Mohon tunggu...
Stella Julia Cuanda
Stella Julia Cuanda Mohon Tunggu... -

Mungkin sudah karunia dan kewajiban saya menggunakan talenta saya dalam menulis, yang meskipun belum ada apa-apanya dibanding penulis lain, untuk menginspirasi orang yang membaca tulisan saya. Saya adalah Mahasiswa Prodi Desain Komunikasi Visual (DKV) jurusan Digital Cinematography di Universitas Multimedia Nusantara (UMN), yang memang masih satu keluarga dengan Kompas-Gramedia group. Jadi, saya pikir tidak ada salahnya mengirimkan tulisan saya kemari, hitung-hitung belajar dan tambah pengalaman. Siapa tahu kritik atau komentar pembaca ada yang dapat membangun saya nantinya. Salam :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kasus Roti Hangus

17 Januari 2011   19:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:28 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Mengapa seringkali hubungan kita dengan suami, istri, anak-anak, dan rekan-rekan kita membuat kita tertekan, tidak nyaman, dan merasa tidak dimengerti. Manusia memiliki 5 Kebutuhan Dasar untuk tetap hidup dengan bahagia:

Kasus Roti Hangus

Sebuah Refleksi Atas Pengalaman

Seorang Ahli Pendidikan (AP) bertanya pada 3 orang ibu yang ditunjuk dari para peserta sebuah pelatihan.


AP: "Misalkan suatu pagi Anda sedang menyiapkan roti bakar untuk sarapan suami Anda, tiba-tiba telepon berdering, anak Anda menangis, dan roti bakar jadi hangus.


Lalu suami Anda berkomentar: 'Kapan kamu akan belajar memanggang roti tanpa menghanguskannya?'


Kira-kira bagaimana reaksi Anda?"


Ibu 1: "Langsung saya lemparkan roti itu ke mukanya!"


Ibu 2: "Saya akan katakan padanya, 'Bangun dan bakar sendiri rotinya!'"


Ibu 3: "Saya rasa saya akan menangis."


AP: "Lalu bagaimana perasaan Anda terhadap suami Anda?"


Semua: "Marah, benci, dan merasa dianiaya."


AP: "Mudahkah bagi Anda untuk menyiapkan roti bakar lagi pagi itu?"


Semua: "Tentu saja tidak."


AP: "Dan jika suami Anda pergi bekerja, akan mudahkah bagi Anda untuk membereskan rumah dan belanja kebutuhan sehari-hari dengan lapang dada?"


Ibu 1: "Tidak. Saya akan merasa sumpek sekali sepanjang hari."


Ibu 2: "Saya tidak akan membeli apapun untuk keperluan hari itu."


AP: "Katakanlah bahwa roti itu memang hangus. Tetapi suami Anda mengatakan kepada Anda, 'Tampaknya pagi ini kamu lelah ya...sayang, Telepon berdering, anak kita menangis, dan sekarang roti hangus' Kira-kira apa reaksi Anda?


Ibu 1: "Saya tidak percaya bahwa yang berbicara itu adalah suami saya."


Ibu 2: "Saya akan merasa bahagia."


Ibu 3: "Saya akan merasa senang, dan saya fikir, saya akan memeluknya."


AP: "Mengapa Anda gembira? Bukankah anak tetap menangis, telepon berdering, dan roti sudah hangus...?"


Semua: "Kami tidak akan peduli dengan semua itu."


AP: "Lalu apa yang berbeda kali ini?"


Ibu 1: "Saya merasa suami saya baik sekali, karena tidak menyalahkan saya, melainkan memahami perasaan saya. Dia berpihak pada saya, bukan memusuhi saya."


AP: "Jika suami Anda pergi bekerja, akan mudahkah bagi Anda untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga?"


Ibu 2: "Saya akan melaksanakan tugas-tugas saya dengan senang hati."


AP: "Sekarang, mari kita bicara tentang suami tipe ketiga. Setelah roti itu hangus, ia memandang istrinya sambil mengatakan, 'Nih, saya ajari kamu cara membakar roti!'"


Semua: "Tidak. Suami macam itu lebih buruk lagi dari yang pertama, sebab ia menganggap saya dungu."


AP: "Bagaimana kalau apa yang suami Anda lakukan itu, Anda lakukan kepada Anak-Anak Anda dan Anak-Anak didik Anda?"


Ibu 1: "Sekarang saya mengerti tujuan membuka dialog ini. Saya memang selalu mengkritik anak-anak saya, anak-anak didik saya, tanpa saya sadari. Saya selalu mengatakan, 'Kamu sudah dewasa, sudah harus tahu bahwa apa yang kamu lakukan itu salah.' Saya sekarang tahu mengapa mereka marah dengan kata-kata saya."


Ibu 2: "Saya juga selalu mengatakan kepada anak-anak saya, anak-didik saya 'Biar saya tunjukkan padamu cara melakukan ini dan itu.' Dan sering kali mereka 'marah' saat mendengarnya.


Ibu 3: "Saya sering 'mengkritik' anak-anak saya & anak-didik saya. Hal itu menjadi hal yang biasa bagi saya. Dan saya sering mengulang-ulang kalimat yang dulu diucapkan orang tua dan guru saya kepada saya. Dulu, saya juga sangat tidak suka mendengar mereka mengatakannya."


AP: "Kalau begitu, mari kita cari tahu yang mungkin kita pelajari dari kasus roti hangus ini.


Apa yang membantu mengubah perasaan Anda dari 'benci' menjadi 'senang' terhadap suami Anda?"


Ibu 1: "Saya yakin sebabnya adalah karena suami TIDAK MENYALAHKAN saya, tetapi dia MEMAHAMI perasaan saya."

*Kebutuhan dasar manusia: Aman, Bernilai, DIPAHAMI, Dihargai, dan Dicintai.


Ibu 2: "TANPA MENCELA saya."

*Kebutuhan dasar manusia: Aman, Bernilai, Dipahami, DIHARGAI, dan Dicintai.


Ibu 3: "TANPA MENDIKTE saya."

*Kebutuhan dasar manusia: Aman, BERNILAI, Dipahami, Dihargai, dan Dicintai.


Setelah sampai pada yang dituju, ahli pendidikan itu mengatakan..


AP: "Sekarang Anda semua mengerti bahwa apa yang Anda inginkan dari suami Anda, itulah yang diinginkan pula oleh ANAK-ANAK KITA, anak-didik kita, suami kita, istri kita, dan rekan-rekan kita dari kita, yakni: PENGERTIAN dan EMPATI."


EMPATI


(c) 2004 Teks dr kiriman Steven Madyo Sukarto (Milis Living Values). Dr Slide MatKul Religiositas UMN, dibawakan oleh Alexander Aur, dibuat oleh Fidelis Waruwu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun