"Sudahi sakitmu, sebab aku ada di dalam sakitmu itu. Biarkan sajak pertama adalah waktu dan sajak kedua adalah Amin, dari sederet puisi yang kuberi judul: KITA," lagi-lagi suaramu hadir.
Ah, sudahlah. Mataku telah sayup, dan kata-katamu seperti pembunuh berdarah dingin, yang senang sekali menorehkan luka.
"Sesederhana itukah rindu kau peluk dan menulisnya dalam sajak sederhana yang sulit mati?".
Penfui, 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H