Mohon tunggu...
Stephanie Prisca Dewi
Stephanie Prisca Dewi Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya adalah seorang guru di Banjarnegara yang dekat wilayah dataran tinggi Dieng. Menjadi pebelajar tidak harus muda dan tua. Pebelajar adalah semua usia. Kita hanya perlu "MAU" untuk belajar. Karena ketika kita mau kita akan mampu. -Stephanie Prisca Dewi- Penikmat Kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 3.1-Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

26 September 2023   03:50 Diperbarui: 26 September 2023   04:26 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perjalanan menempuh pendidikan guru penggerak angkatan 8 telah terlewati hingga modul 3.1 tentang pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami haturkan pada fasilitator bapak I Wayan Mertayasa, S.Pd. M.Pd. dan pengajar praktik ibu Mutmainah, S.Pd. yang telah dengan sabar mendampingi kami melewati perjalanan modul demi modul.

Dalam tulisan kali ini, saya akan memaparkan kesimpulan pembelajaran dari modul 1.1 hingga modul 3.1 dengan mengacu pada 14 pertanyaan pemandu, diantaranya:

1. Bagaimana filosofi Ki Hadjar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Pratap Triloka apa lagi itu? Jujur saya pertama juga bingung apa artinya, namun setelah membaca beberapa referensi ternyata hal yang sering kita dengar sebagai seorang pendidik. Siapa yang tak kenal dengan Ki Hadjar Dewantara dan Pratap Triloka adalah buah pemikiran beliau yang sangat sering kita dengar yaitu Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani.

Sehubungan dengan modul 3.1 mengenai pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin dengan mendasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang ternyata sangat erat hubungannya dengan Pratap Triloka tersebut. Pratap triloka seyogyanya adalah bentuk pengabdian tinggi pada murid, bentuk keberpihakan pada murid yang tentu saja sejalan dengan pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan universal yang harusnya bermuara pada keberpihakan pada murid dengan tujuan untuk mewujudkan well-being murid dalam kondisi lingkungan belajar yang kondusif.

Sedikit mengutip dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang merupakan penjabaran dari Pratap Triloka juga bahwa pendidik adalah tauladan nyata bagi murid-muridnya untuk dapat dijadikan contoh baik dalam peningkatan budi pekerti sehingga menjadikannya sebagai pedoman hidup dalam bersikap dan berperilaku dengan etis.

Lalu kaitan erat antara pratap triloka dengan pengambilan keputusan, menurut saya adalah pada karsa atau daya, yaitu usaha kerasa yang dilakukan seorang pendidik dalam menuntun dan mengarahkan muridnya agar secara mandiri dapat mengambil keputusan untuk mengatasi masalahnya sendiri dengan menyadari potensi yang dimiliki. Pendidik hanyalah sebagai among/penuntun tumbuh kembangnya murid dan mengarahkannya menuju kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai seorang manusia merdeka.

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Sebagai pendidik hendaknya memiliki nilai yang mengakar kuat dalam dirinya. Nilai-nilai yang positif dimana nantinya mampu menmpengaruhi bagaimana ia bersikap dan berperilaku sebagai bentuk usaha nyata dalam memberikan pelayanan terbaik untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Nilai-nilai positif ini akan membimbing laku dalam mengambil keputusan yang bijaksana, tepat sasaran dan berdaya guna sesuai dengan kondisi yang tengah dihadapinya. Nilai-nilai positif yang lebih sering dikenal dengan nilai seorang guru penggerak yaitu berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, inovatif fan reflektif.

Nilai-nilai ini pula yang menjadikan pegangan teguh dalam pengambilan keputusan, apalagi ketika dihadapkan pada kondisi benar lawan benar yang secara logika dirasakan benar keduanya dan tidak ada pelanggaran aturan yang berlaku. Ketika dihadapkan pada kondisi yang menuntut kita untuk memilih diantara 2 hal yang benar namun akan memberikan dampak yang berbeda antar keduanya, sehingga dengan nilai-nilai positif ini akan memberikan kemampuan berpikir seksama untuk mengambil keputusan yang sesuai sebagai pilihan terbaik.

Keputusan yang tepat merupakan buah manis dari mengakarnya nilai-nilai positif dalam diri seorang pendidik. Nilai-nilai ini akan mengarahkan pada pengambilan keputusan yang berdasarkan pada kepentingan murid-murid, keputusan yang memungkinkan adanya resiko paling kecil dan keputusan yang berdasarkan keberpihakan pada murid. Sehingga berhubungan pula pada konsep dasar dalam pembelajaran sosial emosional, kompetensi sosial emosional pada dasarnya ada 4 yaitu kompetensi kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sisoal dan keterampilan sosio emosional  dalam konteks pengambilan keputusan akan mengarahkan pada kemungkin terkecil mendapatkan resiko atas plihan yang sudah dibuat.

3. Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi 'coaching' yang telah dibahas pada sebelumnya.

Coaching adalah sebuah proses komunikasi yang dilakukan untuk memberdayakan coachee dengan mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi dan menemukan gagasan-gagasan baru terkait metode penyelesaiannya berdasarkan pada potensi atau kemampuan yang dimilik oleh coachee sendiri. Proses dalam mengeksplorasi dan membangun ide-ide inilah yang merupakan tahapan pending dalam proses coaching, karena nantinya secara sadar coachee akan mampu menyelesaikan masalahnya dengan mandiri dan sesuai dengan yang ia mau.

Tidak dapat dipungkiri juga ada sifat subjektifitas yang tinggi dalam proses coaching, subjektifitas disini adalah berhubungan erat dengan kemampuan sosial emosional yang dimiliki yaitu tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi dan pengembilan keputusan yang bertanggung jawab. Kemampuan sosial emosional perlu untuk dikuatkan kembali agar tetap tajam dan tepat saat mengambil keputusan yang mampu berpihak pada murid.

Tentu saja dalam proses pengambilan keputusan terdapat indikator-indikator penting yang sangat mempengaruhi proses pengambilan keputusan tersebut diantaranya adalah prinsip dasar berpikir seorang pemimpin pembelajaran, paradigma yang digunakan dalam memandang sebuah dan menguji keputusan yang diambil dengan menggunakan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Yang kesemuanya harus saling terkait dan terpadu menjadi satu kesatuan yang utuh.

Dalam proses coaching alur TIRTA yang menjadi ruh penting agar nantinya keputusan yang diambil merupakan kemauan coachee dengan bantuan/arahan dari coach saja. TIRTA yang sebenarnya adalah akronim dari Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi dan TAnggung jawab adalah salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan coaching seorang pendidik agar mampu menerapkannya pada murid-muridnya dengan tujuan untuk melejitkan potensi dan memaksimalkan kemampuan dirinya agar menjadikannya sebagai murid yang MERDEKA. 

4. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Menurut saya kemampuan atau kompetensi sosial emosional berbanding lurus dengan kemampuan dalam pengambilan keputusan. Seorang pendidik yang memiki kompetensi sosial emosional yang baik tentunya dapat mengambil keputusan yang efektif dan berdaya guna. Dalam mengambil keputusan akan mampu untuk melihat peluang, haruslah jeli dan efektif serta memahami kebutuhan belajar murid-muridnya. Kompetensi sosial emosional yang perlu untuk dimiliki adalah kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan ketrampilan berhubungan sosial (relationship skills). Sehingga diharapkan nantinya proses pengambilan keputusan akan dilakukan dalam keadaan kesadaran penuh (mindfulness) teritama sadar akan konsekuensi atas keputusan yang diambil dan meminimalisir resiko yang terjadi setelah keputusan dibuat.

Proses pengambilan keputusan membutuhkan keberaninan untuk menghadapi konsekuensi atas pilihan yang diambil dan kepercayaan diri untuk menghadapi resiko-resiko yang mengikuti setiap keputusan yang dibuat. Yang paling penting adalah semua proses pengambilan keputusan akan selalu didasarkan pasa kepentingan dan keberpihakan pada murid.

5. Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Bagi saya pribadi sebagai seorang pendidik, pembahasan studi kasus yang berhubungan dengan masalah moral atau etika akan berhubungan dengan self awarness atau tingkat kesadaran diri. Karena kesadaran diri akan memegang kunci penting untuk membangun keterampilan berhubungan sosial dalam mengambil keputusan. Dalam prosesnya tentu kita dapat melakukan uji 9 langkah pengujian pengambilan keputusan, terutama pada langkah uji legalitas untuk mengetahui masalah tersebut termasuk dalam dilema etika yaitu benar lawan benar ataukah termasuk dalam bujukan moral yaitu kondisi benar lawan salah (terkait melanggar aturan yang berlaku). Apabila ternyata masalah yang tengah terjadi masuk dalam ranah bujukan moral, maka dengan tegas sebagai seorang pendidik akan mengembalikannya pada nilai-nilai kebajikan universal yang berlaku dan dipercayai kebenarannya.

6. Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Untuk dapat melaukan pengambilan keputusan yang tepat yang tentunya akan berdampakpada tericptanya lingkungan positif kondusif dan nyaman adalah dengan mengidentifikasi dan menganalisis terlebih dahulu kasus yang sedang terjadi. Termasuk dalam bujukan moral atau dilema etika, jika ternyata dilema etika maka dalamdalam prosesnya harus dilakukan analisia terhadap pengambilan keputusan dengan3 prinsip berpikir, 4 paradigma dan 9 langkah uji pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dengan kondisi benar lawan benar atau termasuk dalam dilema etika hanya akan dapat dicapai jika sudah melalui proses 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Pengambilan keputusan yang terkait dengan dilema etika akan menghasilkan keputusan yang akurat jika proses analisis kasus dilakukan dengan baik dan melalui 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan dengan runtut sehingga keputusan yang dihasilkan dapat diyakini sebagai keputusan yang mengakomodasi kepentingan semua pihak  dan memberikan dampak dalam menciptakan lingkungan yang positif kondusif aman dan nyaman.

7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Tentu saja terdapat tantangan yang menghambat dalam pengambilan keputusan yang efektif apalagi yang berkaitan dengan kasus-kasus dilema etika.

Yang pertama adalah perbedaan cara pandang dari pihak-pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan. cara pandang yang berbeda menyebabkan pembentukan mind set yang berbeda pula. Dan biasanya kondisi ini akan diperburuk dengan indikator yang seangat serius yaitu pengambilan keputusan tidak didasarkan pada keberpihakan pada murid, namun lebih pada kepentingan salah satu atau beberapa individu saja.

Yang kedua adalah kurangnya komitmen dalam proses melibatkan diri saat pengambilan keputusan dilakukan. Kurangnya komitmen ini bisa dikarena faktor internal mengenai kurangnya rasa ikut serta dalam penyelesaikan masalah dan komitmen untuk menjalankan hasil keputusan bersama. Namun juga bisa dari faktor eksternal karena tidak diberikan porsi yang sesuai agar ikut terlibat aktif dalam menentukan pengambilan keputusan, karena masih adanya budaya lama jika pemimpin sekolah memiliki suara terkuat dalam menentukan keputusan akhir.

Yang ketiga adalah proses pengambilan keputusan dilakukan dengan tergesa-gesa tanpa memikirkan kebutuhan murid, keberpihakan pada murid dan kurangnya sikap terbuka untuk menerima saran atau masukan sebagai salah satu bagian dari opsi trilema dalam menyelesaikan masalah.

8. Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Merdeka belajar adalah tujuan pendidikan kita. Dimana pembelajaran hendaknya dapat berpihak pada murid. Murid dapat menggali potensinya, mengembangkan diri sesuai dengan kodrat alam dan selaras dengan kodrat zamannya. Ketika sebuah keputusan dibuat dengan mengedepankan kepentingan dan kebutuhan murid maka akan terwujud pengajaran yang memerdekakan murid dan murid dapat mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai individu maupun anggota masyarakat. 

Pembelajaran yang dapat kita lakukan untuk menyikapi potensi murid yang berbeda-beda adalah sebelum melakukan proses pembelajaran hendaknya kita menggali dan memahami karakteristik serta kebutuhan belajar masing-masing murid.

Keputusan yang diambil hendaknya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan belajar murid kita sehingga kita tidak merampas kemerdekaan belajar murid dan dapat terwujud praktik nyata merdeka belajar sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Mengutip dari filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, dimana pendidikan ibarat sebuah ladang dan murid adalah benih-benihnya. Agar benih dapat tumbuh secara maksimal, sebagai pendidik hendaknya kita bertanggung jawab mengembangkan potensi murid sesuai kodrat alam dan selaras dengan kodrat zamannya. 

Dalam setiap pengambilan keputusan guru hendaknya dapat berpihak pada murid dan dapat memenuhi kebutuhan belajar muridnya. Keputusan yang diambil hendaknya disesuaikan dengan karakteristik dan pemetaan kebutuhan belajar murid, sehingga potensi yang ada pada murid dapat digali dan berkembang sesuai kodrat alam dan selaras kodrat zamannya.

Pemimpin pembelajaran yang mengambil keputusan dengan tepat dengan keberpihakan pada murid akan tercipta kondisi ideal dan mewujudkan pembelajaran yang well-being untuk kemajuan yang lebih baik.

10. Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan akhir yang dapat diambil dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya adalah pembelajaran pada modul-modul sebelumnya merupakan konsep dan landasan berpikir dalam pengambilan keputusan sehingga akan terwujud pembelajaran yang bermakna dan berpihak pada murid serta menciptakan well-being bagi masa depan murid-murid kita.

Dalam setiap pengambilan keputusan seorang pemimpin hendaknya dalam kondisi kesadaran penuh (mindfulness) agar mampu menghantarkan murid menjadi pelajar yang mencerminkan pelajar Pancasila dan akan lebih bijak dalam pengambilan keputusan apabila dihadapkan pada permasalahan bujukan moral ataupun dilema etika.

4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan perlu menjadi pegangan seorang pemimpin pembelajaran dalam setiap pengambilan keputusan agar dapat terwujud kemerdekaan belajar, berpihak pada murid, dan juga mencerminkan nilai-nilai kebajikan universal.

11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Setelah mempelajari modul 3.1 tentang pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin saya lebih mampu memahami dan menganalisis kasus terkait bujukan moral ataupun dilema etika yang sebelumnya saya seringkali merasa bimbang terkait kasus yang terkadang menjadi dua sisi benar namun saling bertentangan.

4 paradigma pengambilan keputusan seperti paradigma individu lawan masyarakat (individual vs community), paradigma rasa keadilan dan rasa kasihan (justice vs mercy), paradigma kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty), dan paradigma jangka pendek lawan jangka panjang (short tem vs long term) dapat digunakan untuk mempertajam analisis sebuah kasus berdasarkan nilai yang saling bertentangan.

3 prinsip pengambilan keputusan yaitu prinsip berpikir berbasis hasil akhir (end-based thinking), berpikir berbasis peraturan (rules-based thinking), dan berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking) dapat digunakan sebagai kompas (arah) menuju pengambilan keputusan yang paling sesuai.

Yang terakhir adalah 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang dapat diterapkan untuk menganalisis keputusan yang  akan diambil diantaranya mengenali ada nilai-nilai yang saling bertentangan, menentukan siapa saja yang terlibat, kumpulkan fakta-fakta yang relevan, pengujian benar atau salah (uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji publikasi, uji panutan), pengujian paradigma benar lawan benar, melakukan prinsip resolusi, investigasi opsi trilema, membuat keputusan dan tinjau lagi keputusan lalu refleksikan.

Hal diluar dugaan selama saya mempelajari modul 3.1 adalah dilema saya saat memahami perbedaan yang begitu tipis antara bujukan moral dan dilema etika. Pada awal mempelajari modul ini, saya sering terjebak dalam menganalisis kasus dilema etika yang saya identifikasi sebagai kasus bujukan moral. Dan selama ini dalam pengambilan keputusan hanya berdasarkan keputusan yang ada sehingga terasa kaku dan melenceng apabila keputusan tidak berdasarkan peraturan yang ada.

12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul ini saya pernah dalam kondisi dilema etika.Keputusan yang saya ambil semata-mata baru berdasarkan aturan yang ada. Ketika saya mengambil keputusan berdasarkan aturan yang berlaku dan sudah disepakati sebelumnya serta tidak merugikan orang lain saya merasa tenang. Dari pengalaman saya maka prinsip berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) merupakan prinsip yang saya pakai secara umum di setiap pengambilan keputusan.

Selain itu, ketika ada kebingungan sebelum mengambil keputusan saya seringkali meminta pendapat dan bantuan dari rekan guru lainnya untuk memberikan masukann, sehingga akan muncul alternatif pemecahan masalah yang terkadang tidak terpikirkan oleh saya.

13. Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dampak nyata yang saya rasakan setelah mempelajari modul 3.1 tentang pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin adalah saya lebih mampu memahami dan menganalisis permasalahan terkait bujukan moral ataupun dilema etika. Ketika saya sudah mampu menganalisis permasalahan, maka akan mempermudah kita dalam mengambil keputusan. 

Keputusan yang saya ambilpun menjadi lebih yakin karena sudah mempelajari tentang 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, saya bisa lebih bijak dalam menimbang keputusan yang diambil sudah tepat atau belum.

Meskipun demikian, saya juga masih ahrus belajar lebih banyak membaca kajian literatur dan praktik terkait pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Menurut saya, mempelajari modul ini sangat penting dan bermanfaat, disini saya mendapatkan pemahaman dan belajar banyak dalam pengambilan dan pengujian keputusan sebagai pemimpin. Ini tentu menjadi bekal agar ke depannya saya tidak gegabah apabila dihadapkan pada permasalahan baik sebagai individu maupun seorang pendidik.

Dalam pengambilan keputusan perlu adanya alur yang jelas dan runtut. Langkah awal yang paling penting adalah dalam menganalisis kasus yang terjadi apakah bujukan moral atau dilema etika agar kita menjadi lebih terarah dan mudah dalam mengambil keputusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun