Mohon tunggu...
Susana Srini
Susana Srini Mohon Tunggu... -

Wong ndeso, tertarik ikutan memperhatikan masalah pendidikan, selalu rindu untuk dapat memberikan sumbangsih bagi upaya-upaya merawat bumi, anggota komunitas Sekolah Komunitas - Sodong Lestari (SoLes), anggota Galeri Guru/TRUE CREATIVE AID dan terlibat dalam Laskar Pena Hijau YBS Cikeas.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Wayang Sayur Manggung di Kebun

10 September 2015   16:17 Diperbarui: 1 Agustus 2016   09:13 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertunjukan-pertunjukan semacam itu bisa menjadi tetes embun di kala berbagai keprihatinan akan kerusakan alam, kepunahan keragaman hayati dan kearifan lokal, pesimisme terkait kemandirian pangan, serta kegelisahan akan pola pendidikan yang makin tak menemukan muara. Ketika perubahan gaya hidup instan dan eksploitatif susah dikendalikan lagi, penyadaran terhadap anak-anak sebagai pemilik masa depan untuk kembali mencintai bumi dan sesamanya menjadi salah satu cara yang strategis. Melalui pementasan Wayang Sayur dan belajar-bermain di lahan pertanian organik, anak-anak dicelupkan ke dalam praktek kehidupan keseharian yang berdampingan secara harmonis dengan sesama, alam , kearifan nenek moyang dan tanah leluhur serta belajar lebih karib dengan Sang Maha Pencipta. Dengan mendampingi anak-anak belajar, orang dewasa juga diharapkan tergerak hatinya untuk ‘eling’, mawas diri, belajar dan melakukan perbaikan-perbaikan.

Leonardo Boff (dalam Essential Care, Baylor University Press, 2008) memberikan peringatan bahwa saat ini sedang terjadi sebuah krisis peradaban, yang salah satu manifestasinya adalah kurangnya ‘care’ terhadap kehidupan; terjadi banyak pembiaran dan pengabaikan kehidupan dan kerentanannya. Padahal kemampuan memelihara merupakan hal esensial kehidupan dalam rumah bersama - bumi. Memang menurutnya masih ada harapan untuk memperbaiki kerusakan itu, namun diperlukan terjadinya perubahan ‘paradigma baru kehidupan bersama’ yang berlandaskan pada hubungan yang lebih baik dengan semesta (tentu saja dengan Sang penyebab formal: Tuhan Sang Maha Pencipta). Melalui Sanggar Anak yang terintegrasi dengan lahan Percontohan Pertanian Organik Terpadu, anak-anak di sebuah dusun kecil tersebut sedang diajak untuk belajar tentang “memelihara” kehidupan bersama di alam semesta.

Melalui kegiatan sederhana, seperti mengenal berbagai tanaman, melakonkan percakapan sayuran, ikut menanam, menyirami & merawat tanaman, mengamati pertumbuhan tanaman dan lain-lain, anak-anak diajak untuk hidup lebih dekat dengan alam dan menghargai tanaman. Tanaman diperkenalkan tidak sekedar sebagai bagian dari rantai makanan atau obyek konsumsi manusia dan hewan, tetapi juga sebagai sesama makluk ciptaan yang secara bersama-sama membangun harmoni kehidupan. Proses belajar dan dialog dengan anak-anak memang tidak akan serumit dan seberat itu, namun melalui berbagai kegiatan aktif kreatif keseharaian tersebut orang tua dan anak-anak bersama-sama mengembangkan berbagai ketrampilan hidup dan melakukan semacam “Adorasi Alam Lestari” (meminjam istilah Rm. Patricius Hartono, Pr – Pastur Paroki). Anak-anak diajak untuk merenungkan, memuji dan memuliakan kebesaran Tuhan, serta bersyukur atas anugerah yang diberikan melalui segala sesuatu yang ada dan hadir di sekitar kita seperti tanah, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, serangga kecil, sesama manusia, kehidupan bermasyarakat, kebudayaan dan lain sebagainya. Melalui itu semua diharapkan anak dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi diri dan tantangan serta kekayaan lingkungannya.

Mengapa Lahan Pertanian Selaras Alam, Sanggar Anak dan Wayang Sayur?

