Mohon tunggu...
Stephanie Maria Mantiri
Stephanie Maria Mantiri Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Menuangkan imajinasi ke dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Niscaya

4 Juni 2022   21:40 Diperbarui: 5 Juni 2022   17:08 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini tepat satu tahun kepergian Angga, pacar Dea. Kepergian Angga yang mendadak menimbulkan luka menganga di hati Dea. Melepaskan itu sulit, mungkin mustahil bagi Dea. Mungkin juga Dea memang tidak mau, karena Dea jatuh cinta terlalu dalam dengan lelaki itu.

Dua bulan awal pasca kepergian Angga, Dea merasa masih ditahap menyangkal bahwa Angga sudah tidak ada. Waktu itu ia rutin mengirimkan pesan ke handphone Angga walau ia tahu sang pemilik tidak mungkin akan membaca. 

Bulan selanjutnya ia habiskan dengan keadaan mental yang masih kacau bersama dengan penyesalan, tetapi dengan bantuan orang sekitar dan tenaga ahli, ia dapat melalui fase itu. Setidaknya cukup untuk Dea bertahan hingga hari ini.

Beberapa kali Dea bahkan mendengar ocehan orang yang mengatakannya terlalu berlebihan akan sikapnya yang tak kunjung melepaskan kepergian pacarnya, bahkan beberapa kali ada pihak keluarga yang terang-terangan mengenalkan lelaki pilihan mereka untuk mengganti Angga dalam hati Dea.

Fase berduka orang itu berbeda-beda. Dea sendiri menilai bahwa dirinya membutuhkan waktu yang lama untuk melepaskan seseorang. Pikiran Dea menerawang pada dua bulan awal saat dirinya ditinggal Angga. 

Setiap malam, ia akan menangis sampai tertidur dengan jaket yang belum sempat ia kembalikan karena Angga sudah pergi akibat kecelakaan itu. 

Sekarang, jaketnya masih ia gantung di kamarnya dan tidak ia masukkan lemari. Dea belum seberani dan setega itu untuk mengemas semua memori tentang Angga. 

Foto-foto dari kamera polaroid masih terpasang ramai di dinding kamarnya, begitu juga dengan pigura yang masih terpampang indah di mejanya.

Pikiran Dea malam ini melayang ke bulan lalu, ketika bunda mengetuk pelan kamar Dea tepat di jam 12 malam. Dea membuka pintunya dengan mata yang sembab

"Dea belum tidur? Habis nangis ya? Tadi Bunda lewat dan ada suara anak bunda yang nangis" Tanya bunda lembut. Bunda memang satu-satunya anggota keluarga yang memahami perihal kehilangan yang dialami Dea

"Dea, bunda paham kamu masih kehilangan sampai sekarang, tapi kamu harus terus maju ya, pelan-pelan pasti bisa, asal Dea juga bertekad dari diri Dea"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun