Ruangan yang aku dapati sekarang sangat bersih dan wangi. Aku melihat banyak sekali cahaya pada dinding- dinding putih kamar Cheonsa. Foto yang ia letakan di meja kamarnya membuatku terpaku. Apakah itu adalah aku? Kapan Cheonsa mengambil foto itu? Foto aku bersama Raka. Mading yang Cheonsa tempelkan pada sudut ruangan ini membuat air mataku menetes.
‘Tuhan, jika aku pergi nanti tolong jaga Raka dan Arya untukku’
‘Ibu jangan salahkan siapapun! Aku sungguh mencintainya’
‘hatiku mulai melemah Angel, aku merindukanmu’
‘Arya, terima kasih untuk semuanya’
‘my Angel is Raka, Apa kabar Raka?’
Cheonsa tidak melupakanku, dia selalu mengingatku. Aku memang tidak pantas untuk menjadi pangeranmu Cheonsa. Kau terlalu sempurna untuk menjadi putri bagiku. Raka benar- benar beruntung telah mendapatkan cinta darimu. Mengapa kamu pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal padaku?.
Cukup lama aku berada di ruang kamar Cheonsa, sangat sulit untukku menerima kenyataan bahwa Cheonsa benar- benar pergi jauh. Gadis berambut ikal ini telah pergi meninggalkan aku dan pangerannya Raka.
“Terima kasih Bu, telah mengizinkan saya melihat kamar Alsa. Saya akan pulang sekarang, karena hari sudah larut.” Ucapku kepada Ibu Cheonsa.
“Terima kasih kembali nak Arya. Alsa selalu menceritakanmu, ini ada sebuah surat yang ia titipkan. Alsa memberikan ini sebelum dia melakukan operasi liver.”