Mohon tunggu...
Steven Saunoah
Steven Saunoah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Fakultas Filsafat UNWIRA-KUPANG
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Terkadang menulis membuat saya mengekspresikan segala jiwa. Tulisan yang saya senangi adalah puisi. Jika jatuh maka bangkit lagi. Never Give Up.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Suatu Malam Bersama Puisi

30 Maret 2023   11:03 Diperbarui: 30 Maret 2023   11:06 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Dokumentasi pribadi.

DI SUATU MALAM BERSAMA PUISI

*Steven Saunoah

Malam itu kau bersandiwara bersama puisi: memainkan kata-kata piluh,

tak tahu ke mana arahnya dan diam-diam meninggalkan rindu di jendela senja.

"Kau masih saja seperti dulu. Menebarkan jejak pada rintik yang turun kemarin sore," bisik seorang gadis.

Suatu malam, aku mengemas kata sembari bertanya, "haruskah aku menabungnya di dalam celengan mimpimu? Dan adakah kau akan melihat isi saldo kepalaku yang penuh dengan berjuta kenangan?"

Malam itu pun kau hanyutkan suaramu di sela hujan, hujan yang mengguyur basah tubuh sajakku. "Mengapa kau selalu menabung kata pada mulut manismu? Harusnya kau sadar bahwa kau hanyalah sebutir kata dari dua paragraf panjang kisah kita: waktu dan puisi. Sewaktu-waktu kata itu akan membelah diri menjadi gerimis hujan di sore hari," bisiknya.

Kau terlalu pandai mencuri celengan hatiku, nona. Hingga malam ini pun tak lagi serasa senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu dan minggu. Tapi sebuah malam puisi yang indah jika ditulis.

Malam makin suram. Aku bergegas merapikan hujan di kabut mataku.

"Rupanya malam ini tidurku akan nyenyak," aku membatin.

"Sudahi sakitmu, sebab aku ada di dalam sakitmu itu. Biarkan sajak pertama adalah waktu dan sajak kedua adalah Amin, dari sederet puisi yang kuberi judul: KITA," lagi-lagi suaramu hadir.

Ah, sudahlah. Mataku telah sayup, dan kata-katamu seperti pembunuh berdarah dingin, yang senang sekali menorehkan luka.

"Sesederhana itukah rindu kau peluk dan menulisnya dalam sajak sederhana yang sulit mati?".

Penfui, 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun