Dalam sebuah kotbahnya di suatu peringatan hari buruh tepatnya setahun yang lalu di Katedral Jakarta, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Kardinal Ignatius Suharyo  mengatakan Bekerjalah untuk mewujudkan martabat manusia.
Mgr. Ignatius Suharyo yang juga adalah Uskup Agung Jakarta itu menjelaskan soal bekerja menurut keyakinan Kristiani bahwa manusia yang bekerja terdiri dari badan, jiwa, dan roh.
Selanjutnya dijelaskan bahwa l itulah yang namanya antropologi kristiani bahwa seorang bekerja untuk :
Mencari Nafkah
Seseorang yang bekerja mencari nafkah agar kebutuhan jasmaninya terpenuhi.
Memenuhi Kerinduan JiwaÂ
Kerinduan jiwa manusia di dalam bekerja itu akan terpenuhi kalau melalui pekerjaan ia mampu mengaktualisasikan dirinya, bekerja sesuai dengan pilihannya, bekerja sesuai dengan cita-citanya.
Tetapi tidak jarang karena kompleksitas masalah pekerjaan, kurangnya lapangan kerja, terbatasnya kemampuan dan sebagainya, tidak sedikit dari antara kita yang terpaksa melakukan pekerjaan yang tersedia namun tidak sesuai dengan pilihan kita.
Dengan demikian, pekerjaan yang kita laku bukan menjadi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri, tetapi sebatas mencari nafkah karena bekerja di dalam bidang yang tidak kita cita-citakan.
Misalnya seseorang ingin bekerja di dalam bidang pendidikan tetapi karena terpaksa, tidak ada lapangan sebagai pekerja pendidikan, ia terpaksa melakukan pekerjaan apapun yang tersedia.
Mgr. Ignatius Suharyo mengatakan  titik itulah  yang akan memberikan makna kepada pekerjaan, apapun itu, kalaupun harus terpaksa bekerja dalam pekerjaan yang tidak diiinginkan, sebagai orang beriman kita diundang bekerja untuk memenuhi kerinduan rohani kita, mewujudkan martabat manusia.
Hari ini sebagai Peringatan  Hari Buruh Internasional  atau May Day telah melalui sejarah yang panjang dan dirayakan secara berbeda pula oleh berbagai negara di dunia sesuai dengan budaya dan tradisi setempat.
Indonesia, peringatan Hari Buruh dimulai pada  era kolonial tepatnya tanggal 1 Mei 1918 oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee.
Dasar penetapan  hari buruh di Indonesia, muncul setelah tokoh kolonial Adolf Baars mengkritik harga sewa tanah milik kaum buruh yang terlalu murah untuk dijadikan perkebunan, dan upah yang tak layak.
Setelah Indonesia merdeka, Â pada 1 Mei 1946 kabinet Sjahrir menganjurkan peringatan May Day tersebut.
Hal tersebut ditetapkan dalam Undang-undang nomor 12 tahun 1948. Dalam Undang -- undang tersebut termaktub ketetapan bahwa  setiap tanggal 1 Mei buruh mendapat libur.
Undang-undang tersebut juga mengatur perlindungan anak dan hak pekerja perempuan. Sayangnya, di era Orde Baru perayaan hari buruh dilarang keras karena identik dengan paham komunis.
Pada jaman reformasi, BJ Habibie sebagai presiden pertama di reformasi melakukan ratifikasi konvensi ILO Nomor 81 tentang kebebasan berserikat buruh.
Pada 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan hari buruh sebagai hari libur nasional.
Dilansir laman Kemnaker, di Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah pekerja atau buruh, Hari Buruh dirayakan dengan berbagai kegiatan buruh, seperti long march, teatrikal, dan aksi-aksi lainnya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H