Pertama ia menerapkan salah satu dari 7 Pilar Bushido, yaitu : REI - Courtesy atau sopan santun yang membuat atmosfir debat kali ini mengikuti gaya Prabowo menjadi lebih adem. Emosi dan mental menjadi sangat datar dan stabil. Walau tampak membosankan, ini jelas menambah penilaian positif untuknya.
Kedua ia mengosongkan dirinya. istilahnya adalah "mushin" atau "wu wei" dalam taichi atau "ikhlas" dalam bahasa Arab/Indonesianya. Memang tampak aneh bagi yang biasa melihat gaya Prabowo di panggung yang selama ini sering ditonjolkan sisi menyerang atau berapi-api.
Mungkin banyak yang akan menertawakan, namun bagi saya pribadi--inilah sikap bertarung yang paling berbahaya. Mengutip quote salah satu ahli beladiri Jepang, Morihei Ushiba yang lazim dipanggil O' sensei mengatakan "...fokuslah pada keheningan (emptiness/kosong) bukan pada gerakan lawan..."
Dan Prabowo melakukan itu dengan sangat baik.
Posisi 'kosong' ini seperti memancing lawan untuk menyerang. Jika dihubungkan dengan konsep perang Sun Tzu, sikap ini berfungsi untuk membaca keadaan secara luas. bagaimana atmosfir penonton, bagaimana format acara, bagaimana gestur dan energi lawan. Karena mengenal alam dan lawan secara keseluruhan berarti awal kemenangan yang paripurna.
Belum lagi jika dikaitkan dengan konsep kemiliteran modern--ada satu istilah dasar logistik tempur yang disebut "BASIC LOAD" atau "BEKAL AWAL". Jika ada laporan intelejen yang menyebutkan bahwa "bekal awal satu hari" musuh berarti kemampuan logistik lawan hanya mampu bertahan pada satu hari pertempuran saja.
Ini pun terbukti, tetangga tampak terjebak untuk menghambur-hamburkan pelurunya seperti menceritakan dirinya ini itu. "Bekal Awal" nya jadi terukur. Apa yang dilakukan selama menjadi ini itu. Hal yang mungkin biasa saja bagi tentara yang biasa merayap di sawah atau mengendap di parit berhari-hari menunggu musuh datang. Lebih parahnya, senjata pamungkas bernama "HAM" yang menurut saya semestinya dikeluarkan saat debat terakhir untuk merusak emosi Prabowo terlalu dini diluncurkan.
Dengan kondisi wu wei/mushin/kosong Prabowo ini, tentu teori dasar taichi yang menunggu serangan lalu dibalikan ke lawan semakin efektif. Terlihat saat Prabowo menjelaskan fungsinya saat itu sebagai alat negara yang harus melindungi warga negara dari ancaman dari luar atau dalam negeri, terhadap nyawa rakyat yang lebih banyak sesuai hirarki kemiliterannya membuat sang penannya tampak tersenyum aneh--saya menyebutnya "meringis".
Jawaban balik yang secara alamiah akhirnya membuat "langit" atau semesta yang berkerja sendiri untuk mengklarifikasi masalah ini. Termasuk polemik "pemberhentian dengan hormat" dan "pemecatan". Tentu ini blunder besar bagi penanya yang secara esensi lebih tegas "terpecat" nya saat menjabat menteri pada era pemerintahan Gus Dur. Rasanya kok malah seperti membuka aib sendiri--aib yang sebenarnya banyak yang terlupa atau tidak menyadarinya.
Peluru dan senjata pamungkas yang dihambukan ini jelas merugikan pihak tetangga (jika menyadarinya). Masih tersisa empat debat lagi yang memungkinkan Prabowo - Hatta menjabarkan pokok-pokok pikirannya lebih detail dan teknis. Cerita masih panjang sedangan tetangganya mesti koordinasi lagi untuk mendaur ulang statemen dan jurus awal debat pertama.
Belum lagi, pertanyaan soal HAM dan jawabannya, suka tidak suka malah membuat calon pemilih lebih bersimpati kepada Prabowo. Suka tidak suka, harus diakui oleh tetangganya jika Prabowo merebut hati rakyat lewat serangan pertanyaan ini.