"Siap, Ra!"
Mereka mulai melangkahkan kaki, keberadaan mereka mulai menghilang dari tempat awal mereka bercengkrama. Namun desis-desis hina bermunculan saat mereka telah pergi dari sana. Mereka selalu saja diremehkan oleh para mulut jalang yang tak kenal lelah dengan lontaran asu mereka. Bahkan si mulut jalang tak segan melakukan hal kotor yang membuat mereka berdua terangkap dalam jaring-jaring racun yang mereka buat untuk menjerat kedalam lembah kotor, lingkaran mereka.
Cacian, hinaan, serta perlakuan bangsat selalu saja menghampiri. Mereka masih kukuh untuk menghadapinya. Bahkan mereka benar-benar tak ambil pusing dengan hal itu. Mereka berdua selalu melontarkan canda tawanya yang hambar. Rasa yang belum tertabur, sangat terasa nyata. Tapi, tetap saja kan? Tak ada yang mau menabur aneka rasa yang belum tercampur.
***
"Cut! Mana adegan tentang pertemuan dengan seorang pemuda tadi? Mengapa kau melewatkannya?"
"Ah, maafkan aku yang pelupa. Yang ku ingat setelah menuju ke rumahnya untuk mengambil semua volume novel itu hanya sekedar ke bukit belakang vila itu. Lalu, setelahnya aku sama sekali tak ingat dengan dialog milikku. Maafkan aku!"
"Kau selalu saja menjadi pengacau! Ayo hafalkan naskahmu, dan jangan lupa dengan alurnya. Kau menghancurkan reputasi yang sudah ku bangun dengan baik! Dasar jalang!"
"Baik, akan aku ingat kembali dialog milikku. Maaf, aku tau semua ini kesalahan yang fatal! Aku dapat mengingatnya secepat kilat kalau kau mau. Maaf!'
"Serah kau saja!"
"Ara, ayo! Akan aku bantu untuk mengingat dialogmu!"
"Terima kasih, kau sangat membantuku!"