Mohon tunggu...
Ahmad afif
Ahmad afif Mohon Tunggu... Dosen - Afif

fleksibel adalah kunci kesuksesan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gegeran dalam NU Strukturalis

17 September 2024   14:11 Diperbarui: 17 September 2024   14:17 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Litbang Kompas, 2022 dan 2023.

Saya rasa-rasa, kanalisir Pesantren dapat juga menjadi faktor mediasi berikutnya.

By

Ahmad Afif

Nahdliyin yang strukturalis (PBNU-PKB) telah selesai memerankan perannya masing-masing di kancah badai 5 tahunan (Pilpres). Sekarang, tinggal wait and see apa yang akan dilakukan oleh dua organisasi milik Nahdliyin ini pada pilkada 2024. Sepertinya tidak jauh beda dengan potensi yang berkembang pada Pilpres yang lalu. Mayoritas warga nahdliyin masih belum condong totalitas ke PKB; partai dengan latar belakang akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah, ideologi, sejarah, dan manuver politik yang lahir dari rahim NU. Data dari Litbang Kompas tahun 2022 dan 2023 menjadi bukti sahih.

Sumber: Litbang Kompas, 2022 dan 2023.
Sumber: Litbang Kompas, 2022 dan 2023.

Data di atas masih menjadi bukti bahwa di tahun 2024 ini, partai pemenang tetaplah PDI Perjuangan karena populasi kekuatan nahdliyin tidak bisa dianggap 'seringan' kulit kacang. Memang benar adanya, grafik masyarakat yang mengaku sebagai warga NU terus meroket seiring dengan kiprah NU di Indonesia dan dunia. KH. Yahya Cholil Staquf menyatakan bahwa tahun 1995 menunjukkan bahwa hanya 18 persen dari penduduk Indonesia merasa sebagai anggota NU. Namun, pada tahun 2005, angka tersebut meningkat tajam menjadi 27 persen. Peningkatan yang lebih mengejutkan terjadi antara tahun 2010 hingga 2018, dengan survei tahun 2010 menunjukkan bahwa 47 persen penduduk Indonesia mengaku sebagai anggota NU. Sedangkan, survei LSI tahun 2023 sudah tidak bisa hanya direspon 'mengerutkan dahi'; masyarakat yang mengaku NU mencapai 56,9 %. Faktor inilah yang mesti dibenahi bersama oleh PBNU-PKB untuk bisa memobilisasi masa nahdliyin untuk kemaslahatan NU dan Indonesia.

Oleh karenanya, tidak terlalu over, barang kali bahwa PBNU dan PKB merupakan jantung NU; konkritnya sama sebagai tubuh perjuangan Nahdlatul Ulama. Meskipun KH. Ma'ruf Amin mengatakan bahwa tugas PBNU berfokus pada pembangunan umat, sedangkan PKB berkonsentrasi pada bidang politik. Sudah semestinya mereka berdua akur dan bekerjasama dan sama-sama kerja demi satu nama "NU". Sejarah yang bertuah dan memorable seakan menjadi kenangan lama yang mesti diputar kembali. NU sebagai ormas terbesar di dunia didirikan oleh para auliya (Walilullah), masyayikh (Kiai Sepuh), santri, masyarakat serta tak henti-hentinya didoakan oleh orang khas (istimewa). Seakan memori dan fakta sejarah ini menjadi cambuk yang melayang bagi seluruh generasi penerus NU dalam ruang struktural. Maklum saja, di daerah biasanya viral dengan sebutan NU struktural; ikut menjadi organisatoris NU, dan kultural; menjadi nahdliyin tanpa berorganisasi NU.  

Karena tak bisa menahan penasaran, saya melihat postingan KH. Imam Jazuli via instagram dalam akun imamjazuli76 (28/08/2024). Postingan yang syahdu dan mak thek (red; bahasa jawa berarti terkesima) " dalam obrolan dengan mbah kiai Kafabihi Lirboyo, beliau dawuh; "Kami (berdua) tidak perlu jadi pengurus PKB tapi selalu membersamai, mengurusi, dan khidmah ke PKB, itu tanggung jawab kita sebagai santri/kiai Aswaja", Alhamdulillah, itu yang saya lakukan selama ini dan ke depan akan selalu begitu, kultural yang loyal dan total.

Pencerahan dari kiai Imam Jazuli (Muasis dan Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon) tersebut perlu menjadi renungan para Muhibbin NU. Mungkin ini yang dinamakan "cinta tak harus memiliki". Mencintai PKB telah ditunjukkan oleh seorang Kiai Pesantren yang loyal karena menyadari bahwa PKB merupakan partai penyambung ideologi dan suara Nahdliyin; enaknya diulas juga merupakan kepanjangan tangan NU di bidang politik.

Kita ambil saja dari poin deklarasi PKB dengan PBNU yang dilaksanakan di Jakarta pada 29 Rabiul Awal 1419 H atau 23 Juli 1998. Paragraf terakhir berbunyi:  "Maka dengan memohon rahmat, taufiq, hidayah dan inayah Allah SWT serta didorong oleh semangat keagamaan, kebangsaan dan demokrasi, kami warga Jam'iyah Nahdlatul Ulama dengan ini menyatakan berdirinya partai politik yang bersifat kejuangan, kebangsaan, terbuka dan demokratis yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)".

Cak Imin selaku ketua Umum juga sekaligus menjadi tim asistensi kala itu, sudah memang tidak perlu diragukan lagi. Dahsyat!, judul berita di portal PKB.id yang mengabarkan bahwa PKB menjadi partai politik urutan 4 besar dengan raihan suara 16.115.655 (10,62 persen) di tahun 2024. Tidak ayal memang, Gus Muhaimin atau Cak Imin masih menjadi tumpuan PKB hingga sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun