Mohon tunggu...
Susana Srini
Susana Srini Mohon Tunggu... -

Wong ndeso, tertarik ikutan memperhatikan masalah pendidikan, selalu rindu untuk dapat memberikan sumbangsih bagi upaya-upaya merawat bumi, anggota komunitas Sekolah Komunitas - Sodong Lestari (SoLes), anggota Galeri Guru/TRUE CREATIVE AID dan terlibat dalam Laskar Pena Hijau YBS Cikeas.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pohon Natal Petai, Adakah Kisah Pembingkainya?

27 Desember 2015   11:13 Diperbarui: 27 Desember 2015   11:26 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua, keprihatinan akan anak sebagai masa depan peradaban. Ini terkait dengan kecenderungan generasi yang saat ini terbiarkan hilang, berlarian, kehilangan jati diri & ingatan akan asal-usulnya, serta kesepian di tengah hiruk pikuknya zaman. Saat ini banyak anak kita jumpai lebih senang bermain play station , gadget, internet dibanding bermain dan berkumpul dengan teman-teman sebaya. Anak muda kurang peduli lagi dengan lingkungan sosial dan nilai-nilai budaya, cenderung apatis, bergaya hidup ‘instan’ dan manja, mudah terlibat atau menjadi korban kekerasan, dll. Itu memang bukan salah mereka, tetapi karena terberi oleh zamannya.

Pendidikan di rumah sebagai pendidikan pertama dan utama seakan kurang mampu lagi menjangkau karena orang dewasa juga sedang bergumul dengan berbagai kegamangan. Belum lagi kebiasaan kebanyakan orang tua yang lebih merasa aman bila membatasi gerak anak dengan berbagai aturan, ketimbang memberi kemerdekaan untuk berlatih mengatur dirinya sendiri dan memiliki pilihan-pilihan.

Karena memberikan kemerdekaan memang beresiko kalau tidak disertai dengan pengayaan isi dalam akal budinya. Sementara itu Pendidikan Formal juga sulit diharapkan, karena sistem yang ada belum mampu membekali anak-anak untuk menyiapkan hidupnya.

Terkait dengan situasi tersebut, gereja berupaya memberi ‘ruang khusus’ bagi keterlibatan anak untuk mengembangkan diri, menggosok potensi uniknya dan berlatih menjadi bagian dari sebuah komunitas, seorang warga negara.

Ketiga, keprihatinan akan lingkungan hidup. Hal ini terkait dengan isu-isu kerusakan lingungkungan dan eksploitasi alam yang makin menggila dan telah mengancam kelestarian hidup manusia dan mahkluk ciptaan lainnya. Sehubungan dengan ini gereja melakukan berbagai Gerakan Hijau dalam rangka membangun sikap dan ketrampilan ‘hidup hirau hijau’, baik bagi umat maupun masyarakat sekeliling, terutama bagi anak-anak sebagai pemilik masa depan. Gerakan Hijau yang bertumpu pada pertanian organik dan pemberdayaan potensi lokal ini dilakukan untuk terlibat dalam upaya konservasi alam dan peningkatan ekonomi masyarakat, sebagai salah satu pilar utama ‘kemandirian gereja dan umat’.

Bila diringkas, ‘Visi Gereja Yang Makin Membumi, Lestari dan Membudaya’ merupakan komitmen untuk menyambungkan firman Tuhan dengan dunia panggung alam ‘pikiran & keseharian’ umat dan masyarakat sekitarnya.

 

[Uskup Agung Semarang, alm. Mgr. Johanes Pujasumarta dan Rm. Patricius Hartono, Pr. -

dok. Gereja Santo Thomas Rasul Bedono]

Berbagai Pendekatan Kreatif:

Anak Menjadi Pusat Gerakan – keyakinan bahwa anak adalah mata air cinta dan titik pertemuan rasa kasih sayang dari kalbu semua orang, menjadi spirit bagi upaya-upaya pengembangan anak. Perasaan manusia memang melembut dan menjadi indah ketika berbicara tentang dunia anak-anak, seluruh umat manusia merasakan emosi yang mendalam yang dibangkitkan oleh cinta anak-anak. Yesus sendiri mendudukkan anak-anak sebagai contoh bagi yang empunya Kerajaan Surga dan meminta para murid, kita semua untuk tidak menghalang-halangi anak datang kepadaNya.

Pada prinsipnya semua orang tua juga ingin membicarakan tentang masa depan anak, bahkan seluruh hidupnya diabdikan demi kelangsungan hidup anak-anak. Anak begitu penting bagi kelangsungan hidup keluarga, masyarakat, gereja, bangsa, bahkan bagi peradaban, namun di sisi lain gereja melihat bahwa anak dan kaum muda berada dalam kondisi rentan. Dengan demikian anak dipandang sebagai ‘pintu masuk’ yang tepat untuk menggerakkan berbagai kegiatan pengembangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun