Mohon tunggu...
Stefi Rengkuan
Stefi Rengkuan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Misteri kehidupan itu karena kekayaannya yang beragam tak berkesudahan

Lahir di Tataaran, desa di dekat Danau Tondano, Minahasa. Pernah jadi guru bantu di SD, lalu lanjut studi di STFSP, lalu bekerja di "Belakang Tanah" PP Aru, lalu di Palu, dan terakhir di Jakarta dan Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia Terformat untuk Terarah pada Kebenaran

7 Oktober 2019   06:51 Diperbarui: 8 Oktober 2019   12:34 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(bagian ini tersambung dari bagian pertama: Bennie E. Matindas: "Hopeless, R-KUHP Sudah Rusak di Dasarnya". Focus On Discussion ini diselenggarakan oleh D*LIGHT Institute dan Yayasan Leno, Sabtu 5 Oktober 2019 kemarin di House of D*Light Mandala Tomang Jakarta.) 

Mengutip filsuf teolog skolastik Thomas Aquinas, Bennie akhirnya menyebut optimisme dasariah untuk sebuah tatanan hukum. Bahwa manusia diformat oleh Pencipta utk menerima kebenaran, siapapun manusia itu dengan latar kepercayaan dan agama, bahkan sekular dan ateis sekalipun, tak luput dari hukum kodrat yang dalam filsafat Aquinas tidak mungkin bertentangan dengan hukum Ilahi.

Dalam kasus rancangan undang-undang pidana yang problematic karena secara fundamental sudah rusak dirusak itu, Bennie berani memperlihatkan apa dan mengapa sebuah dasar universal itu kehilangan isi inti dan energi dasarnya. 

Nullum delictum di pasal pertama adalah prinsip dasar sebuah kitab undang-undang hukum pidana yg umum berlaku di dunia: siapapun yang jahat akan dihukum! Tapi pasal ini disalib di tikungan oleh unsur agama. 


Tapi asas legalitas itu sekarang dimasuki oleh hukum tak tertulis termasuk hukum agama. Seolah agama bisa memaksakan atau menganulir sebuah hukuman?!

 Memang fakta dan upaya ini sebenarnya wajar saja terjadi dan bahwa akan ada yang merasakan adanya ketidakadilan. 

 Karena itu, misalnya, sampai hari ini kelompok fundamentalis agama di Amerika, yang menjadi kampiun demokrasi dan hukum sekular, toh tetap berjuang memasukkan unsur agama Kristen sebagai mayoritas dalam undang-undang negara, walau hampir seluruh negara bagian sudah menolaknya.

Padahal dalam hukum internasional, agama tidak termasuk sebagai unsur yang bisa membatalkan penegakan hukum terkait HAM misalnya. 

Karena persoalannya, kalau unsur agama dimasukkan, pertanyaan kritis nya agama apa, bahkan aliran apa, dan tafsir yang mana? Demikian plural dan perspektif terkait agama ini saja.

Contoh, denominasi gereja Protestantisme  saja, sejak dipicu oleh Marthin Luther di Jerman pd abad ke-16 terhadap gereja Katolik Roma yang begitu berkuasa waktu itu, -- hampir 3 juta kelompok aliran (banyak yang sudah menghilang atau bereformasi menjadi lain, entah karena kekurangan duit atau masalah kepemimpinan, dll.) dengan ajaran dan tafsirnya masing-masing yang tidak sejalan. 

Mereka bahkan saling menentang, bahkan saling mengkafirkan dengan segala implikasi ya, termasuk sampai jatuh korban konflik berdarah-darah! Amerika Serikat itu adalah negara yang berdiri karena salah satunya oleh para pendatang yang tercabik-cabik dalam konflik teologi membabi buta di tanah biru Eropa jaya wijaya. Antara Katolikisme dan Protestantisme, dan antar denominasi gereja-gereja serta mashab teologi yang sangat beragam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun