Wahyu umum yang langsung merujuk pada wahyu Allah yang datang kepada kita secara langsung, tanpa perantara seperti dunia eksternal yang diciptakan. Bukan tidak langsung dalam arti terjadi dengan cepat atau secara tiba-tiba, melainkan langsung dalam arti bahwa wahyu umum ini ditulis dalam pikiran dan hati setiap orang. Hukum Allah ditulis dalam hati kita (Rm. 2:15).
Setiap orang membawa kesadaran tentang Allah yang ditempatkan oleh Allah sendiri. Manusia diciptakan berdasarkan gambar-Nya. Oleh karena itu, kita membawa suatu kesadaran intuitif bahwa Allah ada, suatu deduksi yang tidak ditarik dari alam tetapi dari diri kita sendiri. John Calvin menyebut ini sebagai divinitatis sensum, atau "kesadaran tentang yang Ilahi" yang ada pada diri setiap orang.
Setelah kejatuhan manusia dalam dosa, gambar Allah yang rusak ini tidak lantas menghilangkan divinitatis sensum. Dalam Roma 1, Paulus meniadakan ruang untuk berdalih. Semua orang bisa memahami paling sedikit konsep yang paling dasar dari Pencipta mereka, yaitu bahwa Ia ada dan karena itu menuntut ucapan syukur mereka.
Surat Paulus kepada jemaat Roma memberikan gereja pengajaran yang paling jelas tentang wahyu umum (1:18a). Bagian ini - demikian pula bagian yang selanjutnya - agak mengejutkan bukan hanya karena kedalamannya tetapi karena penempatannya di surat itu. Paulus baru saja menulis tentang bagaimana iman memimpin orang percaya pada kehidupan yang benar, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan (ay. 16-17). Pembaca bisa mengharapkan Paulus akan melanjutkan tema besar ini.
Jauh panggang dari api, kenyataannya ia mulai menulis tentang wahyu yang lain, bukan wahyu tentang berita yang mulia yaitu Mesias bagi mereka yang percaya, tetapi suatu wahyu bagi yang dimurkai. Ada satu alasan yang jelas mengapa Paulus melakukan hal ini: untuk memperlihatkan pada pembacanya bahwa sejak awal Injil memang dibutuhkan. Keharusan kedatangan Kristus bagi keselamatan kita mendahului kesalahan universal dari semua umat manusia. Paulus mundur beberapa langkah untuk memperlihatkan mengapa setiap orang menghadapi murka Allah.
Di Roma 3, ia terus melanjutkan poin bahwa "semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah" (ay. 23). Oleh karena itu, setiap orang yang pernah hidup sebenarnya memerlukan Injil. Bukan hanya karena mereka menolak Kristus yang telah didengar oleh banyak orang, tetapi karena apa yang telah dilakukan oleh semua orang terhadap pengetahuan yang telah mereka miliki tentang Allah.
Kita membutuhkan Juruselamat karena kita telah menindas kebenaran itu. Ini merupakan dosa definitif dari semua orang di segala zaman. Penekanannya bukan pada kebenaran secara umum melainkan pada kebenaran secara khusus (ay. 19). Kebenaran pengetahuan tentang Pencipta yang ditindas oleh semua orang berdosa yang mendatangkan murka Allah.
Apakah masih ada ruang gerak yang tertinggal bagi orang yang menindas kebenaran ini? Paulus menulis dalam ayat 20, bahwa sejak penciptaan dunia ini, Allah telah jelas mewahyukan diri-Nya dalam ciptaan-Nya. Setiap orang yang pernah hidup bisa melihatnya, dan karena itu kita semua tidak bisa berdalih.
Paulus secara antisipatif bermaksud mendiamkan orang yang mungkin akan menggerutu di pengadilan Allah kelak dan berseru bahwa hal itu tidak adil, "Allah, kalau saja kita telah mengetahui bahwa Engkau ada, maka kami akan menyembah dan memuliakan Engkau." Tetapi Allah, melalui Paulus, menyatakan bahwa Ia tidak akan menanggapi dalih semacam itu, karena semua orang telah mengetahui bahwa Ia ada.
Pada waktu mereka tidak mengikuti Dia, hal itu bukan karena mereka tidak bisa melihat-Nya melalui wahyu umum, tetapi karena mereka membenci Dia dan menolak berpikir tentang Dia sama sekali. Dakwaan ini jatuh atas seluruh dunia, dari permulaan sampai pada akhirnya.
Sebagian orang memahami dosa yang satu ini sebagai berikut. Allah memang menyatakan diri-Nya dengan jelas melalui ciptaan, tetapi natur kita yang berdosa membuat wahyu ini tidak lagi bisa dipahami. Manifestasi objektif dari tangan Pencipta tidak bisa dilihat oleh manusia karena dosa.