Mohon tunggu...
Tomson Sabungan Silalahi
Tomson Sabungan Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pembelajar!

Penikmat film dan buku!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasibnya adalah Harapan

13 Juni 2016   23:04 Diperbarui: 7 Juli 2016   01:25 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak tahu siapa orangtuaku, saya diadopsi keluarga ini semasa kanak-kanakku. Jadi, jangan bilang aku anak durhaka karena tidak mengenal orangtuaku! Bukan aku tidak ingin mencari orangtua kandungku, mungkin kalian mengira aku sudah terlalu nyaman dalam asuhan keluarga ini, makan selalu tepat waktu, kalau perut terasa sakit tanda lapar, saya tinggal merengek dan kalau makanan datang terlalu lama aku biasanya tinggal menjerit, makanan sudah langsung datang menghampiriku, dibawakan oleh ibu asuhku.

Seperti wanita normal lainnya, saya mulai mengalami masa pubertas. Saya pernah dengar sekali, ketika putri tetanggaku lagi bercengkerama di samping kamarku bersama dengan teman sekelasnya tentang pubertas, mungkin itu mereka pelajari di sekolah mereka. Kebiasaanku adalah nguping pembicaraan orang, katanya sih tidak baik, tapi daripada aku hanya bingung sendiri?

Mengenai pubertas, yang aku dengar, katanya kalau pada masa pubertas kita sering bermimpi tentang seseorang yang kita sukai, sering berkhayal jalan berduaan dengannya, sering senyum-senyum sendiri, tidak jarang katanya jadi narsis sendiri, ya, itu lah istilahnya.

Tapi, hari-hariku jadi terasa membosankan, aku, oleh ibu pengasuhku tidak diberi keluar kamar, katanya nanti bisa-bisa dijagal, takutlah aku. Aku hanya bisa menanti, tentu saja dalam penantianku ini ada harapan besar yang menaungiku.

Dalam harapan-harapan hidupku ini, aku selalu berdoa semoga jodohku nanti adalah yang gagah perkasa, berbulu lebat, katanya kalau berbulu lebat kelihatan macho, aku sih belum pernah lihat, terus… pengertian so pasti, berkepribadian, eh tunggu dulu, bukan yang punya mobil pribadi atau rumah pribadi, itu sih gak penting untukku, xixixi, kayaknya lebih romantis kalau kita berdua jalan berdampingan, oh ya, aku ingat katanya je je es itu asyik, jalan jalan sore loh, apalagi ditemani lembayung sutra. Mudah-mudahan nanti dia bisa menjagaku kalau nanti aku sudah keluar dari kamar ini tentu saja setelah dipinangnya, agar aku tidak dijagal, entah kenapa, aku takut sekali dijagal, mencertitakannya saja sudah ngeri.

Malam ini, penuh bintang, semoga ada yang jatuh, kudengar bahwa kalau sedang jatuh bintang kemudian kita memanjatkan harapan kita, pasti akan segera terkabul, sepuluh menit, dua puluh, tiga puluh, satu jam, sampai tengah malam, langit semakin terang bercahaya, indah sekali. Belum ada bintang yang jatuh. Aku mulai rebah lagi, ah siapa tahu sebentar lagi, setengah malas kutilik langit di atas. Akhirnya, tidak ada juga. Kuputuskan untuk tidur saja, berharap besok malam langit akan penuh dengan bintang lagi dan ada satu bintang yang jatuh. Sebelum tidur, aku sempat bertanya dalam hati, kira-kira besok sarapan apa, mudah-mudahan tidak seperti hari-hari sebelumnya, menunya itu-itu saja, agaknya ibu pengasuhku kurang pandai memasak.

Sepertinya aku tidur terlalu nyenyak, tidak seperti hari-hari yang lewat, sekarang aku terlambat bangun. Sarapan sudah di sampingku, masih hangat, thanks God, you are so good. Aku melahapnya dengan sedikit terburu-buru, yah… kebiasaanku memang begitu, makanya ibu pengasuhku senang menyaksikanku kalau sedang menyantap makanan yang disuguhkannya padaku, kadang, punggunggku sambil dielus-elusnya, senang rasanya kalau sudah dielus serasa aku bukan anak pungutnya. Tapi, kali ini dia tidak sedang menyaksikanku, dia sudah pergi, entah ke mana, kalau pagi-pagi begini biasanya bajunya selalu rapi. Jangan Tanya ke mana, aku tidak bisa menjawabmu.

Akhirnya, semua sarapanku ludes, tak bersisa, bersih, tinggal piring besarku yang tinggal, kenyang sudah. Oh…ow…ow…, mungkin karena inilah ibu pengasuhku, akh, kenapa harus ibu pengasuh, dia kan sudah terlalu baik, sekarang saya mau menyebutnya ibu kandung, kita ulang yah. Oh…ow…ow…, mungkin karena inilah ibu kandungku tidak pernah mengganti menu sarapan pagiku, karena aku selalu menghabiskannya tanpa sisa sedikitpun, mungkin dikiranya bahwa menu itu adalah menu favoritku. Yah…, bisa saja seperti itu, kenapa baru terpikrikan yah? Bodonya aku. Hmm…, besok aku akan menyisihkan sedikit sarapanku, atau, aha…, menu makan siangku saja kusisakan!

Setelah sarapan, biasanya aku bingung lagi mau berbuat apa. Tiba-tiba suara Iis Dahlia melambai-lambai di telingaku yang agak lebar ini, tiba-tiba suara si Christian Bautista terdengar samar-samar di telingaku, the way you look at me…,sedikit kesal sih gelombangnya diganti, tidak tahu siapa yang mengganti, mungkin anaknya, tapi tidak apa-apa, lagunya romantis abis. Romantis, setidaknya itulah yang kudengar dari anak-anak yang kebetulan ngerumpi di samping kamarku.

Kudengar langkah ibuku, dia membawa makan siangku, wah…, tiba-tiba jadi lapar sekali, mencium baunya saja air liurku mulai berjatuhan, masih menu sebelum-sebelumnya tapi tetap saja menggiurkan. Langsung saja kusantap, eits…, kuingat akan rencanaku tadi pagi, aku akan menyisahkan sedikit, kemudian kusisakan sedikit, mungkin menunya akan berganti setelah ini kulakukan.

Melewati hari-hari dengan sisa makanan di sampingku berat juga, menunggu malam tiba, sebelum makan malam aku mulai tergoda dengan sisa makananku tadi siang. Makan tidak yah? Air liurku berjatuhan lagi, waduh…, ampun, kagak nahan, makan saja ah, tersiksa sekali, cita-citaku itu kuurungkan saja, ibu sudah begitu baik merawatku, kenapa aku harus minta yang macam-macam lagi, aku tidak mau menyusahkan ibuku dengan permintaanku yang bukan-bukan ini, lagian bukannya makananku selama ini juga begitu lezat? Yah, biarlah ku syukuri apa adanya.

Malam pun tibalah, aku baru saja makan malam, dengan menu yang sama, hm. Kemudian aku mulai melirik ke atas, langit begitu mendung, terasa lebih gelap malam ini, tidak seperti hari-hari sebelumnya, aku merasa lebih kedinginan, namun aku tetap berharap, mendung akan segera berlalu, bintang-bintang segera bermunculan, hingga ada satu bintang jatuh yang akan mempercepat permohonanku terkabul. Namun, kabut tidak mau pergi.

Malam berikutnya, semoga tidak sedingin semalam. Tapi masih saja terasa lebih dingin.

Malam berikutnya, semoga tidak semendung semalam. Tapi masih saja begitu gelap, bintang tidak ada yang berani muncul, takut hujan, mungkin.

Semoga malam ini malam keberuntunganku, dari pagi aku sudah berdoa, sampai makanpun tidak selera, hehehe, bohong deng! Peace!!!

Menerawang jauh ke langit yang luas, terang, tidak seperti malam-malam yang lewat. Bintang, ayo jatuh. Huh…, langit begitu tenangnya, mana mungkin ada bintang yang jatuh tanpa tiupan angin, sepertinya tidak ada angin di atas sana, bagaimana bintang bisa jatuh? Angin, jatuhkan bintang untukku! Harapku. Malam ini tidak ada bintang yang jatuh.

Malam ini, semoga tidak mendung, dan bintang ada yang jatuh. Benar saja, dalam keputus asaanku tiba-tiba kulihat di atas sana ada bintang jatuh, seperti api yang sedang terbang, iya yang kudengar ciri-cirinya begitu, seperti ada ekornya, mulutku mulai komat-kamit, doaku kupanjatkan, hihihi, semoga cepat-cepat terkabul, hingga aku akan segera menikah.

Masa pubertasku adalah masa yang paling sulit bagiku, karena khayalan-khayalan itu selalu mengganguku, di dalam mimpi-mimpikupun selalu datang mengusikku.

Sekarang, aku merasa sudah tumbuh menjadi gadis yang dewasa yang siap dinikahkan. Benar saja, setelah makan siang, ibuku membawa beberapa orang menghampiriku aku, eh…, ada pemuda tampan di depan mereka, dia kah yang akan menjadi suamiku, yang akan menjadi ayah dari anak-anakku? Semoga saja, wah…, gagahnya dia, hiks, bulunya lebat, macho abis. Setelah berbincang beberapa saat, mereka meninggalkan kami berdua di kamar.

Dia mulai mendekatiku, aku sedikit malu, agak menjauh, walau mau. Tanpa menyerah, dia mulai mendekatiku lagi, aku tidak bisa lari lagi, dinding beton kamarku menghalangiku, aku tersudut, tapi senangnya minta ampun, dia mulai menciumiku. Maaf…, gunting sensor harus bekerja.

Hari-hari begitu indah setelah kedatangannya, beberapa kali kami dipertemukan, hingga aku melahirkan beberapa anak hasil dari pernikahan kami. Oh iya, sebelum aku melahirkan anak-anakku, ibuku merawatku dengan begitu telaten, hingga anak-anakku lahir dia selalu menjagaiku, aku dituntunnya bagaimana merwat bayi-bayiku dengan baik, sebelum kelupaan, anakku kembar lima loh, mereka lucu-lucu, dua mirip ayahnya tampan-tampan, tiga lagi mirip aku cantik-cantik.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun pun silih berganti. Tidak terasa anak-anakku sudah tumbuh menjadi begitu besarnya, kedua putraku sudah tumbuh menjadi pemuda tampan, mirip ayah mereka, pun kedua putriku, tumbuh menjadi gadis yang cantik-cantik.

Aku mulai memikirkan pernikahan anak-anakku. Aku berdoa, agar anak-anakku terutama putri-putriku segera dipinang, agar bisa memberikan cucu bagiku dan bagi suamiku yang entah di mana sekarang. Setelah aku diketahui hamil oleh ibuku, kami langsung dipisahkan, entah apa salahku, atau salah suamiku, tapi anehnya aku tidak merasa benci sedikitpun kepada ibuku.

Suatu hari sanak keluarga ibuku datang beramai-ramai di rumah, hingga begitu riuhnya. Yang saya dengar sih, putra kandungnya yang paling besar akan menikah dengan gadis dari Jakarta. Tiba-tiba kedua putraku ditangkap, kemudian dipotong lehernya hingga mengeluarkan darah, mereka menjerit minta tolong, tapi apa daya, aku terkurung di kamar ini, kulihat kedua putraku meninggal tak berdaya, aku dan kedua putriku diam-diam menangis, sempat beberapa tetes air mataku jatuh di kamarku sendiri.

Barulah aku sekarang sadar, aku, suamiku, dan anak-anakku; kami hanya bisa menunggu saatnya dipotong. Akhirnya kami sadar, hal yang terbaik yang bisa kami lakukan adalah hanyalah pasrah, biarlah tubuh kami dimakan dan menjadi berkat bagi orang lain yang membutuhkan. Kami rela nasib kami hanya sebatas ini, setidaknya kami harus berbangga bisa mengenyangkan banyak perut.

 “Namboru*, sudah berapa lama beternak babi?”

“Sudah empat tahun, kenapa?”

*Namboru: Sebutan untuk saudara perempuan dari Bapak, atau mertua perempuan dari seorang perempuan.

Pematangsiantar,  29-30 Januari 2012

Tomson Sabungan Silalahi

Pengurus Pusat PMKRI Periode 2016-2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun