Namun, dalam sejarahnya--sikap ksatria ini akan selalu menang diatas cara-cara rendahan, picik dan berbagai sikap lain khas manusia yang lemah.
Padahal, bagi yang pernah belajar tasawuf tentu sudah paham juga. Nilai-nilai bushido atau ksatria ini sudah sering dibahas. Contohnya pada kitab "futtuwah" yang ditulis Ali bin Abu Thalib--salah satu khalifaur rasyidin umat Islam yang terkenal dengan kisah membatalkan membunuh lawannya karena musuhnya meludahinya. Meludah yang membelokkan niatnya dari berjuang atas nama Tuhan menjadi atas nama pribadi.
Dimana ketujuh pilar ala bushido ini juga disebutnya dalam bukunya sebagai "keperwiraan spiritual" yang jauh dari kata 'fasisme'. Kalau 'militan' memang iya. Karena militan itu kata sifat, bukan kata benda.
Karena dalam dunia tasawuf, tentara dan rakyat itu adalah satu hal yang sama. Ada saatnya mereka menjadi rakyat biasa yang hidup bertani, berdagang atau yang lainnya. Namun ada saatnya panggilan agama/negara membuat mereka mesti menjadi "tentara" pada suatu ketika. Hal ini jelas hanya bisa terbentuk jika karakter ksatria/keperwiraannya sangat tinggi.
Dan hal ini, juga identik dengan falsafah Jawa "manunggaling kawula gusti". Bersatunya raja dengan rakyat, tentara adalah rakyat. Karena menang itu fitrahnya sebuah negara/bangsa.
Kalau tidak percaya, boleh cek negara-negara tetangga. Untuk menyatukan tentara dengan rakyat atau sebaliknya, mereka mesti repot-repot menjadi mengadakan wajib militer. Sedangkan kita? Ya memang sudah dari sononya begitu.
Sekian, selamat malam dan tetap militan. MERDEKA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H