Mohon tunggu...
Stefi Rengkuan
Stefi Rengkuan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Lahir di Tataaran, desa di dekat Danau Tondano, Minahasa. Pernah jadi guru bantu di SD, lalu lanjut studi di STFSP, lalu bekerja di "Belakang Tanah" PP Aru, lalu di Palu, dan terakhir di Jakarta dan Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Rumampen', Nilai Juang Egaliter nan Seimbang Leluhur Minahasa, Tinggal Kenangan?!?

3 April 2022   01:40 Diperbarui: 10 April 2022   21:40 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MPA IX Kerukunan Keluarga Kawanua pimpinan Angelica Tengker telah berlangsung lancar aman secara hybrid, yakni offline dan online, di masa masih pandemi berlaku, demikian dilaporkan ketua panitia, Michael Lakat. Dibuka jam 10:00 dan ditutup 16:30, dan dalam Sidang MPK yang dipimpin Mayjen Ivan Pelealu, terpilih kembali Angelica Tengker sebagai Ketua Umum dan Benny Mamoto sebagai Ketua Dewan Pembina periode 2022 - 2027.

Dalam rangkaian acara sepanjang hari Sabtu ini, 2 April 2022, jelang ibadah puasa Ramadhan ini, telah diisi pelbagai acara, mulai dari prosesi adat, kata sambutan dan selingan puisi, lagu, dan musik instrumentalia, juga pemaparan makalah-makalah, sebelum memasuki acara inti 'musyawarah perwakilan anggota' semua pemegang hak suara itu sendiri yang menghasilkan pelbagai point pemahaman dan kesadaran, rekomendasi dan keputusan.

Berikut ini makalah yang menghantar peserta untuk memahami dan menyegarkan kembali nilai dan identitas leluhur Minahasa, yang dipresentasikan oleh Dr. Benni E. Matindas (BEM), dan dimoderatori Dr. Jerry Logahan, Ketua Litbang KKK, sejauh ditangkap secara live selama pemaparan sekitar kurang lebih 25 menit, dan dengan penafisiran dan pengembangan penulis sendiri.

1. Pembicara membuka makalah dengan mengajak kita melepaskan persepsi keliru dan rancu saat memikirkan apa itu budaya Minahasa. Antara budaya kekinian dengan sistem nilai masa lalu. Apa-apa yang pernah diyakini, dirayakan, dan dihidupi orang Minahasa masa lalu itu dalam hal sistem nilai bahkan peradabannya mesti relatif jelas terlebih dulu untuk bisa memahami apa yang ada sekarang. Singkatnya, kompetensi memahami budaya Minahasa mesti diletakkan pada bingkai perbandingan yang beorientasi ruang dan waktu.

2. Intelektual kawakan ini mulai pemaparan makalahnya dengan contoh konkrit untuk menarik fokus perhatian apa yang pernah terjadi di masa lalu orang Minahasa. Dia mulai dari perpustakaan Vatikan dengan sebuah buku  kisah perjalanan perintis misionaris awal yang menjelaskan ttg masakan Minahasa yang sudah exciting pada jaman itu. Jauh sebelum kolonialisme, minimal sekitar 1500 tahun lalu orang Minahasa sudah punya masakan yang begitu kaya bumbu. Karena itu Benni pernah bilang bahwa Indonesia tak heran dijajah oleh bangsa2 Eropa karena rempah-rempah itu yang mulai dikenal dan harganya sangat mahal di sana waktu itu.

3. BEM mengajak untuk kembali membandingkan fakta Minahasa ini dengan fakta Jerman (negara kuat dan maju sekarang di Eropa) yang pada tahun 600 masih barbar. Juga membandingkan dengan etnis di Nusantara, misalnya di bagian utara Sumatera. Sejarawan jg mencatat bahwa sudah di abad 20 awal kelompok tertentu di Batak itu masih makan orang. Peneliti sebelumnya menegaskan bahwa kebiasaan itu terpengaruh oleh salah satu sekte agama Budha deni alasan ritual, tapi kemudian dibuktikan ternyata makan karena kebutuhan akan gizi.