Pertanian Selaras Alam (Pertanian Organik) -  adalah sistem budidaya pertanian terpadu berkelanjutan yang memberdayakan seluruh agen hayati (seperti tumbuh-tumbuhan, mikro organisme penggembur tanah, predator, pupuk alam, kotoran ternak, dll.) tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Pengelolaannya didasarkan pada prinsip kesehatan, keseimbangan ekologi, keadilan dan perlindungan serta kelestarian termasuk kearifan lokal. Dalam pertanian organik, unsur ‘relasi’ sangat penting, baik relasi dengan sesama manusia, alam semesta maupun relasi dengan masa depan. Dalam pertanian organik, petani dihargai, didorong dan diberi kepercayaan untuk berperan sebagai pemulia keanekaragaman hayati di lingkungan sekitar di mana para petani tinggal. Keanekaragaman hayati dan pengetahuan lokal yang melingkupinya menjadi modal handal untuk mengupayakan kemandirian, baik dalam hal kemandirian bibit, distribusi pangan maupun teknologi pertanian yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Oleh karenanya pertanian selaras alam  dapat menjadi alternatif sebuah gerakan untuk mengurangi ketergangtungan petani pada jaringan industri benih, teknologi & sarana pertanian, impor bahan pangan dasar serta penyeragaman tanaman, sehingga dapat melahirkan kembali kekuatan lokal (Wahono, F., Pangan, Kearifan Lokal & Keanekaragaman Hayati, 2000).

Karena sistem Pertanian Selaras Alam  memiliki prinsip-prinsip yang erat hubungannya dengan sikap hidup ‘memelihara’ dan harmoni dengan sesama, alam semesta, Tuhan dan kehidupan di masa yang akan datang (sustainability), maka lahan pertanian organik sangat tepat dijadikan sebagai tempat belajar tentang kehidupan       (sekolah kehidupan). Melalui budidaya pertanian organik, anak-anak dapat didampingi untuk mengembangkan berbagai karakter hidup baik secara konkrit yang akan sangat berguna bagi kehidupannya kini maupun yang akan datang.

Sanggar Anak – adalah sebuah komunitas persaudaraan di mana anak-anak tergabung dan ‘mengalami’ dinamika perkembangan berbagai kemampuannya (kecerdasan jamak – personal, sosial, spiritual, bahasa, logika, seni, kinestetik, ruang spasial), melalui interkasi dengan kelompoknya, teman, orang dewasa, masyarakat, budaya dan alam sekitarnya. Sanggar Anak merupakan salah satu bentuk pendidikan yang menggunakan pendidikan non kelas, dengan tujuan memberikan kesempatan dan ruang bebas kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan sekitarnya dan menemukan hal-hal baru. Lingkungan (alam fisik, alam hayati, masyarakat, budaya dan kehidupan beragama) menjadi tempat sekaligus materi & media belajar. Cakupan pendidikan menjadi lebih luas, holistik dan integratif karena mengembangkan berbagai ranah kecerdasan anak sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Pendekatan pendidikan melalui Sanggar ini juga bersifat kontekstual, pembelajaran disesuaikan atau diambil dari tema kehidupan masyarakat sehari-hari maupun menggali dari kearifan nenek moyang. Peserta kegiatan berbasis rentang usia anak yaitu melibatkan semua rentang usia anak (pendidikan sebaya, pola asuh adik-kakak, dan anak-orang dewasa atau mengikuti pola alamiah kekeluargaan). Pendidikan di Sanggar dikelola dengan memberdayakan potensi lokal dan partisipasi masyarakat, baik dalam hal sumber daya material maupun pendamping. Siapapun bisa menjadi pendamping/guru sesuai dengan keahliannya.

Selain itu pendidikan di Sanggar Anak bersifat terbuka atau inklusif, di mana semua anak di dusun diberikan kesempatan untuk terlibat tanpa membedakan latar belakang agama. Pada kegiatan umum, pembinaan spiritualitas lebih mengarah pada mengembangkan dialog dan memperkenalkan penghargaan terhadap keberbagaian kepada anak sejak dini. Terkait pembinaan akidah itu menjadi tanggung jawab masing-masing orang tua dan pemimpin agama dan di lakukan di tempat/waktu yang khsusus. Pendidikan di Sanggar juga menghargai anak-anak dengan kemampuan berbeda/khusus (difable).

Adapun tujuan pendidikan melalui Sanggar Anak adalah: (1). Agar anak berkembang sesuai dengan konteks/ tidak tercerabut dari akar budaya dan lingkungan sekitarnya; (2). Anak mampu melihat, bersikap kritis, menghargai dan memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya (alam, sosial, buadaya, sesama manusia, kebudayaan & permasalahan) untuk hidupnya; (3). Anak dapat menjadi Agen Perubah yang menghasilkan kebudayaan baru (memberi makna baru) dan menghadirkan perubahan baik bagi sekitarnya; (4). Sanggar diharapkan menjadi tempat bagi anak untuk bertumbuh dan berkembang sesuai potensi diri dalam harmoni dengan potensi dan kondisi lingkungannya.

Dengan tujuan dan prinsip pendidikan seperti yang diimpikan di atas, maka Sangar Anak menjadi sangat strategis dan tepat berada dan terintegrasi dengan ‘Lahan Pertanian Organik Sodong Lestari’ dan seluruh dinamika kehidupan masyarakat dusun. Lahan pertanian, Sanggar Anak dan kehidupan masyarakat menjadi kelas bagi anak-anak – kelas tanpa batas atau kami menyebutnya sebagai ‘DUSUNKU SEKOLAHKU’.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun