Bram melepaskan pelukannya, melangkah menuju pintu dan hilang di balik pintu kayu jati yang khusus ditempa kepada ahli pahat, dengan ukiran yang cukup megah. Yani masih tertegun dengan kejadian yang begitu cepat itu, sebentar dia menyadari apa yang telah dilakukan Bram kepadanya, buru-buru dia menghapus bibirnya, seolah ada bekas di sana, dan ia mau menghapusnya seolah-olah agar tak ada seorangpun yang tahu. Dengan gontai namun takut ia berjalan menuju kapel di lantai dua, di mana para suster yang lain telah mendahuluinya. Sampai di pintu kapel pun ia masih cemas, jangan-jangan tadi ada yang melihat dia dengan Bram. Beberapa detik kemudian, dia hanyut dalam doa. Banyak yang dia minta kali ini, kalau hari-hari sebelumnya dia mendoakan orang lain, hari ini beda, dia berdoa untuk dirinya sendiri dan mas Bram-nya yang dulu mengisi hari-harinya.
Hari berlalu, bulan berganti, tahun susul-menyusul telah dia lalui tanpa gangguan Bram, mungkin Bram telah kapok dibuatnya, tapi tidak begini caranya, dengan tidak memberi kabar, Bram lenyap begitu saja. Sebenarnya di dalam lubuk hatinya yang paling dalam, dia menginginkan kedatangan Bram, sekedar melepas kangen, atau setidaknya dia tidak putus komunikasi dengan Bram yang akan dianggapnya sebagai teman itu. Perasaan bersalah, pelan-pelan merasuki dirinya. Tapi itulah Yani, dia tidak pernah berusaha mencari Bram lagi, dia hanya bisa menunggu kedatangan Bram ke komunitasnya.
Tiba-tiba Yani begitu merindukan Bram, sampai ada niat untuk meninggalkan biara yang ia cintai ini, pergolakan demi pergolakan dilaluinya dengan ketegangan yang tak berarti, selama ia tidak mengambil tindakan ia akan tetap seperti ini, gundah, gamang, galau, dilemma, keadaan seperti ini seperti buah simalakama, tapi ia harus mengorbankan salah satunya, tidak boleh mengambil sekaligus dua, itulah pilihan walau berat tapi mesti dipilih kalau tidak mau dibilang serakah.
Doa-doanya selalu didaraskan penuh khidmat, lama kelamaan kerinduannya kepada Bram membuat ia menjadi semakin rindu akan panggilan hidupnya yang sekarang, biarawati. Itulah Yani ups Suster Angelica, yang awalnnya gundah kini semakin yakin dengan pilihannya.
Indonesia, 2009- 25 Juni 2016
Tomson Sabungan Silalahi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H