Mohon tunggu...
Susana Srini
Susana Srini Mohon Tunggu... -

Wong ndeso, tertarik ikutan memperhatikan masalah pendidikan, selalu rindu untuk dapat memberikan sumbangsih bagi upaya-upaya merawat bumi, anggota komunitas Sekolah Komunitas - Sodong Lestari (SoLes), anggota Galeri Guru/TRUE CREATIVE AID dan terlibat dalam Laskar Pena Hijau YBS Cikeas.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pohon Natal Petai, Adakah Kisah Pembingkainya?

27 Desember 2015   11:13 Diperbarui: 27 Desember 2015   11:26 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gereja Bedono menetapkan tekadnya agar semua gerakan yang dilakukan haruslah demi kepentingan terbaik anak. Hal ini ditempuh setidaknya melalui dua cara: pertama, keterlibatan aktif anak-anak secara langsung dalam siklus kehidupan gereja: anak-anak diikutsertakan dalam setiap kegiatan, baik kegiatan yang bersifat ‘gerejawi’ maupun kegiatan umum/ kemasyarakatan. Kedua, menggerakkan dukungan orang tua – sebagai pendidik yang utama dan pertama, orang tua dimampukan agar dapat menyediakan dukungan positif bagi tumbuh kembang anak. 

Berbasis Alam, Sosial - Budaya dan Alam Hayati

 “Lihatlah apa yang ada! Temukan titik dan garis, bentuk dan pola, gelap dan terang. Dengan itu, bangunlah sebuah cerita!”

Ungkapan bijak Mo Har (begitu beliau dipanggil) di atas begitu mencerminkan keyakinannya bahwa alam terkembang membawa berbagai pesan ilahi. Alam dengan berbagai dimensinya telah disediakan menjadi tempat yang sungguh baik bagi anak-anak untuk belajar, untuk menimba berbagai kearifan yang terkandung di dalamnya, guna mengasah potensi yang dimiliki dan melatih ketrampilan hidup. Berbagai kegiatan pengembangan dilakukan dengan bertumpu pada hal-hal yang ada di masyarakat, segala sesuatu yang ‘nyambung’ dengan alam pikiran masyarakat. Yesus berbicara tentang perahu, jaring dan ikan kepada para murid; maka berbicara tentang pertanian, peternakan, gamelan, wayang, reog, selamatan jalan dan keseharian lain akan sangat mudah dipahami oleh masyarakat pedesaan Jawa.

Bahkan kehidupan ‘ala Jawa Ndesa’ yang kaya akan nilai-nilai namun telah terkubur dibangkitkan dan diceritakan kembali kepada anak-anak untuk membangun keutamaan hidup.

Berbagai contoh dapat disebutkan di sini, misalnya: misa alam lestari dalam rangka perayaan Hari Pangan Sedunia dengan nuansa kehidupan orang Jawa, digunakan untuk meneruskan kearifan berpakaian, berbahasa, teknlogi tepat guna, kearifan mengelola pangan dan mewariskan kearifan hubungan antar manusia; gerakan desa mandiri sayur dengan penanaman sayuran di halaman; penanaman pohon tahunan dan buah-buahan untuk menjaga air; menghidupkan kembali dolanan tradisional di Sanggar; kenduri & pawai budaya, buka puasa bersama dan takbir keliling oleh anak-anak untuk membangun sikap tolernasi; pertunjukan sendratari kolosal untuk memperkuat kebersamaan dan mengembangkan aneka musik kreatif.

Untuk meneguhkan betapa besar spirit dan kepekaan terhadap alam dan sosial budaya dalam setiap gerakan ini, Pastor menyampaikan ungkapannya sebagai berikut: “Kita ini menjadi bagian dari alam yang membaharui diri dan Allah yang membangun kerajaanNya. Tempatkan diri dalam perspektif ‘semesta’ atau lebih dalamnya dalam rencana Allah, maka banyak hal tak terduga yang memang harus terjadi, akan terjadi. Yang saya lihat hanya keluasan dan ketidakterbatasan. Syukur boleh menjadi bagian di dalamnya, menangkap beberapa kenyataan di sana, sambil sesekali besar kepala karena merasa telah tahu semua hal tapi kemudian merasa kecil lagi karena masih terlalu banyak misteri.”

 

[Arakan persembahan dalam misa alam - dok. Sodong Lestari]

Partisipasi dan Kewsadayaan

Menggerakkan keswadayaan masyarakat menjadi spirit dan ciri khas berbagai kegiatan yang didampingi gereja. Hal ini didorong oleh keyakinan bahwa gerakan yang lahir dari partisipasi masyarakat dan memberdayakan sumber daya lokal akan menjadi unsur penting bagi kesinambungan sebuah program pengembangan. Sabagai contoh, untuk kegiatan gerakan sayur organik, gereja pada awal gerakan membagikan 5 kantong plastik pada tiap keluarga sebagai stimulasi. Untuk selanjutnya umat menanami.

Setelah terbukti berhasil dan bermanfaat, ternyata dalam waktu singkat tiap keluarga mengembangkan sendiri hingga menjadi puluhan koker dengan berbagai jenis tanaman. Umat seperti berlomba-lomba memperbanyak jumlah dan jenis tanamannya. Yang semula hanya gerakan umat, kini tetangga sebelah menyebelah tertarik dan ikut menanam, dan akhirnya gerakan itu pun bergulir menjadi gerakan RT dan desa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun