Mohon tunggu...
Hazmi SRONDOL
Hazmi SRONDOL Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Jika kau bukan anak Raja, bukan anak Ulama. Menulislah...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prabowo, Antara Bushido & Tuduhan Fasis

2 Juni 2014   01:30 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:50 2623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan banyak yang kebingungan kenapa Prabowo tidak menjelaskan kejadian tahun 1998 ke publik dan seakan-akan menerima saja pendapat yang tumpang tindih ada di masyarakat. Kalau kita mengacu pada karakter ksatria, beliau sudah merasa cukup menjelaskan kepada anggota DKP detail kejadiannya. Lengkap dengan rekamanannya. Beliau merasa tidak perlu mengulang-ulang kepada publik, karena kesetiaan terhadap (mungkin) sumpah persidangan sangat beliau pegang.

Kalau akhirnya DKP tidak membuka rekaman dan hasil sidangnya, ya saya rasa itu urusan DKP--bukan Prabowo.

Dan soal ketulusan--inilah yang sering menjadi sinisme publik. Disebutnya Prabowo ambisius ingin jadi presiden. Halloooow. saya percaya betul ini urusan keprihatinan bangsa dimata beliau. kalau soal harta--apa tidak cukup keluarganya mempunyai 45 perusahaan diseluruh dunia dengan karyawan 200 ribuan orang? Jikalau gaji rata-rata karyawannya UMR Jakarta yang 2,5 jutaan. berarti sebulan minimal mengeluarkan uang 1/2 trilyun. Angka yang sangat berlebih kalau sekedar ber-hura-hura.

4. CHUGI -- Loyalty: Kesetiaan/Pengabdian

Sulit untuk membantah karakter ini. Begitu jelas beliau gamblang mengatakan "Saya setia pada Pancasila dan UUD 1945" atau "saya merasa menjadi prajurit kembali dengan tugas ini" saat diminta menandatangani kontrak politik dengan para Buruh di GBK.

Hal inilah yang saya sangat paham kenapa beliau sering dikritik karena banyak mengeluarkan uang untuk membangun partainya. Ya, ini bukan soal uangnya bisa buat yang lainnya. Tapi inilah jalan yang sesuai konstitusional untuk menjadi Presiden. Korban uang, korban energi bahkan korban perasaan di jalan politik yang legal. Bukan sekonyong-konyong daftar konvensi partai tanpa melewati terjalnya menjadi anggota partai tersebut atau mendadak menjadi timses. Seperti mau gampang dan enaknya saja.

Sedangkan menjadi Presiden, ini bukan soal ambisi atau gagah-gagahan. Sudah jelas seorang ksatria butuh tempat mengabdi. Kalau menjadi anggota TNI lagi jelas tidak mungkin dengan batasan usia. Untuk menjadi sekedar menteri--kok wawasan dan karakternya lebih besar daripada itu.

hanyalan "mandat" rakyat yang beliau butuhkan. Untuk kembali mengabdi kepapa NKRI yang sangat beliau hormati dan cintai.

5. REI - Courtesy: Sopan Santun

Ada yang pernah ngobrol langsung dengan pak Prabowo? Coba perhatikan cara beliau mendengarkan kita yang sedang berbicara. Beliau diam, khitmad, sorot mata fokus dan menunggu kita selesai bicara baru beliau gantian berbicara.

Hanya sayangnya, entah budaya baru macam apa yang tengah terjadi pada rakyat Indonesia kini. Menyela pembicaraaan atau ngobrol sendiri saat orang lain sedang berbicara menjadi hal biasa. Perdebatan dan cek-cok seperti menjadi gaya baru berkomunikasi anak bangsa era kini. Duuh....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun