Dosa berasal dari kehendak makhluk ciptaan Allah. Iblis - setelah sebelumnya memimpin pemberontakan para malaikat melawan Allah (Yes. 14:12-20) - muncul sebagai ular di Taman Eden dan menggoda Adam dan Hawa untuk memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat (Kej. 3:1-5). Mereka memberontak melawan Allah dengan meragukan firman-Nya dan melanggar perintah-Nya yang melarang mereka makan dari pohon tersebut (Kej. 2:16-17). Oleh karena itu, manusia pertama menyalahgunakan kebebasan mereka dengan tidak menaati Pencipta mereka. Adam dan Hawa berdosa dengan melakukan apa yang mereka inginkan (otonomi), bukan apa yang Allah inginkan (Kej. 3:6).
Dua jenis dosa apa yang disebutkan di dalam Alkitab?
Dosa asal: Sementara beberapa perbedaan penting tentang doktrin dosa asal terdapat di antara berbagai tradisi teologi di kalangan umat Kristen, pembahasan berikut memberikan perspektif alkitabiah yang telah diterima secara luas.
Adam, dalam hubungannya dengan Allah, bukan hanya sebagai individu tersendiri. Ia tidak saja berperan sebagai manusia pertama, tetapi juga mewakili manusia. Ia mencakup seluruh umat manusia dalam kovenan antara dirinya dan Allah, yang sering disebut sebagai perjanjian kerja.Â
Allah memilih, sebagai bagian dari perjanjian ini, untuk menganggap perbuatan Adam (baik dalam ketaatan atau ketidaktaatan) sebagai wakil dari semua perbuatan manusia. Dengan kata lain, ketika Adam ditempatkan di taman, ia bertindak atas nama seluruh umat manusia. Maka dari itu, ketika Adam tidak menaati Allah, maka bukan hanya Adam yang tak lagi mendapatkan perkenan Allah, melainkan juga semua keturunannya.
Dosa dan rasa bersalah menjalar dari kejatuhan Adam ke semua keturunan Adam (Rm. 5:12; 18-19). Jadi, melalui Adam, semua orang menjadi berdosa dan bertanggung jawab secara moral kepada Allah. Dengan demikian, dosa asal, sebagaimana didefinisikan oleh teolog John Jefferson Davis, mengacu pada "dosa, rasa bersalah, dan kerentanan terhadap kematian yang diwarisi oleh semua manusia (kecuali Kristus) dari Adam (Mzm. 51:7; 58:4; 1Kor. 15:22; Ef. 2:3).
Doktrin dosa asal juga menyiratkan bahwa semua keturunan Adam dikandung dalam dosa dan mewarisi sifat dosa. Suatu kekuatan yang sangat melemahkan dan meresap ke dalam inti keberadaan orang (Mzm. 51:7; 58:4; Ams. 20:9). Akibatnya, manusia tidak menjadi pendosa hanya karena kebetulan berdosa, tetapi ia berdosa karena naturnya adalah pendosa. Sifat yang mendasari dosa menghasilkan dosa-dosa tertentu. Oleh sebab itu, masalah dosa harus dianggap sebagai kondisi ketimbang hanya sebagai serangkaian perbuatan yang spesifik.
Dosa pribadi: Berbagai macam perbuatan dosa dan kegagalan untuk berbuat benar inilah yang merupakan dosa pribadi. Dosa-dosa tersebut berbeda tetapi tetap menurun dari natur dosa warisan, yang berasal dari dosa asal Adam (1Raj. 8:46; Ams. 20:9; Rm. 3:23; 1Yoh. 1:8). Semua orang melakukan dosa-dosa seperti itu dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan (secara sengaja ataupun tidak sengaja).
Apa dampak dosa pada manusia?
Pertama-tama dan yang terpenting, menurut Alkitab, dosa secara negatif memengaruhi hubungan seseorang dengan Allah. Dosa menghasilkan ketidakselarasan dan pemisahan. Namun, dosa juga memengaruhi hubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain, dan sampai pada batas tertentu bahkan dengan alam.Â
Seperti disebutkan sebelumnya, dosa bukan hanya kebiasaan buruk. Sebaliknya, sebagaimana dijelaskan oleh teolog John Stott, dosa adalah sebuah kebusukan yang mendalam di dalam hati. Natur keberdosaan menghasilkan kebutaan rohani, perbudakan kerusakan moral, kekerasan hati, pelanggaran hukum, dan selanjutnya kematian fisik dan rohani (Rm. 1:18-22; 5:10; 6:17; 7:14-15; 8:7; 2Kor. 4:4; Ef. 2:1-3; 4:11-19). Dosa memang mengasingkan manusia dari Allah dan mengakibatkan hubungan yang bermusuhan dengan Sang Pencipta. Karena dosa, manusia menjadi objek yang layak dihakimi oleh Allah, yaitu oleh murka-Nya yang kudus.