Sudah sejak jaman sebelum Masehi pun, di Romawi, filsuf Cicero sudah meniadakan agama dan segala unsur subyektif sistem keyakinan dari hukum negara.Â
Dan sejarah mencatat Kekaisaran Romawi kemudian menjadi negara yang kuat menguasai dunia peradaban yang sangat luas, dan kemudian menjadi rujukan segala hukum yang mempengaruhi dunia peradaban Barat bahkan mondial melalui kolonialisme dan kristianisme khususnya.
Kalau sekarang di Indonesia, agama dimunculkan lagi, kiranya menjadi tanda bahwa sistem etika dan filsafat yang bersifat universal itu telah gagal.
Setiap hukum itu punya asas, norma, kaidah yakni dasar filosofis.Â
Adalah wajar kalau setiap ideologi (sebagai sistem filsafat) selalu akan masuk, misalnya pada jaman Nasakom Orde Lama, sewaktu PKI ada dalam lingkaran kekuasaan, ada banyak pengaruh unsur ideologi komunisme, selain unsur nasionalis dan agama, yang mewarnai undang-undang jaman itu. Dan pada saat Orde Baru berkuasa, semua anasir idiologi itu dibasmi sampai ke akar-akarnya. Penerapan ya begitu ketat sampai-sampai ke segala sudut terkecil peraturan dan penerapan ya.
Maka, belajar dari sejarah dan filsafat dunia, solusi atas "kebuntuan abadi" rancangan Kuhp ini sesungguhnya sederhana saja, yakni jalankan saja hukum itu tanpa tambahan dan intervensi lain-lain yang sifatnya parsial?!!
Dengan itu kehidupan publik masyarakat serta perkembangannya bisa terus berjalan, bila hukum murni dijadikan patokan dan arah. Life must go on, apapun tuntutan identitas sosial dan problematiknya, yang sulit untuk diadopsi tanpa menyulitkan sistimatisasi sebuah hukum yang berlaku untuk semua, tanpa terkecuali.
Adanya ketidakasasian dalam sistem hukum ini akan terus menyebabkan tidak pernah selesainya rumusan hukum, sedangkan kalau dipaksakan untuk tetap diundangkan justru akan menimbulkan ketidakadilan.
Jeremy Bentham pernah berpendapat bahwa yang dihukum hanyalah yang menjahati dan merugikan orang, negara. Maka zinah misalnya tak boleh dihukum karena tidak ada yang dirugikan di antara dua pihak yang suka sama suka dan saling mencintai dan hidup normal.
 Ini adalah reaksi atas agama yang pernah begitu mengungkung hidup sosial dan personal masyarakat Barat jaman itu.Â
Saking drastisnya pernyataan Bentham, maka itu disebut hukum yang radikal saat itu. Sebagai anti tesis atau reaksi melingkar balik boomerang pada kebenaran universal yang tak berlaku lagi.