Nah, pada zaman dulu Minahasa hal makan sudah sampai pada level seni bukan lagi kebutuhan primer semata. Secara alamiah selera orang Minahasa dalam hal bumbu masakan memang masih bisa dilihat dari cara masak dan makannya. Diangkat contoh di Kakas, desa pinggir Danau Tondano, nama ikan kabos atau pior atau gabus itu sampai mempunyai 7 jenis penamaan dan terkait cara memasak, bukan taksonomi biologi ikan itu sendiri.

Walau ada adagium Romawi kuno de gustibus non disputandum est, soal rasa tak bisa diperdebatkan, namun fakta beragam penamaan nama jenis masakan ini menunjukkan tingkat kecerdasan mengolah bahan makanan dengan citarasa yang tinggi.

4. Pembandingan lain dengan menyebut contoh tentang perubahan kata kerja dalam bahasa Minahasa yang terhitung paling sofistikatif di dunia saking banyaknya. Bahasa Inggris yang hanya memiliki 9 perubahan kata kerja, dan itupun dibantu adanya irregular verbs. Lalu bahasa Yunani cuma punya 15 bentuk perubahan kata kerja.

Saking banyaknya, budayawan Remy Silado dan Benni Matindas pernah menghitungnya. Remy menyebut 22, dan Benni menemukan sampai 26 perubahan kata kerja itu. Kalau bahasa adalah penunjuk peradaban sebuah bangsa, maka bisa dibayangkan seberapa tinggi peradaban yang pernah dicapai orang Minahasa.

5. Apa penyebab adanya pencapaian peradaban di Minahasa sebegitu tingginya di nusantara bahkan dunia, Benni menyebut faktor utama adalah letak geografi alam Minahasa yang ada dalam pertemuan angin muson, yang membuatnya begitu subur, dan menjadi tempat hampir semua jenis hewan, tapi ada banyak yg sudah punah, salah satunya karena dikonsumsi masyarakatnya. Konsumsi makanan melalui proses mengolah yang bercitarasa tinggi dan beragam ini kiranya melahirkan manusia2 yang kreatif atas kenyataan hidup individu dan sosialnya, alam dan kekuatan transendentalnya.

6. Kalau idealitas nilai orang Minahasa demikian tinggi, mengapa masih ada bahkan marak fenomena "budaya" baku cungkel (saling menjatuhkan)?

Menjawab ini Benni mulai menyebut contoh faktual, a.l. organisasi yang selalu cenderung pecah bahkan beberapa. Benni menyebut sebuah organisasi tua di Manado yang pecah menjadi 7 organisasi. Disinggung juga KKK itu pecah, walau cuma dua, dengan insinuasi bahwa bukan tidak mungkin kedepan pecah sampai 7, sampai orang merasa puas atau bosan sendiri!

7. Akan tetapi semangat persatuan itu demikian tinggi, sudah ada dari dulu, sebagaimana dikisahkan ringkas oleh Max Rorimpandey dalam pemaparan sebelumya. Kisah awal mula terbentuknya KKK membuktikan semangat itu memang ada dalam darah dan naluri alamiah orang Minahasa. Dalam sejarah Indonesia dikisahkan juga bahwa organisasi terbesar kedua sesudah Syarikat Islam adalah Perserikatan Minahasa.

8. Kembali lagi apa penyebab suatu perpecahan dalam organisasi, di antara orang Minahasa sendiri. Salah satu jawaban, mengutip kata sambutan Ketum KKK, Angelica Tengker, bahwa pikiran menyempal, berpisah bahkan mengkhianati organisasi sebelumnya itu terjadi karena ideal-ideal yang belum atau tidak tercapai. 

Padahal persatuan dan kesatuan adalah *nilai tertinggi* dalam sistem budaya Minahasa. Penilaian (tertinggi) atas Nilai tersebut dilatarbelakangi evolusi natural, kultural, dan historikal. Apa yg selama ini disaksikan sebagai lawan dari nilai persatuan, yakni disintegrasi, baku cungkil, dsb., hanyalah distorsi yang niscaya terjadi ketika bentuk *ideal persatuan manusia (tou) Minahasa* tidak dicapai.

9. Benni memperdalam pembahasan  dengan membuat kategori persatuan itu dalam 4 jenisnya yang berlaku di dunia.

I.  Persatuan aksidental atau eventual, suatu persatuan kerumunan, terjadi saat peristiwa tertentu dengan berkumpul. Fenomena dan fakta ini di Minahasa bisa disebut pakasaan (dianterokan, disatukalikan), misalnya saat walak Tondano membuat acara, maka ada orang yang mengusulkan supaya sekalian saja dengan rukun Atep. Akan tetapi, kata pakasaan tidak dikenal sebagai sebuah sistim nilai budaya Minahasa, karena sifatnya yang insidental. (Periksa buku Ben Palar) Persatuan jenis ini paling rendah tingkat kohesinya, dan sifatnya eventual.

II. Persatuan kontraktual atau Gesellschaft,  istilah dari sosiolog Jerman untuk melukiskan organisasi berdasarkan kehendak rasional dan kesadaran tertentu. Di Minahasa misalnya ada yang disebut pinaesaan, minaesaan, mahesaan, dll.

III. Persatuan komunal atau organikal, hampir mirip di atas, namun lebih dalam lagi. Ibaratnya daun lepas dari rantingnya tidak ada artinya lagi, daun akan kering dan mati. Ketika terlepas dari hal berkomunitas, bahkan dalam hal hukuman berarti lepas dari ikatan batin, dan justru mati. Dalam bahasa Minahasa ada fam rampengan, atau lebih pas kita pakai kata rumempeng atau marempeng (ingat pisang susu sering ada yang marempengan), artinya saling menyatu secara alamiah, dan begitu terlepas tiada arti lagi.

IV. Persatuan eksistensial, bersatu berdasarkan naluri, seperti zoon politicon Aristoteles, tapi diramu dengan keputusan rasional, digabung dengan kebebasan dan hal2 eksistensial, dan di Minahasa itulah yang disebut rumampen.

10. Menurut peneliti yang sudah menjalani ketertarikan dan meneliti budaya Minahasa sejak masih muda ini, persatuan paling ideal rumampen ini sudah diterapkan nenek moyang Minahasa. Sebagai kata kerja 'rumampen' berarti "bersatu secara egaliter", dan menurunkan kata 'rampen' atau lebih tepat ra'ampen, juga tarumampen. Rampen sudah diartikan "rata". Begitu juga rumampen, ada kamus mengartikan "memotong pohon sampai di akar rata tanah". Dalam perkembangan kemudian ketika menjadi fungsi sosial untuk orang2 tertentu misalnya ada petugas ukur dengan kualifiaksi tertentu, nama itu diartikan sebagai fam.

Dalam Tontemboansche Wordenboek, karya besar Schwarz, yang sudah disalin dalam bahasa Indonesia juga oleh Yayasan yg dipimpin Dr. Benny Mamoto, kosa kata ini: rampen, rumampen, tarumeimpen hanya ditulis, tapi tak dijelaskan sebagaimana entri yg lain, tanda tak bisa dilacak karena tidak mampu mengerti akar budaya lagi.

11. Pada jaman itu belum ada pembakuan kata, lanjut Benni, maka diyakini sebenarnya kata tarumampen atau tepatnya 'tarumeimpen' lebih dekat dengan nama Opo yang bersemayam di ujung dahan untuk menggambarkan orang ini sangat seimbang, adil dan tegas.

Singkat kata tarumeimpen ini berasal dari kisah tentang bagaimana orang Minahasa bersatu secara egaliter. Maka Benni setuju dengan Remy yang mengatakan ciri egaliter di Minahasa dan terungkap dalam istilah yang dipakai. Misalnya Remy menyebut sampai hubungan seksual yang begitu intim pria wanita dewasa itu disebut bakucuki atau mawe'an, saling memberi dengan bebas dan mandiri. Bila dibandingkan beberapa bahasa budaya lain yang mengesankan hubungan intim justru menjadi sangat sepihak partiarkal, misalnya dalam istilah menggagahi, membuahi, dll.

(Pada akhirnya, karena waktu terbatas, maka pembicara langsung mengambil kesimpulan dan rekomendasi.)

12. Adalah panggilan kesejarahan kita bersama orang Minahasa untuk mewujudkan rumampen, dengan selalu melihat kenyataan itu sendiri.

Misalnya orang saleh tidak boleh jadi pemimpin.

Apa maksudnya? Bisa jadi, lepas dari konteks perpecahan organisasi orang Minahasa yang salah satunya melibatkan para pemimpin rohani, baik tertahbis maupun tidak, Benni hanya mengajak kita melihat dan belajar dari kenyataan yang sudah terjadi.

Ambil dari sejarah perang Tondano, misalnya. Pada saat orang Tondano sudah sudah sangat membenci orang Belanda sejak 1699 dan memuncak lalu pecah perang tahun 1800 dengan penguasa Belanda. Hanya karena mereka mengeluarkan ordinansi pelarangan hukum toktoken yang dianggap tidak etis di beberapa walak Minahasa.

Hukum 'toktoken' ini yakni mencincang para pengkhianat oleh orang Belanda dinilai tidak manusiawi, (dari perspektif nilai Eropa, katakanlah secara rohaniah Kristen). Orang Tondano dan para kepala walak waktu itu marah, karena pelarangan itu dianggap mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Jadi, sebenarnya perang besar itu tidak akan terjadi kalau tidak dibenturkan, katakan saja antara urusan rohaniah dan duniawiah itu!

Juga dari fakta sejarah ini hendak digarisbawahi adalah mengapa sifat pengkhianat itu merupakan kebencian eksistensial bagi orang Minahasa. Soal caranya hukuman diberlakukan itu adalah bungkusnya saja, yang sekarang tentu sudah ditinggalkan, menunjukkan nilai yang diyakini, dirayakan secara ritual, dan berusaha dihidupi dalam kehidupan bermasyarakat.

14. Itulah pengertiannya, bahwa apapun juga ke arah itulah orang Minahasa mesti berperistiwa dan berproses bila ingin mengembalikan jatidirinya. 

BEM tak lupa juga berusaha mengaitkan inti pembicaraannya dengan pembicara sebelumnya, Dr. Hartono (mewakili Dirjen Kesbangpol Kemendagri) yang berbicara antara lain tentang proses ekonomi yang menyadarkan orang Indonesia akan kekuatan-kekuatan raksasa penggerak dan pengeruk di balik itu. 

Kalau ekonomi adalah upaya manusia utk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah seputarnya, maka untuk memenuhi kebutuhan itu orang Minahasa menjadi sangat kreatif apabila dikembalikan semua kepada nilai-nilai luhur itu.

Berproses untuk memenuhi segala kebutuhan dan menyikapi segala permasalahan kehidupan dengan semangat yang jujur dan adil, dalam pengertian luas dan sempitnya. Semuanya soal ukuran yang diberlakukan pada tempat dan situasinya masing-masing.

15. Pengertian kosa kata di atas dan penjelasan penerapannya di atas, makin dipertegas juga oleh pengertian lain tentang kata rumampen itu: "membuat sesuatu sampai ke akar atau dasarnya". Ini jelas sebuah eksistensialisme hidup ala Minahasa yang bernada metafisik, yang mengajak manusia untuk terus bergerak bahkan sampai ke dasar-dasar yang sekaligus mendorong manusia melejit sampai ke ujung manapun. 

Back to basic, kembali ke dasar ini hanya mungkin dan menjadi bermakna dalam bingkai dan orientasi nilai yang lebih tinggi sambil tetap berpijak dalam kenyataan kehidupan, yang sudah dan terus berjalan ini sampai akhir dunia. 

16. BEM sesunguhnya hendak menegaskan bahwa penjelasan etimologis dan morfologis ini, sepanjang sesuai dengan batas-batas faktual, ditujukan untuk diseminasi, yakni penelusuran bahasa pada makna asalnya itu menggali nilai filosofis aslinya.

Tetapi ke depan, kitalah yang mengkonstitusikan makna untuk kata yang kita jadikan representasi. Kitalah pembuat kebudayaan. Kitalah pembuat sejarah kita sendiri, demi masa depan yang dicita-citakan para leluhur kita dari masa lalu.

17. Dapa sayang sekali bila warisan nilai peradaban tinggi ini tinggal menjadi tinggal kenangan saja di masa lalu. Mati tergantikan oleh kecenderungan egoistik tak teratur dan menyesatkan diri dan umat manusia di jalan kehidupan.

Namun Praksis berMinahasa itu ada dalam usaha dinamis komunitas bersaudara (matuari) dan individu unggul (tona'as) nya untuk terus menyeimbangkan tegangan antara nilai-nilai normatif dengan pelaksanaan nyata di lapangan. Hidup mesti terus bergerak kedepan, apapun kenyataannya, supaya keseimbangan serta tentunya kemajuan selalu terjadi.#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun