohnya artikel Bang Tonny Syiariel yang mengulas tempat wisata dari berbagai penjuru dunia. Artikel yang ditulis Bang Tonny tergolong long term karena dapat dinikmati oleh siapa saja di bulan depan, tahun depan, bahkan beberapa tahun setelah artikel tersebut dirilis. Ya tidak mungkin dong, suatu tempat wisata tiba-tiba berubah dalam waktu singkat?

Dengan banyaknya waktu untuk melakukan research serta pengumpulan data dan fakta, maka artikel bertipe long term ini (harusnya) satu tingkat di atas artikel bertipe short term dari segi kredibilitas. Tapi itu jelas kembali lagi kepada penulis, apakah data yang digunakan berdasarkan sumber yang valid atau tidak.

***

Itulah beberapa perbedaan artikel bertipe short term dan long term, yang sekiranya menambah insight bagi teman-teman.

Jadi, untuk Kompasianer yang meniatkan membuat artikel bertipe long term sedari awal, tak perlu khawatir dengan jumlah views yang tidak signifikan di awal. Asalkan ditunjang dengan judul serta visual yang menarik, pembaca pasti perlahan-lahan datang dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun