Nah, kembali ke warga Jangkat sendiri. Tambang ‘emas’ lain yang sangat nyata terlihat adalah kekayaan alam yang terhampar di wilayahnya. Tanahnya begitu subur. Beragam tumbuhan seperti kopi, kentang, kayu manis, dan aneka sayur mayur pun tampak lebat dan rimbun.
Uniknya, dalam perjalanan Bangko, Merangin menuju Jangkat—banyak sekali biji-biji kopi di jemur di jalanan dan dibiarkan terlindas ban mobil yang lewat. Mungkin ini salah satu cara tradisional warga setempat untuk mengupas/memecah biji kopi sebelum dijual ke pengumpul kopi.
Untuk buah kentang sendiri, hasil panen nya banyak sekali di ‘ekspor’ ke kota-kota besar di Indonesia. Bahkan kentang dari Jangkat ini merupakan salah satu pemasok terbesar untuk kota Jakarta atau Jadebotabek.
Dan ada sebuah kisah menarik perihal kentang ini. Jika dihubungkan dengan sejarah pulau Hispaniola di Kepulauan Karibia, sebuah pulau yang sebelum penaklukan Christopher Colombus—daerah ini bernama pulau Bohio. Sebuah pulau yang merupakan tempat pelarian penduduk kerajaan Sriwijaya era Balaputeradewa. Sebuah kerajaan maritim yang jago berlayar dan menjelajah dunia.
Dan boleh jadi, kentang yang di kenalkan tersebut berasal dari Jangkat mengingat kedekatan wilayah Jangkat dengan pusat kerajaan Sriwijaya di Palembang/Jambi.
Nah, perjalanan ke Jangkat ini akhirnya (sementara) di akhiri dengan mengunjungi danau Pauh setelah sempat mampir ke pusat penelitian kentang dan pembibitan bunga yang tak jauh dari danau ini.
Sayangnya, acara melihat danau tidak bisa terlalu lama karena saat kami sampai di lokasi, sedang terjadi musibah tenggelamnya salah satu pengunjung danau. Tampak tim SAR dengan perahu karet dan tim penyelamnya sedang melakukan pencarian korban. Melihat sutuasi yang kurang nyaman karena musibah ini, kami pun tak terlalu lama di lokasi danau.
Sejak saat kami berkunjung hingga saat empat hari kemudian (22/7/2015), saat artikel ini di tuliskan, korban belum juga di temukan. L
Â