Saya rasa-rasa, kanalisir Pesantren dapat juga menjadi faktor mediasi berikutnya.
By
Ahmad Afif
politik yang lahir dari rahim NU. Data dari Litbang Kompas tahun 2022 dan 2023 menjadi bukti sahih.
Nahdliyin yang strukturalis (PBNU-PKB) telah selesai memerankan perannya masing-masing di kancah badai 5 tahunan (Pilpres). Sekarang, tinggal wait and see apa yang akan dilakukan oleh dua organisasi milik Nahdliyin ini pada pilkada 2024. Sepertinya tidak jauh beda dengan potensi yang berkembang pada Pilpres yang lalu. Mayoritas warga nahdliyin masih belum condong totalitas ke PKB; partai dengan latar belakang akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah, ideologi, sejarah, dan manuver
Data di atas masih menjadi bukti bahwa di tahun 2024 ini, partai pemenang tetaplah PDI Perjuangan karena populasi kekuatan nahdliyin tidak bisa dianggap 'seringan' kulit kacang. Memang benar adanya, grafik masyarakat yang mengaku sebagai warga NU terus meroket seiring dengan kiprah NU di Indonesia dan dunia. KH. Yahya Cholil Staquf menyatakan bahwa tahun 1995 menunjukkan bahwa hanya 18 persen dari penduduk Indonesia merasa sebagai anggota NU. Namun, pada tahun 2005, angka tersebut meningkat tajam menjadi 27 persen. Peningkatan yang lebih mengejutkan terjadi antara tahun 2010 hingga 2018, dengan survei tahun 2010 menunjukkan bahwa 47 persen penduduk Indonesia mengaku sebagai anggota NU. Sedangkan, survei LSI tahun 2023 sudah tidak bisa hanya direspon 'mengerutkan dahi'; masyarakat yang mengaku NU mencapai 56,9 %. Faktor inilah yang mesti dibenahi bersama oleh PBNU-PKB untuk bisa memobilisasi masa nahdliyin untuk kemaslahatan NU dan Indonesia.
Oleh karenanya, tidak terlalu over, barang kali bahwa PBNU dan PKB merupakan jantung NU; konkritnya sama sebagai tubuh perjuangan Nahdlatul Ulama. Meskipun KH. Ma'ruf Amin mengatakan bahwa tugas PBNU berfokus pada pembangunan umat, sedangkan PKB berkonsentrasi pada bidang politik. Sudah semestinya mereka berdua akur dan bekerjasama dan sama-sama kerja demi satu nama "NU". Sejarah yang bertuah dan memorable seakan menjadi kenangan lama yang mesti diputar kembali. NU sebagai ormas terbesar di dunia didirikan oleh para auliya (Walilullah), masyayikh (Kiai Sepuh), santri, masyarakat serta tak henti-hentinya didoakan oleh orang khas (istimewa). Seakan memori dan fakta sejarah ini menjadi cambuk yang melayang bagi seluruh generasi penerus NU dalam ruang struktural. Maklum saja, di daerah biasanya viral dengan sebutan NU struktural; ikut menjadi organisatoris NU, dan kultural; menjadi nahdliyin tanpa berorganisasi NU. Â
Karena tak bisa menahan penasaran, saya melihat postingan KH. Imam Jazuli via instagram dalam akun imamjazuli76 (28/08/2024). Postingan yang syahdu dan mak thek (red; bahasa jawa berarti terkesima) " dalam obrolan dengan mbah kiai Kafabihi Lirboyo, beliau dawuh; "Kami (berdua) tidak perlu jadi pengurus PKB tapi selalu membersamai, mengurusi, dan khidmah ke PKB, itu tanggung jawab kita sebagai santri/kiai Aswaja", Alhamdulillah, itu yang saya lakukan selama ini dan ke depan akan selalu begitu, kultural yang loyal dan total.
Pencerahan dari kiai Imam Jazuli (Muasis dan Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon) tersebut perlu menjadi renungan para Muhibbin NU. Mungkin ini yang dinamakan "cinta tak harus memiliki". Mencintai PKB telah ditunjukkan oleh seorang Kiai Pesantren yang loyal karena menyadari bahwa PKB merupakan partai penyambung ideologi dan suara Nahdliyin; enaknya diulas juga merupakan kepanjangan tangan NU di bidang politik.
Kita ambil saja dari poin deklarasi PKB dengan PBNU yang dilaksanakan di Jakarta pada 29 Rabiul Awal 1419 H atau 23 Juli 1998. Paragraf terakhir berbunyi: Â "Maka dengan memohon rahmat, taufiq, hidayah dan inayah Allah SWT serta didorong oleh semangat keagamaan, kebangsaan dan demokrasi, kami warga Jam'iyah Nahdlatul Ulama dengan ini menyatakan berdirinya partai politik yang bersifat kejuangan, kebangsaan, terbuka dan demokratis yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)".
Cak Imin selaku ketua Umum juga sekaligus menjadi tim asistensi kala itu, sudah memang tidak perlu diragukan lagi. Dahsyat!, judul berita di portal PKB.id yang mengabarkan bahwa PKB menjadi partai politik urutan 4 besar dengan raihan suara 16.115.655 (10,62 persen) di tahun 2024. Tidak ayal memang, Gus Muhaimin atau Cak Imin masih menjadi tumpuan PKB hingga sekarang.
Saya teruskan ulasan terkait pencerahan Kiai Imam Jazuli yang menjadi bukti opsi mediator dari kalangan Pesantren dengan ditunjuknya KH. Ma'ruf Amin sebagai Dewan Syuro PKB sebagai mediator di tubuh struktural. Sebagian besar pengamat menyatakan bahwa hal ini tepat dan akurat. Kiai Ma'ruf memang pernah menjabat Dewan Syuro sekaligus menjadi Tim Lima pada masa pendirian partai berlambang bola bumi ini. Ibaratnya siang hari panas terik, e....ternyata ada warung es campur, langsung dah gak pakai lama. Kiai Ma'ruf menjadi pelepas dahaga di tengah panasnya kobaran masa 'gonjang-ganjing PBNU-PKB' di 2024 ini.
Saya rasa-rasa, kanalisir Pesantren dapat juga menjadi faktor mediasi berikutnya. Kita putar memori pada masa pendirian NU yang dimulai dari Pesantren, kini PKB juga menjadi partai politik pembela Pesantren. Bahkan, UU Pesantren No.18 Tahun 2019 terlahir berkat kiprah PKB di arena Senayan dalam memperjuangkan hak Pesantren. Berita kompas.com (12/08/2024) tentang forum diskusi para kuyahi (Kiai-Kiai) dari Pesantren area Jawa dan Sumatera di Tebu Ireng,  semakin mentasbihkan Pesantren juga menjadi opsi mediasi PBNU-PKB. Dalam pertemuannya, Tim pansus PKB yang dibentuk PBNU ini telah menyepakati dua kesepakatan yakni; Pertama, para kiai sepakat bahwa antara PBNU dan PKB memiliki hubungan ideologis, historis, politis, organisatoris, dan kultural. Kesepakatan kedua, para kiai meminta PBNU segera mengambil langkah strategis dalam rangka perbaikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke depan. Setidaknya, Hasil Muktamar PKB di Bali telah mulai terlihat dampaknya dari wejangan poro masyayikh  Pesantren. Terpilihnya Kiai Ma'ruf Amin sebagai Dewan Syuro PKB merupakan sinyal positif dengan prasyarat dari beliau; untuk dilibatkan dalam keputusan yang menentukan arah politik PKB. Final!.
Memang benar adanya, gegeran alias gonjang-ganjing dalam organisasi biasanya muncul ketika pil-pilan tiap masa. Â Saya sudahi penasaran saya biar tidak seperti orang gagal paham penasaran. Lanjut saya lipat laptop sembari menyiapkan pernak-pernik kehidupan pagi di keluarga kecil bersama istri dan dua anak yang lucu-lucu; tentu keduanya juga diberi nama dari niat tabarukan (mencari berkah) dari serpihan nama sosok kiai NU dan Pesantren, karena bapaknya seorang muhibbin` Nahdlatul Ulama'.
     Â
Ahmad Afif, Public Relation Gerakan Pengasuh Pesantren Indonesia dan Muhibbin NU.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H