Salah satu bukti bahwa berbagai kegiatan pengembangan tersebut memang merupakan ‘gerakan’ umat dan bukannya paksaan struktural adalah berbagai kesepakatan dan rencana dicapai melalui misa dan refleksi umat tiap ‘Kemis Legen’, bukan keputusan yang diambil oleh Dewan Paroki sendiri. Refleksi ‘Kemis Legen’ menjadi wadah ‘rembug umat’ untuk merencanakan sesuatu, menghimpun komitmen dan melakukan evaluasi.
Para Rasul Penggerak Swakarsa
Untuk mempromosikan dan membangun kesadaran umat akan berbagai gerakan pembangunan tersebut, dikembangkanlah berbagai ‘rasul’ sebagai motivaror/penggerak. Rasul-rasul yang kini ada antara lain: rasul hijau, rasul kimpul, rasul anak, rasul pendidikan, rasul budaya dan lain-lain. Para rasul tersebut adalah orang-orang yang telah lebih dulu memiliki kesadaran dan mampu melakukannya di rumah serta bersedia berbagi pengalaman sehingga menjadi contoh dan menggerakkan umat sekitar. Menurut Pastur Paroki, penggunaan sistem ‘rasul’ ini belajar dari pengalaman gereja mula-mula, di mana gereja berkembang melalui karya ‘para rasul’.
Berbagai Jenis Gerakan Konkrit:
Sanggar Anak – dikembangkan untuk mewadahi kegiatan pengembangan anak sesuai dengan ciri khas dan potensi menonjol masing-masing wilayah. Sanggar dimulai dari sesuatu yang sederhana, konkrit dan betul-betul diinginkan oleh anak. Satu tahun yang lalu sebagai rintisan, berdiri satu sanggar bernama Sanggar Anak Sadang atau disingkat SAS (bisa dilihat ‘page’nya di facebook dengan nama yang sama). Kegiatan SAS dimulai dengan kegiatan musik dan tari, yang awalnya untuk mempersiapkan anak-anak Bina Iman agar dapat tampil di setiap akhir perayaan misa. Lambat laun anak-anak dan remaja dusun tertarik untuk bergabung dalam kegiatan Sanggar, sehingga SAS menjadi wadah pengembangan seluruh anak dusun.
Melalui berbagai pendekatan, Perangkat Dusun dan tokoh agama lain pun mengijinkan anak-anaknya bergabung tanpa rasa takut dan kawatir anak-anaknya akan ‘dikatolikkan’. Ketika kegiatan berkembang lebih luas seperti: Taman Bacaan, Konservasi Alam & Budaya, penggalian Tembang & Dolanan Anak Tradisional, Latihan Ketrampilan Praktis, out bond & kemping alam lestari, Pak Kiai mulai terlibat dengan menawarkan gedung bekas Mushola menjadi perpustakaan dan menyediakan diri untuk menjadi pencerita budaya.
Demikian juga dengan warga lainnya, juga tergerak untuk menjadi pendamping SAS dengan ketrampilan masing-masing seperti: penari, sinden, dalang, petani sayur organik, peternak kodok, pengusaha jamur, dll. Dalam kurun waktu 2 tahun, kini telah terbentuk 10 Sanggar Anak di wilayah desa lain.
Melalui berbagai kegiatan kreatif dan menyenangkan, Sanggar menjadi sarana untuk membangkitkan berbagai potensi yang tersembunyi. Proses pendidikan di Sanggar diibaratkan sebagai ‘seorang pemahat sedang menatah batu untuk mengeluarkan singa yang terjebak di dalamnya’. Selain itu Sanggar juga diharapkan menjadi contoh tempat yang ‘inklusif’ dan menghargai semua anak tanpa kecuali, termasuk anak-anak ‘diffable’.
Kegiatan pendampingan di Sanggar juga dijadikan sarana bagi upaya pencarian berbagai ‘metode pendidikan hidup’ yang lebih tepat guna dan membebsakan, yang suatu saat diharapkan dapat menjadi ‘alternatif tawaran’ bagi sistem pendidikan formal yang masih membelenggu dan memenjarakan kreativitas anak. Untuk mendukung pencapaian misi Sanggar tersebut, para Rasul Anak dan Rasul Pendidikan terus bergiat mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang ada, bersama-sama dengan para pendamping setempat.
Gerakan Hijau – bertujuan untuk memperdayakan potensi pertanian & peternakan lokal guna meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dengan cara-cara yang lestari dan berkelanjutan. Berbagai gerakan yang dilakukan adalah: Penanaman pisang, manggis, kimpul plocot, sayuran organik di halaman rumah; peternakan - kodok, kelinci dan kambing; serta promosi pengolahan hasil pangan non-beras seperti nasi jagung, kimpul, umbi-umbian.