Negara Indonesia ini didirikan berdasarkan salahsatu ideologi terunik dan paling komprehensif di dunia
yakni Pancasila serta berlandaskan pada motto kebangsaan yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Jadi, jika ada yang masih bersikukuh ingin menyombongkan dominasi tertentu dan
mengembangkan arogansinya sedemikian rupa, lebih baik keluar dari bumi tanah air pertiwi ini !
Kasus terheboh dan berbahaya telah terkuak akhir-akhir ini bahwaÂ
paham radikalisme dan ekstremisme ini telah menyentuh level
yang sangat mengkhawatirkan yakni menyasar kalangan intelektual muda
alias mahasiswa, bahkan di kampus-kampus terkemuka di negeri ini.
Video pendek di kawasan rektorat Kampus Makara di DepokÂ
yang diunggah oleh seorang mahasiswa sungguhlah membuktikan bahwa
internet dan media sosial pun kerap digunakan untuk propaganda fanatik bagiÂ
para penganut paham radikalisme dan ekstremisme.
Demokrasi itu sangat-sangat boleh karena dijamin oleh sila ke-4 Pancasila,
namun apakah dapat dipertanggungjawabkan oleh masyarakatnya secara dewasa atau tidak?
Jika justru mengobarkan 'semangat tendensius' untuk kepentingan sempit dan jangka pendek
bahkan telah merugikan orang lain secara langsung, apakah itu demokrasi?
Terlebih klaim mengatasnamakan mahasiswa dan menggunakan atribut resmi kampus,
itu sungguh-sungguh tidak mencerminkan intelektualitas daripada seorang mahasiswa itu sendiri.
Lalu, sebenarnya bagaimana radikalisme dan ekstremisme ini dapat menyebar di kampus?
Apa karena pihak kampus memang tutup mata atau memang tidak tahu sama sekali alias 'kecolongan'?
Apa perlu dibuat Badan Intelejen Kampus  sendiri mengingat kampus harus bebas dariÂ
intervensi politik ataupun militer?Â
Apa jargon 'revolusi mental' yang diusung pemerintahan saat ini ternyata gagal total
menjangkau generasi muda yang rawan akan 'pencucian otak'?
Sungguh ironis disaat kita membaca berita bahwa Diki, sang superjenius 12 tahun berkuliah di Kanada
untuk membuktikan bahwa anak Indonesia pun sejajar dengan superjenius dari belahan dunia lain,
sementara juga menemukan berita mengenai seseorang yang menyandang 'intelektualita dari kampus ternama'
justru tidak membuat prestasi apa-apa malah melakukan provokasi yang menimbulkan 'apa-apa'.
Pertanda apa sebenarnya ini?
Memang tidak dapat dikatakan bahwa kampus telah gagal dalamÂ
membina moralitas dan mengembangkan nilai luhur kebangsaanÂ
bagi para mahasiswanya yang berjumlah ribuan bahkan puluhan ribu.
Pendidikan karakter kini harus jauh lebih diutamakan daripada sekedar
intelegensi yang dominan berujung pada nilai dan kelulusan.Â
Jangan sampai bonus demografi Indonesia justru dimanfaatkan pihak-pihak tertentu
untuk memenuhi tujuan jahatnya dalam paham radikalisme dan ekstremisme.Â
Pemuda/i Indonesia harus membuka mata bahwa kita telah berada di abad ke-21Â
dimana daya saing negeri seutuhnya bergantung pada pemuda-pemudi berkualitas tinggi.
Kampus adalah tempat yang [sesungguhnya] ideal bagi generasi muda untuk
meningkatkan kualitas sedemikian rupa sehingga sejajar dengan bangsa-bangsa negara maju,
dan akhirnya kita tak akan menyesal memilih kewarganegaraan Indonesia...
Ingatlah bahwa tanah air yang sangat indah dan kaya ini memerlukanÂ
buah-buah pikiran yang cemerlang dan tangan-tangan yang cekatan,
bukan buah pikiran yang cupet dan tangan yang kesemutan.
Salam Bhinneka,Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H