Malam pun tibalah, aku baru saja makan malam, dengan menu yang sama, hm. Kemudian aku mulai melirik ke atas, langit begitu mendung, terasa lebih gelap malam ini, tidak seperti hari-hari sebelumnya, aku merasa lebih kedinginan, namun aku tetap berharap, mendung akan segera berlalu, bintang-bintang segera bermunculan, hingga ada satu bintang jatuh yang akan mempercepat permohonanku terkabul. Namun, kabut tidak mau pergi.
Malam berikutnya, semoga tidak sedingin semalam. Tapi masih saja terasa lebih dingin.
Malam berikutnya, semoga tidak semendung semalam. Tapi masih saja begitu gelap, bintang tidak ada yang berani muncul, takut hujan, mungkin.
Semoga malam ini malam keberuntunganku, dari pagi aku sudah berdoa, sampai makanpun tidak selera, hehehe, bohong deng! Peace!!!
Menerawang jauh ke langit yang luas, terang, tidak seperti malam-malam yang lewat. Bintang, ayo jatuh. Huh…, langit begitu tenangnya, mana mungkin ada bintang yang jatuh tanpa tiupan angin, sepertinya tidak ada angin di atas sana, bagaimana bintang bisa jatuh? Angin, jatuhkan bintang untukku! Harapku. Malam ini tidak ada bintang yang jatuh.
Malam ini, semoga tidak mendung, dan bintang ada yang jatuh. Benar saja, dalam keputus asaanku tiba-tiba kulihat di atas sana ada bintang jatuh, seperti api yang sedang terbang, iya yang kudengar ciri-cirinya begitu, seperti ada ekornya, mulutku mulai komat-kamit, doaku kupanjatkan, hihihi, semoga cepat-cepat terkabul, hingga aku akan segera menikah.
Masa pubertasku adalah masa yang paling sulit bagiku, karena khayalan-khayalan itu selalu mengganguku, di dalam mimpi-mimpikupun selalu datang mengusikku.
Sekarang, aku merasa sudah tumbuh menjadi gadis yang dewasa yang siap dinikahkan. Benar saja, setelah makan siang, ibuku membawa beberapa orang menghampiriku aku, eh…, ada pemuda tampan di depan mereka, dia kah yang akan menjadi suamiku, yang akan menjadi ayah dari anak-anakku? Semoga saja, wah…, gagahnya dia, hiks, bulunya lebat, macho abis. Setelah berbincang beberapa saat, mereka meninggalkan kami berdua di kamar.
Dia mulai mendekatiku, aku sedikit malu, agak menjauh, walau mau. Tanpa menyerah, dia mulai mendekatiku lagi, aku tidak bisa lari lagi, dinding beton kamarku menghalangiku, aku tersudut, tapi senangnya minta ampun, dia mulai menciumiku. Maaf…, gunting sensor harus bekerja.
Hari-hari begitu indah setelah kedatangannya, beberapa kali kami dipertemukan, hingga aku melahirkan beberapa anak hasil dari pernikahan kami. Oh iya, sebelum aku melahirkan anak-anakku, ibuku merawatku dengan begitu telaten, hingga anak-anakku lahir dia selalu menjagaiku, aku dituntunnya bagaimana merwat bayi-bayiku dengan baik, sebelum kelupaan, anakku kembar lima loh, mereka lucu-lucu, dua mirip ayahnya tampan-tampan, tiga lagi mirip aku cantik-cantik.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun pun silih berganti. Tidak terasa anak-anakku sudah tumbuh menjadi begitu besarnya, kedua putraku sudah tumbuh menjadi pemuda tampan, mirip ayah mereka, pun kedua putriku, tumbuh menjadi gadis yang cantik-cantik.