Pelayanan yang benar membutuhkan persiapan. Banyak hal perlu dipertimbangkan. Dari kerohanian, pengenalan yang baik terhadap kultur gereja lokal, kesesuaian dengan posisi dan kompetensi, sampai pemahaman teologis.
Kebutuhan mendesak dalam pelayanan seringkali mendorong gereja untuk melakukan manuver berbahaya, yaitu melibatkan siapa saja yang tergerak dalam pelayanan. Tidak peduli apakah orang itu mempunyai konsep pelayanan yang benar. Tidak peduli apakah motivasi di balik keterlibatan itu adalah lurus dan tulus. Tidak peduli apakah orang itu mumpuni untuk tugas tertentu.
Salah satu tahapan penting dalam mempersiapkan para pelayan adalah mengajarkan konsep yang benar tentang pelayanan. Konsep ini berfaedah untuk meletakkan segala aspek pelayanan dalam sebuah perspektif yang seragam dan benar.
Konsep yang keliru
Sebagian orang melayani tetapi bukan dengan konsep yang benar. Berikut ini adalah beberapa kesalahan populer yang sering ditemui di berbagai gereja.
- Pelayanan sebagai aktualisasi diri
Terlepas dari keragaman definisi yang ada, aktualisasi diri secara mendasar dapat dipahami sebagai pencapaian potensi seseorang secara penuh.
Di satu sisi, optimalisasi diri memang usaha yang terpuji. Setiap orang Kristen harus berusaha mengoptimalkan segala sesuatu dalam dirinya bagi pekerjaan Tuhan. Alkitab mengajarkan bahwa persembahan kepada Allah haruslah yang terbaik: tepung yang terbaik (Kel. 29:40l Im. 2:1-7), hasil panen yang terbaik (Kel. 34:26; Im. 18:12), maupun ternak yang terbaik (Im. 14:10; Ul. 32:14).
Di sisi lain, pelayanan lebih dari sekadar aktualisasi diri. Pelayanan lebih merupakan sebuah pengorbanan diri daripada aktualisasi diri (1Kor. 9:22b). Tujuan pelayanan bukanlah pemenuhan diri sendiri (ajang penyaluran dan pengembangan talenta belaka), melainkan pertumbuhan rohani seluruh tubuh Kristus (Ef. 4:12).
- Pelayanan sebagai pelarian
Bagi sebagian orang, suasana di dalam gereja merupakan sebuah pelepas dahaga dari kehidupan sehari-hari yang rumit dan melelahkan. Pelayanan adalah pulau fantasi. Wahana rekreasi rohai untuk melarikan diri dari kepenatan dan tekanan yang datang bertubi-tubi.
Ada pula yang melibatkan diri dalam berbagai aktivitas gerejawi hanya sekadar untuk mengisi waktu luang dan membunuh kebosanan. Ada yang sengaja menghindari keributan dan persoalan di dalam rumah. Ada pula yang mencari penerimaan dan penghargaan yang selama ini tidak didapatkan di rumah.
Semua motivasi di atas sama sekali tidak dapat dibenarkan. Tuhan Yesus pernah menegur orang-orang Farisi yang taat memberikan korban untuk Bait Allah, namun tidak mengindahkan perhatian bagi orang tua mereka (Mat. 15:3-6). Kecaman keras diberikan Paulus kepada orang-orang Kristen tertentu yang tidak mau memerhatikan dan memelihara sanak keluarganya (1Tim. 5:8). Apa yang diperbuat di rumah kepada anggota keluarga seharusnya sama pentingnya dengan apa yang diperbuat di gereja bagi sesama jemaat.
- Pelayanan sebagai kewajiban
Yang dimaksud kewajiban di sini adalah kewajiban yang mengandung unsur keterpaksaan. Beberapa orang melibatkan diri dalam pelayanan karena perasaan bersalah atau takut terkena hukuman. Yang lain hanya mengikuti jadwal yang ada.
Pada taraf tertentu, melayani memang merupakan sebuah kewajiban. Alkitab berkali-kali memberikan perintah untuk melayani Tuhan (Rm. 2:11; Gal. 5:13; 1Pet. 4:10). Jika ini merupakan perintah, hal itu berarti kewajiban. Pelayanan bukanlah sebuah pilihan.
Yang perlu dicermati di sini adalah perbedaan antara kewajiban dan keterpaksaan. Tidak semua kewajiban mengandung keterpaksaan. Kewajiban dapat didorong oleh motivasi yang lain, misalnya belas kasihan terhadap orang lain (Mrk. 6:31-34) dan kesukaan terhadap kehendak Allah (1Pet. 5:2a; Ef. 6:6b-7; Yoh. 4:34). Jadi, pelayanan bukanlah sebuah kewajiban, dalam arti tidak lahir dari sebuah keterpaksaan.
- Pelayanan sebagai ritual gerejawi
Di mata sebagian orang Kristen, makna pelayanan hanya dibatasi oleh tembok gereja, hari tertentu, dan jenis aktivitas tertentu. Nilai kehidupan dan kerohanian diukur berdasarkan keterlibatan dalam semua ritual gerejawi ini. Perilaku di gereja seringkali berbanding terbalik dengan gaya hidup di pekerjaan maupun di rumah. Ini adalah sebuah kekeliruan yang fatal.
Alkitab mengajarkan bahwa ketaatan lebih penting daripada korban bakaran (1Sam. 15:22). Ketaatan lebih berbobot daripada kehebatan pelayanan (Mat. 7:21-23). Percuma saja apabila seseorang begitu tekun secara ritual, tetapi rusak secara moral (Yes. 1:10-17; 58:3-7). Persembahan terbaik untuk Tuhan bukanlah pelayanan (dalam arti ritual gerejawi), melainkan kesalehan dalam seluruh kehidupan.
Alkitab memberikan begitu banyak contoh orang saleh yang melayani Tuhan tetapi bukan dalam konteks ritual religius: Yusuf, Daniel dan rekan-rekannya di pembuangan, maupun Mordekhai dan Ester di Kerajaan Persia. Nehemia dipakai Tuhan melalui pekerjaannya sebagai juru minuman raja. Pendeknya, pelayanan sejati melampaui tembok-tembok gerejawi maupun pagar-pagar organisasi.
- Pelayanan sebagai alat manipulasi rohani
Di kalangan tertentu, pelayanan ditampilkan sebagai sebuah strategi untuk mengambil hati Allah supaya memberkati para pelayan. Pelayanan dianggap sebagai sumber keuntungan.
Ini bukan kesalahan yang baru. Memanipulasi hal-hal rohani untuk kepentingan duniawi sudah ada sejak dahulu. Pada zaman para rasul ada orang-orang tertentu yang berusaha mencari keuntungan dalam ibadah (1Tim. 6:5) maupun pelayanan (2Kor. 2:17; Yud. 16). Bahkan salah seorang murid Tuhan Yesus, yaitu Yudas Iskariot, memanfaatkan jabatannya sebagai bendahara untuk mengeruk keuntungan (Yoh. 12:6, bandingkan artikel berikut ini).
Ada tiga kesalahan dalam sikap ini. Pertama, memperoleh upah dari Tuhan adalah konsekuensi, bukan motivasi. Pelayanan seharusnya lebih merupakan ucapan syukur atas segala kebaikan Allah yang sudah lebih dahulu mengasihi, memilih, dan memanggil orang percaya (Ef. 1:4-5; Yoh. 15:15; 1Yoh. 4:10, bandingkan artikel berikut ini). Kedua, Allah memang pasti memberi upah atas segala pelayanan yang dilakukan umat Allah secara benar (1Kor. 15:58). Namun upah tersebut tidak selalu berbentuk materi (bdk. 2Tim. 4:7-8). Ketiga, upah terbesar adalah tidak memperoleh upah. Kita seharusnya bangga apabila bisa berkata seperti Paulus dalam 1 Korintus 9:18.
Apakah pelayanan itu?
Tidak ada definisi yang eksplisit dan tunggal di dalam Alkitab untuk menjawab pertanyaan ini. Dengan mempertimbangkan semua data Alkitab yang ada, istilah "pelayanan" dapat dipahami sebagai berikut: "pemberian seluruh kehidupan kepada Allah di dalam Kristus Yesus oleh Roh Kudus, yang diwujudkan melalui berbagai tidakan konkret yang memuliakan Allah Tritunggal sesuai dengan kebenaran firman Tuhan dan karunia setiap orang." Sekarang waktunya untuk membedah setiap elemen dari definisi ini.
Pertama, pemberian seluruh kehidupan kepada Allah. Pelayanan mencakup seluruh kehidupan, bukan penggalan kehidupan tertentu di waktu tertentu. Pelayanan yang baik dimulai dari penyerahan diri kepada Allah (2Kor. 8:5b).
Kedua, di dalam Kristus Yesus. Penebusan Kristus menyediakan arti baru dalam pelayanan. Arti ini mencakup tiga aspek pelayanan:
- Status pelayan. Harga yang Dia bayar bagi umat pilihan di atas kayu salib menunjukkan bahwa Kristus adalah tuan dan kita adalah hamba-hamba-Nya (Kol. 3:24b).
- Cara pelayanan. Darah-Nya menyucikan hati nurani seluruh orang percaya sehingga mereka dapat melayani Allah yang hidup (Ibr. 9:14b, "beribadah" = lit. "melayani").
- Upah pelayanan. Kebangkitan-Nya dari antara orang-orang mati memberi jaminan bahwa segala jerih payah kita di dalam Tuhan Yesus tidak akan sia-sia (1Kor. 15:58).
Ketiga, oleh Roh Kudus. Melalui karya Roh Kudus dalam hati orang percaya, kita dengan bangga dapat berkata: "kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat" (Rm. 7:6b). Pelayanan menurut Roh ini jauh lebih mulia daripada pelayanan-pelayanan sebelumnya (2Kor. 3:7-11). Oleh Roh, setiap kita menerima karunia (1Kor. 12:7-11, bandingkan artikel berikut ini), sekaligus kekuatan dalam pelayanan (Kis. 1:8; 1Kor. 2:4).
Keempat, diwujudkan melalui beragam tindakan konkret. Penyerahan seluruh hidup kepada Allah bukan sebatas perasaan dan komitmen. Ada tindakan-tindakan nyata yang membuktikannya. Jenis tindakan yang dapat dilakukan sangat beragam. Studi kata "diakonia" (pelayanan) dalam Alkitab menunjukkan bahwa bentuk pelayanan bisa bermacam-macam: pemberian bantuan materi kepada orang-orang lain (Kis. 6:1; 2Kor. 8:4; 9:1), jabatan gerejawi sebagai diaken (1Tim. 3:8), pelayanan firman Tuhan (Kis. 6:4; 20:24), bahkan persiapan makan (Luk. 10:40).
Kelima, memuliakan Allah Tritunggal. Pelayanan tidak lain adalah ekspresi dari kehidupan kasih yang relasional dari Allah Tritunggal melalui seluruh umat Allah dalam kehadiran Roh Kudus yang memberikan kuasa. Dari Dialah kita menerima pelayanan, karunia rohani, dan perbuatan ajaib (1Kor. 12:4-6). Bukan hanya hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan gerejawi saja. Segala sesuatu berasal dari Dia dan oleh Dia, sehingga kita pun wajib mempersembahkan segala sesuatu kepada Dia (Rm. 11:36). Segala yang kita perbuat, tidak peduli seremeh apapun itu, adalah untuk kemuliaan Allah (1Kor. 10:31).
Keenam, sesuai kebenaran firman Tuhan. Allah tidak hanya memperhatikan apa yang dilakukan, tetapi juga bagaimana sesuatu dilakukan. Apa dan bagaimana sama-sama penting di mata-Nya. Tuhan menghukum anak-anak Harun (Im. 10:1-2) maupun anak-anak Eli (1Sam. 2:12-17, 27-34), karena mereka melayani mezbah dengan sembarangan. Para imam pada masa sesudah pembuangan ke Babel juga ditegur dengan keras karena mempersembahkan korban yang sembarangan (Mal. 1:6-12). Pelayanan yang memperkenankan hati Tuhan adalah yang dilakukan sesuai dengan firman Tuhan.
Ketujuh, sesuai karunia setiap orang. Alkitab secara konsisten mengajarkan bahwa setiap orang percaya pasti diberi karunia (1Kor. 12:7-11, bandingkan artikel berikut ini). Kesesuaian antara karunia dan jenis pelayanan didasarkan pada keyakinan bahwa Allah pasti akan memperlengkapi setiap orang percaya dengan segala sesuatu yang baik untuk melakukan kehendak-Nya (Ibr. 13:21). Melayani sesuai panggilan. Panggilan sesuai kemampuan.
Kesesuaian ini tidak berarti eksklusivitas, tetapi prioritas. Setiap orang seyogianya memprioritaskan panggilannya yang khusus, namun tidak boleh mengabaikan pelayanan-pelayanan yang lain. Kadangkala ada area pelayanan lain yang di dalamnya seseorang perlu melibatkan diri, sekalipun ia tidak terlalu mahir di sana. Seiring dengan waktu, Allah akan menyediakan orang lain yang lebih baik untuk melaksanakan tugas tersebut.
Lagipula sebagian orang memang dipercayakan karunia atau talenta lebih dari satu. Siapa yang diberi lebih akan dituntut lebih juga (Luk. 12:48). Ini adalah prinsip Alkitab yang berlaku di semua area kehidupan.
Identitas di dalam Kristus
Sikap anak sulung dalam perumpamaan Anak yang Hilang menunjukkan bahwa seseorang bisa saja melayani dengan rajin, tetapi tanpa memahami status dirinya (Luk. 15:28-30). Kisah ini mengajarkan sesuatu yang penting tentang pelayanan. Identitas seyogianya mendahului aktivitas. Identitas lebih penting daripada aktivitas. Begitu pula dalam kaitan dengan pelayanan. Sebelum seseorang melibatkan diri dalam pelayanan, ia perlu mengenali dirinya sendiri, sebab identitas di dalam Kristus merupakan alasan terkuat mengapa setiap orang Kristen perlu melayani Allah. Siapakah para pelayan itu?
- Gambar Allah
Melayani Allah merupakan bagian tak terpisahkan dari keberadaan dan tujuan hidup manusia (Kej. 1:26, 28). Manusia diciptakan untuk menguasai bumi bagi kemuliaan Allah. Untuk mencapai tujuan ini, manusia diciptakan menurut gambar Allah. Jadi, sejak awal manusia memang diciptakan untuk melayani Allah.
Dosa telah merusak gambar Allah dalam diri manusia. Gambar itu memang tidak hilang (Kej. 5:1-3; 9:6; Yak. 3:9), tetapi sudah tercemar oleh dosa. Melalui karya penebusan Kristus, sebagai gambar wujud Allah (Ibr. 1:3) yang tidak kelihatan (Kol. 1:15), gambar yang rusak tersebut mulai direstorasi. Setiap hari proses transformasi ini berlangsung (Kol. 3:10), sehingga tujuan ultimal dari penentuan kekal Allah - yaitu keserupaan dengan Kristus - dapat digenapi (Rm. 8:29). Kristus adalah gambar Allah yang sempurna dan yang menyempurnakan gambar Allah dalam diri kita.
Menjadi seperti Yesus Kristus berarti meneladani Dia. Kita perlu memiliki pikiran dan perasaan Kristus (Flp. 2:5-8) maupun melakukan apa yang Dia lakukan (Yoh. 13:13-15). Sama seperti Dia, kita lebih suka melayani daripada dilayani (Mat. 20:28; Mrk. 10:45). Sama seperti Dia, tujuan hidup kita adalah untuk menyelesaikan seluruh pekerjaan yang Allah tetapkan bagi kita (Yoh. 17:4).
- Penatalayan
Penatalayan (oikonomos) adalah orang yang sangat dipercaya oleh tuannya, sehingga diserahkan tanggung jawab penuh untuk mengurusi seluruh rumah dan keluarga tuannya. Sifat yang paling dicari dalam diri seorang penatalayan adalah dapat dipercaya (1Kor. 4:1-2), setia dan bijaksana (Luk. 12:42).
Walaupun kata "oikonomos" beberapa kali dikenakan pada para rasul (1Kor. 4:1-2) maupun para penatua (Tit. 1:7), kata ini juga pernah dipakai untuk seluruh jemaat (1Pet. 4:10). Dengan demikian, setiap orang adalah penatalayan.
Apabila waktunya tiba, setiap penatalayan harus memberi pertanggungjawaban kepada tuannya. Momen itu sangat dinantikan oleh penatalayan yang baik dan setia (Mat. 25:21, 23, bandingkan artikel berikut ini; 2Tim. 4:6-8). Sebaliknya, momen itu akan menjadi mimpi buruk yang menjadi kenyataan bagi mereka yang jahat dan bermalas-malasan saja (Mat. 25:26-30; Luk. 16:1-8).
- Hamba
Dahulu setiap kita adalah hamba dosa, tetapi sekarang melalui kasih karunia Allah, telah menjadi hamba kebenaran (Rm. 6:6, 11-13). Di dalam Kristus setiap orang percaya memiliki dua status: orang merdeka sekaligus hamba. Merdeka dari dosa sekaligus hamba dari kebenaran (1Kor. 7:22; Rm. 7:4). Di dalam Kristus, jemaat secara keseluruhan menjadi pelayan-pelayan Kristus. Baptisan adalah penahbisan universal ke dalam pelayan-pelayan universal umat Allah.
Apa yang dituntut dari seorang hamba? Pelayanan! Para hamba ada untuk melayani tuannya. Sukacita dan kepuasan seorang hamba adalah ketika ia melayani tuannya yang baik dengan cara yang baik pula (Luk. 17:10).
- Imam
Penebusan Kristus merombak konsep dan sistem keimaman yang lama. Tabir Bait Allah sudah dirobek dari atas sampai ke bawah (Mat. 27:51) sebagai tanda bahwa Kristus sendiri membawa diri-Nya sebagai korban sempurna sampai ke ruang maha suci (Ibr. 6:19-20; 9:11-12). Peristiwa ajaib ini menandakan bahwa institusi keimaman yang tradisional sudah tidak berlaku lagi.
Kini semua orang yang di dalam Kristus adalah imam. Bukan hanya sekadar imam. Semua orang Kristen adalah kumpulan imamat yang rajani (1Pet. 2:9). Sama seperti para imam yang membaktikan seluruh hidupnya untuk pelayanan kepada Allah, demikian pula setiap orang percaya. Korban pertama dan terbaik yang kita bisa bawa kepada Allah adalah kehidupan kita sendiri (Rm. 12:1).
Sesudah itu kita juga terpanggil sebagai imam yang membawa orang lain kepada Allah. Bagaimana kita dapat memainkan peranan ini? Kita melakukan ini melalui tiga hal: keteladanan hidup (Mat. 5:16, bandingkan artikel berikut ini; 1Pet. 2:12), pemberitaan Injil (Rm. 10:14-15), dan doa syafaat (1Tim. 2:1-4).
Penemuan karunia rohani
Karunia rohani adalah kemampuan khusus yang diberikan oleh Roh Kudus kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus untuk kepentingan seluruh jemaat. Dalam Perjanjian Lama, keterampilan pertukangan Bezaleel dalam pembuatan kemah suci mungkin layak dikategorikan sebagai karunia rohani (Kel. 31:2-5). Dalam Perjanjian Baru, daftar karunia rohani dapat ditemukan di Roma 12:3-8, 1 Korintus 12:12-31, Efesus 4:11, dan 1 Petrus 4:10-11.
Mengenali karunia rohani masing-masing orang merupakan hal yang tak terelakkan. Tidak ada satu orang pun yang dipercayakan semua jenis karunia. Ada banyak aspek keragaman dalam karunia rohani, karena itu setiap orang perlu mengetahui dengan pasti karunia apa yang Roh Kudus sudah taruh dalam dirinya.
- Jenis karunia
Berdasarkan perbedaan jumlah karunia di Roma 12:3-8, 1 Korintus 12:12-31, Efesus 4:11, dan 1 Petrus 4:10-11, hampir semua penafsir Alkitab meyakini bahwa daftar karunia di semua teks tersebut tidaklah lengkap. Masih banyak jenis lain yang tidak disebutkan secara eksplisit. Tidak memiliki salah satu yang disebutkan di sana bukan berarti bahwa seseorang tidak mempunyai karunia sama sekali.
Lagipula kemampuan di dalam pelayanan tidak terbatas pada karunia rohani. Kita bisa menggunakan apapun untuk memberkati orang lain. Ada kemampuan alamiah (bakat) yang diwariskan secara genetis. Ada keterampilan tertentu sebagai hasil latihan keras.
- Jumlah karunia
Setiap orang pasti memiliki sebuah karunia, tetapi itu tidak berarti bahwa ia hanya memiliki satu karunia. Beberapa orang dipercayakan lebih dari satu. Paulus mendapat karunia bahasa roh (1Kor. 14:18, bandingkan artikel berikut ini), mukjizat (2Kor. 12:12), kerasulan (Rm. 1:5), dan sebagainya.
- Tingkatan karunia
Beberapa orang mungkin memiliki jenis karunia yang sama, tetapi tidak selalu tingkatannya sama. Paulus berbahasa roh lebih daripada jemaat Korintus yang memiliki karunia tersebut (1Kor. 14:18). Sebagai seorang rasul, Paulus, oleh anugerah Allah, bekerja keras lebih daripada yang lain (1Kor. 15:9-10). Walaupun semua rasul adalah pemimpin, hanya Yakobus, Petrus, dan Yohanes yang dipercayakan kepemimpinan paling tinggi dan luas di Yerusalem (Gal. 2:9; Kis. 1:5).
Bacaan penting:
- Dr. Melvin Steinbron, The Lay Driven Church: How to Empower the People of Your Church to Share the Tasks of Ministry (Eugene: Wipf and Stock, 2004).
- Sue Mallory, The Equipping Church: Serving Together to Transform Lives (Grand Rapids: Zondervan, 2001).
- D. M. Lindsay, Friendship: Creating a Culture of Connectivity in Your Church. Gallup Research (Loveland: Group Publishing, et al. 2005).
- Rick Warren, The Purpose Driven Church: Every Church Is Big in God's Eyes (Grand Rapids: Zondervan, 1995).
- R. Paul Stevens & Phil Collins, The Equipping Pastor: A System Approach to Empowering the People of God (Washington: Alban Institute, 1993).
- Robert K. Greenleaf, Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness (Mahwah, NJ: Paulist, 2002).
- R. Paul Stevens, The Other Six Days: Vocation, Work, and Ministry in Biblical Perspective (Grand Rapids/Vancouver: Eerdmans/Regent College Publishing, 1999).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H