cinta terlalu dalam dengan lelaki itu.
Hari ini tepat satu tahun kepergian Angga, pacar Dea. Kepergian Angga yang mendadak menimbulkan luka menganga di hati Dea. Melepaskan itu sulit, mungkin mustahil bagi Dea. Mungkin juga Dea memang tidak mau, karena Dea jatuhDua bulan awal pasca kepergian Angga, Dea merasa masih ditahap menyangkal bahwa Angga sudah tidak ada. Waktu itu ia rutin mengirimkan pesan ke handphone Angga walau ia tahu sang pemilik tidak mungkin akan membaca.Â
Bulan selanjutnya ia habiskan dengan keadaan mental yang masih kacau bersama dengan penyesalan, tetapi dengan bantuan orang sekitar dan tenaga ahli, ia dapat melalui fase itu. Setidaknya cukup untuk Dea bertahan hingga hari ini.
Beberapa kali Dea bahkan mendengar ocehan orang yang mengatakannya terlalu berlebihan akan sikapnya yang tak kunjung melepaskan kepergian pacarnya, bahkan beberapa kali ada pihak keluarga yang terang-terangan mengenalkan lelaki pilihan mereka untuk mengganti Angga dalam hati Dea.
Fase berduka orang itu berbeda-beda. Dea sendiri menilai bahwa dirinya membutuhkan waktu yang lama untuk melepaskan seseorang. Pikiran Dea menerawang pada dua bulan awal saat dirinya ditinggal Angga.Â
Setiap malam, ia akan menangis sampai tertidur dengan jaket yang belum sempat ia kembalikan karena Angga sudah pergi akibat kecelakaan itu.Â
Sekarang, jaketnya masih ia gantung di kamarnya dan tidak ia masukkan lemari. Dea belum seberani dan setega itu untuk mengemas semua memori tentang Angga.Â
Foto-foto dari kamera polaroid masih terpasang ramai di dinding kamarnya, begitu juga dengan pigura yang masih terpampang indah di mejanya.
Pikiran Dea malam ini melayang ke bulan lalu, ketika bunda mengetuk pelan kamar Dea tepat di jam 12 malam. Dea membuka pintunya dengan mata yang sembab
"Dea belum tidur? Habis nangis ya? Tadi Bunda lewat dan ada suara anak bunda yang nangis" Tanya bunda lembut. Bunda memang satu-satunya anggota keluarga yang memahami perihal kehilangan yang dialami Dea
"Dea, bunda paham kamu masih kehilangan sampai sekarang, tapi kamu harus terus maju ya, pelan-pelan pasti bisa, asal Dea juga bertekad dari diri Dea"
Malam itu dihabiskan dengan Dea bercerita tentang Angga kepada Bunda. Cerita yang masih tertinggal antara Dea dan Angga, kenangan mereka, dan janji yang belum sempat ditepati.
Dea kembali melihat seisi kamarnya, memang dipenuhi dengan kenangan bersama Angga. Kalau dipikir lagi, kenangan mereka adalah kenangan yang manis dan indah, kehilanganlah yang menggores luka.Â
Angga orang baik. Setidaknya mungkin Dea dapat mengenang Angga melalui hal-hal baik yang terjadi selama mereka bersama dulu.Â
Kalau Angga tahu Dea semenyedihkan ini, ia pasti akan marah besar. Angga merupakan sosok yang selalu menjaga Dea agar tidak terluka. Maka kali ini Dea yang harus belajar untuk membuat dirinya tidak terluka.
Besok tepat satu tahun lebih sehari pasca kepergian Angga, maka pilihan ada di tangan Dea. Mungkin Dea dapat mulai merangkak untuk mengikhlaskan Angga sepenuhnya.Â
Dea jadi ingin maju, karena ia sadar bahwa waktunya masih ada dan panjang kalau diberi Tuhan, sementara waktu Angga memang sudah terhenti. Dea tersenyum simpul. Harapannya sekarang hanya satu, untuk dapat hidup bahagia dan ikhlas.
Niscaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H