Mohon tunggu...
SRIYATI -
SRIYATI - Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Harapan dan Tantangan Industri Bauksit dan Smelter Alumina

23 Juni 2015   23:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pendahuluan

Biji bauksit terjadi di daerah subtropis karena daerah ini mendukung terjadinya proses pelapukan.  Bauksit sering ditemukan dalam lapisan datar dan tidak terlalu dalam, lebih mudah dijumpai di hutan biomas, sehingga penambangan bauksit sering mengorbankan hutan.  Bauksit ditemukan sejak tahun 1821 di Les Baux.  Di Indonesia, bauksit banyak terdapat di daerah Bintan dan Kalimantan.  Cara penambangannya terbuka.  Bauksit dihaluskan, dicuci dan dikeringkan, sesudah itu mengalami pemurnian menjadi oksida aluminium atau alumina.

Terdapat dua jenis alumina, yakni chemical grade alumina (CGA)  dan smelter grade alumina (SGA).  CGA produk hilirnya merupakan industri kimia, seperti kosmetik, bahan pendukung komponen fungsional dan komponen elektronik, diantaranya refractories, abrasives, produk bangunan, Integrated Circuit (IC), bahan untuk LCD screen dan lain-lain.  SGA digunakan untuk pembuatan logam aluminum yang produk hilirnya adalah industri aluminium. 

Kandungan alumina yang terdapat di dalam mineral bauksit dapat dimanfaatkan sebagai penyangga (buffer) katalis yang digunakan dalam proses hydrotreating yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang masih terdapat pada minyak bumi seperti senyawa sulfur, nitrogen dan logam.  Aluminium merupakan logam berwarna putih keperakan dengan sifat ringan, kuat, namun mudah dibentuk.  Bobotnya sekitar sepertiga dari baja, kuningan atau tembaga dari volume yang sama, membuatnya sering digunakan dalam konstruksi bangunan.  Aluminium memiliki kepadatan rendah dan daktilitas tinggi membuatnya cocok untuk transmisi listrik tegangan tinggi jarak jauh.  Aliminium menggantikan tembaga dalam transformator dan sistem kabel karena memiliki konduktivitas listrik dua kali.  Ketahanannya terhadap korosi dan kemampuan untuk membentuk paduan dengan logam lain, memiliki sifat termal, yaitu dengan cepat menyebarkan panas atau dingin, memiliki sifat estetika didukung dengan harga yang murah membuatnya sangat efisien untuk secara luas digunakan dalam industri transportasi dan otomotif.  Aluminium bersifat non-toksin, yang membuatnya baik untuk kemasan makanan, minuman, dan obat.  Aluminium dengan kadar 99,980 – 99,999% digunakan dalam CD dan peralatan elektronik lainnya.  Banyak produk lain yang menggunakan aluminium, meliputi peralatan rumah tangga, tabung gas, konteiner, sepeda dan lain-lain. 

Selain dari tambang, aluminium dikenal sebagai logam yang bisa didaur ulang, sehingga membuat ketersediaannya melimpah.

Indonesia adalah salah satu produsen bauksit terbesar di dunia.  Menurut Berita Industri dari Kementerian Perindustrian total jumlah cadangan bauksit di Indonesia mencapai 108 juta metrik ton. Namun, tiap tahun sebanyak 15 juta metrik ton diekspor ke Jepang dan Cina  dalam bentuk mentah.  Menurut (Faisal Basri, 2014), pada tahun 2004 ekspor bauksit masih 1 juta ton. Hanya membutuhkan waktu enam tahun ekspor bauksit meningkat 27 kali lipat menjadi 27 juta ton. Setahun kemudian melonjak lagi menjadi 40 juta ton. Tahun 2013 ekspor bauksit diperkirakan sudah menembus 50 juta ton, mengingat realisasi ekspor Januari-Oktober sudah mencapai 46 juta ton.  Sebagai penghasil bauksit, Indonesia belum memiliki pabrik pengolahan bauksit menjadi smelter alumina sehingga alumina sebagai bahan baku untuk pembuatan aluminium harus diimpor dari negara Australia dan India.  Melihat manfaat aluminium, peluang pasar yang menjanjikan, dan Indonesia produsen bauksit terbesar di dunia, kiranya amat miris kenyataan di atas bagi kita.  Ibarat petani padi, hasil panen padi kita jual semua, dan harus membeli beras  karena kita belum mampu (mau) menumbuk/menggiling padi sendiri.    

Indonesia sangat membutuhkan pabrik pengolahan dan pemurnian bauksit menjadi alumina karena negara ini merupakan salah satu eksportir bauksit terbesar di dunia selama periode beberapa puluh tahun terakhir.  Dengan ketidaktersediaan pabrik pengolah bauksit secara otomatis industri aluminium nasional mengalami kekosongan di sektor hulu. Namun baru mulai ada pemainnya di sektor antara dan ramai pemain di sektor hilir.  Coba kita tilik nilai tambah yang akan didapat apabila kita memproses sendiri bauksit.  Menurut (Kemenperin, 2013) nilai tambah hasil  pengolahan dan pemurnian bauksit menjadi alumina sangat tinggi, bisa mencapai 20 kali lipat. Apalagi jika alumina sudah diolah menjadi aluminium ingot.  Menurut (Faisal Basri, 2014) harga bauksit di pasar internasional sekitar 30-35 dollar AS per ton, harga alumina sekitar 350 dollar AS per ton, dan harga aluminium sekitar 2.000 dollar AS per ton.Angka ini didukung (Selasar.com, 11 Juni 2015), bahwa pengolahan bauksit menjadi alumina berpotensi meningkatkan nilai tambah lebih dari 800% dan menyerap tenaga kerja lebih dari 300%, dengan rincian

Untuk setiap 750 ribu ton bauksit yang ditambang:

                                            penerimaan neg.      keunt. perush          upah kary.          jasa & pengemb. daerah   

jika diekspor ke luar negeri         $  3,8 juta               $   2,1 juta             $ 0,6 juta                  $ 0,5 juta

jika diolah di dalam negeri          $ 23,8 juta               $ 11,5 juta             $ 3,9 juta                  $ 17,9 juta

                                                                                                                              (Selasar.com, 11 Juni 2015)

 

Pengembangan industri yang diwujudkan melalui pembangunan pabrik pengolah bauksit akan memperkuat struktur industri aluminium nasional.

Dalam rangka memanfaatkan dan mengelola sunber daya alam dan mineral, Pemerintah RI telah menerbitkan UU No. 4 tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batubara.  Guna melaksanakan UU tersebut, pemerintah menerbitkan PP No 23 tahun 2010.  Undang-Undang No. 4 tahun 2009 bab XXV Ketentuan Peralihan pasal 170  menyatakan bahwa: Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 103 ayat 1 selambat-lambatnya lima tahun sejak UU ini diundangkan, tetapi pasal 169 hanya berlaku untuk pertambangan batubaru.  Pada  PP No. 23 tahun 2010 bab VIII bagian kesatu tentang kewajiban peningkatan nilai tambah, pengolahan dan pemurnian pasal 93 bahwa pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi mineral wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya.  Jadi sebenarnya, sudah ada rambu-rambu untuk pengolahan bauksit dalam negeri.  Dalam tiga tahun terakhir setelah UU No. 4 tahun 2009 diterbitkan, telah terjadi peningkatan ekspor biji mineral secara besar-besaran, ekspor bijih   bauksit meningkat 500%.  Guna menjamin ketersediaan bahan baku untuk pengolahan dan pemurnian dalam negeri, dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan, maka mutlak diperlukan adanya pengendalian ekspor bijih mineral.  dan baru menindaklanjuti dengan menerbitkan Permen ESDM No. 7 tahun 2012.  Dalam Permen ESDM ini, terdapat pengaturan tegas tentang batas waktu melakukan pengolahan dan pemurnian bijih bauksit di dalam negeri, yaitu sampai tahun 2014.  Permen ESDM No. 1 tahun 2014 tanggal 12 Januari 2014 tentang pelarangan ekspor mineral mentah bauksit, berarti kurang dari dua tahun Indonesia harus segera  memecah konsentrasi untuk usaha pengolahan dan pemurnian bijih bauksit , waktu yang mungkin amat singkat untuk mengubah sesuatu yang berskala besar, tetapi tetap harus diupayakan oleh semua pihak. 

Pemerintah Indonesia harus menyediakan roadmap untuk membangun smelter dan mengejar target-target yang dicanangkan.  Indonesia baru mempunyai PT ICA (Indonesia Chemical Alumina) di Kalbar yang pada 28 Oktober 2013 memproduksi CGA.  Empat perusahaan China telah mulai membangun pabrik alumina pada awal tahun 2014, dan dapat beroperasi pada akhir tahun 2017 (finance.detik.com), dan PT Inalum  (Indonesia Asahan Aluminium), yang akhir Nopember 2013 telah kembali ke tangan Indonesia, memprogramkan pengolahan bauksit menjadi alumina sebagai bahan baku pembuatan aluminium agar tidak tergantung impor dalam aktivitas produksi (Metrotvnews, Nopember 2014).  Ternyata target belum terkejar.  Mungkin Pemerintah Indonesia agak terlambat memutuskan pelarangan ekspor bahan mentah.  Untuk itu, pemerintah harus berupaya secara optimal, bekerja secara maksimal untuk mewujudkan pembangunan smelter.  Caranya, pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak swasta dalam negeri, atau pemegang IUP dan IUPK saling bekerja sama guna mewujudkannya.

 

Renungan:

  1. Indonesia dikaruniai sebagai negeri yang kaya raya, tetapi tingkat kemakmuran masyarakatnya masih jauh dari makmur. Ibarat ayam kelaparan dalam lumbung padi sendiri.  Sudah jelas, bangsa kita bercita-cita untuk menjadi lebih besar dengan memenuhi kebutuhannya sendiri yang telah disediakan Tuhan.  Untuk menjadi lebih besar kita perlu bekerja lebih keras, lebih keras daripada mengusir penjajah, karena ternyata merdeka jauh lebih besar tantangannya daripada dijajah.   
  2. Penganugerahan sumber daya alam yang melimpah, dalam hal ini bauksit telah melalaikan kita pada keuntungan sesaat. Dengan dikeruk secara besar-besaran, hingga ketika ada pelarangan ekspor bauksit, kita terkejut, kita marah, saling tuduh antara pihak pemerintah dan pelaku bisnis.  Tanpa kita sadar, kita hanya mencari pembenaran diri guna meraih kembali keuntungan kemarin yang menggila.  Kita lupa, kegilaan adalah jalan menuju kehinaan.
  3. Aturan yang dibuat manusia (pemerintah) semisal UU, PP, Permen, dll, tetaplah tidak sempurna. Kewajiban kita sebagai warga negara untuk membenahinya.  Demikian juga dengan pembuat aturan, hendaklah hendaklah dilandasi dengan niat tulus untuk kepentingan negara dan bersifat terbuka dalam menerima masukan dari masyarakat guna penyempurnaan.
  4. Ada keanehan dari bangsa ini, bijih bauksit diekspor ke Jepang dan China, tetapi mengimpor alumina dari Australia. Tapi bisa jadi, Jepang dan China tidak mempunyai atau miskin bijih bauksit dan olahannya sebagian besar digunakan sendiri, dan Australia mempunyai tambang bijih bauksit, mengolah alumina sendiri dan menjadi yang terbesar, sehingga mampu menjual dengan lebih murah ke Indonesia, mengingat juga jarak yang tidak terlalu jauh.  Semoga tidak ada unsur politik yang merugikan bangsa, meskipun sempat terbesit juga di benak.
  5. Tidaklah mudah untuk meraih sesuatu yang besar, maka diperlukan ketulusan hati tanpa pamrih, kerja keras, persatuan, dan kesabaran dari semua pihak yang berkepentingan. Ibaratnya, ketika seseorang ingin membangun rumah, tetapi ia ingin menekan biaya serendah mungkin, maka ia perlu berburu sendiri mencari bahan bangunan ke produsennya.  Dalam hal ini otomatis ia telah mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga, demikian pula pemilik toko bahan bangunan juga berkurang keuntungannya.  Setelah mengetahui keuntungan dari berburu sendiri atau selisih harga produsen dan toko, bisa jadi muncul keinginan untuk menjadi kontraktor perumahan dengan memproduksi bahan bangunan sendiri.  Ilustrasi ini menggambarkan kerugian atau keuntungan?
  6. Diperlukan kemandirian bangsa, sehingga kita tidak lagi tergantung pada investor luar negeri. Kita harus yakin, banyak putra-putri Indonesia yang mampu mengolah bahan mentah menjadi produk yang memiliki nilai tambah, asal kita memberi peluang kepada mereka.
  7. Setiap investor yang ingin menanamkan saham tidak mungkin tanpa tendensi keuntungan, baik dari sisi ekonomi maupun politik dan memang sulit mencari orang yang menetapkan kebijakan dengan murni mengedepankan kepentingan umum (nasional).
  8. Tidak ada kata terlambat dalam memulai sesuatu ke arah yang lebih baik, meskipun batas akhir peraturan telah berlalu.
  9. Kebangkrutan akan terjadi sementara, akibat dari kebijakan yang berorientasi lebih jauh dan luas merupakan akibat otomatis, yang perlu dicarikan solusi guna menekannya.

Harapan terhadap Industri Bauksit dan Smelter Alumina

Berdasar renungan di atas, kita mempunyai harapan terhadap industri bauksit dan smelter alumina.  Harapan tersebut adalah:

  1. Sebagai penghasil bauksit, Indonesia belum memiliki pabrik pengolahan bauksit menjadi smelter Melihat manfaat aluminium, Indonesia kaya dengan sumber bauksit, mampu mencetak tenaga kerja yang profesional, dan peluang pasar yang menjanjikan, seharusnya mampu memenuhi kebutuhan smelter alumina sendiri.
  2. Guna menjamin ketersediaan bahan baku dalam negeri, meskipun produk aluminium bisa didaur ulang, mencegah dampak negatif terhadap lingkungan akibat penambangan bauksit besar-besaran, serta mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar di masa yang akan datang dan dalam jangka panjang, penambangan bauksit hendaknya dikendalikan oleh pemerintah.
  3. Pemerintah menjamin ketersediaan bauksit dan smelter alumina melalui penerbitan peraturan-peraturan dengan memperhatikan peraturan sebelumnya, imbas dari peraturan yang akan diterbitkan guna kepentingan bangsa, bukan individu. Kewajiban peningkatan nilai tambah, pengolahan dan pemurnian terhadap pemegang IUP dan IUPK operasi produksi mineral (PP No. 23 tahun 2010 bab VIII bagian kesatu pasal 93), hendaknya dilaksanakan oleh pemegang IUP dan IUPK produksi bauksit baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya, tanpa menunggu aturan pendukungnya lainnya terbit.  Terbitnya PP No. 23 tahun 2010, Permen ESDM No. 7 tahun 2012 dan  Permen ESDM No. 1 tahun 2014 dapat dijadikan pelajaran dalam beroperasi selanjutnya.
  4. Adanya pabrik smelter alumina ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik sehingga akan menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan investasi, konsumsi masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan pemasukan negara dan daerah, mengurangi (bahkan tidak tergantung) impor dalam aktivitas produksi, menciptakan lapangan kerja yang lebih besar juga akan menciptakan keterkaitan hulu dan hilir antar sektor yang lebih luas.
  5. Penambangan, pengolahan dan pemurnian bauksit hingga menjadi hasil jadi bukanlah hal sederhana yang mudah diraih dalam waktu sekejap. Perlu perencanaan yang matang, kerja keras, kesatuan visi dan kesabaran.  Pemerintah Indonesia harus menyediakan roadmap untuk membangun smelter dan mengejar target-target yang dicanangkan.  Kebangrutan akan terjadi sementara akibat dari kebijakan yang berorientasi lebih jauh dan luas merupakan akibat otomatis, yang perlu dicarikan solusi guna menekannya.
  6. Adanya tenaga kerja dalam negeri yang melimpah, diharapkan munculnya tenaga kerja profesional, yang mampu mewujudkan target-target yang dicanangkan dalam pembangunan industri smelter

Pengolahan dan pemurnian bauksit untuk meningkatkan nilai tambah produksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya.  Kerja sama dengan investor dalam negeri akan lebih menguntungkan bangsa, mengingat banyak dari mereka yang mempunyai kekayaan luar biasa yang disimpan atau ditanamkan di luar negeri.

  1. Tenggang waktu pengolahan dan pemurnian bauksit untuk meningkatkan nilai tambah dari munculnya PP No. 23 tahun 2010 bab VIII dan Permen ESDM No. 7 tahun 2012 telah terlampaui, dan (sepertinya) belum terwujud. Hampir satu setengah tahun hadir Permen ESDM NO. 1 tahun 2014 tentang pelarangan ekspor mineral mentah bauksit.  Ibaratnya, ada muatan besar hendak dibebankan pada pundak kanan, muncul lagi muatan yang sama di pundak kiri. Ibaratnya wajah memulai maju baru sesenti tiba-tiba ada peluit keras perintah untuk lari.  Padahal, boro-boro lari, jalan saja kita belum sepenuhnya siap.  Wuih, beratnya!  Dalam hal industri smelter alumina diharap pemerintah lebih bijaksana dalam mengambil keputusan selanjutnya.
  2. Untuk sementara, Indonesia akan kehilangan kehilangan 20% potensi ekspor tambang. Apabila bauksit telah diolah menjadi alumina, harganya bisa melejit sangat tinggi, menjadi sekitar US$ 350 per ton, bahkan jika alumina bisa diolah menjadi aluminium ingot, harganya bisa melenting makin tinggi lagi, mencapai sekitar US$ 2.500 per ton.

 

Tantangan dalam Mewujudkan Impian

Berdasar pengamatan dalam pendahuluan di atas, dapat ditarik benang merah penyebab dari munculnya masalah, yang sekaligus menjadi tantangan untuk kita semua, yaitu:

  1. Menjelang masa-masa tenggang diperbolehkannya ekspor bauksit, sebagian perusahaan tambang memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan jumlah produksinya dan melakukan ekspor besar-besaran, sehingga naik 500% dalam kurun waktu tiga tahun. Hal ini menunjukkan sifat mementingkan diri sendiri lebih besar daripada kepentingan bangsa dan negara.  Tantangan bagi kita (seluruh warga negara Indonesia) adalah, mampukah kita menghindari sifat lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan bangsa?
  2. Kekhawatirkan lain yang muncul apabila larangan ekspor sudah diberlakukan dan harga bauksit di pasaran dunia merangkak naik adalah terjadinya penyelundupan bauksit yang akhirnya tidak menguntungkan bagi perkembangan pertambangan di Indonesia. Sekali lagi, tantangan bagi pihak eksportir adalah mampukah mengendalikan hawa nafsu dan berpikiran positif terhadap pemberlakuan larangan ekspor?  Tantangan untuk pemerintah adalah mampukah mengambil kebijakan yang berpihak pada kepentingan bangsa, bukan kepentingan diri atau golongan?
  3. Mengingat pelarangan ekspor bauksit begitu mendadak, bagaimana dengan nasib pemilik IUP bauksit yang saat ini sebagian besar telah beroperasi, akan dikemanakan produksi mereka? Sementara itu mereka tidak/belum memiliki rencana pembangunan smelter karena terkendala besarnya investasi.
  4. Kerjasama dengan investor luar negeri, hendaknya murni demi kepentingan bangsa. Kerja sama dengan pihak luar negeri bebas dari kepentingan politik.
  5. Adanya larangan ekspor, untuk sementara berakibat pada ratusan orang kehilangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi daerah akan berjalan lambat, pendapatan daerah/pusat dan masyarakat juga menurun. Indonesia akan kehilangan potensi ekspor sebanyak 20% (sekitar US$46 miliar) dari target yang sudah ditetapkan. Sudahkah pemerintah siap menerima keadaan ini dengan menyiapkan rencana guna mengatasinya?
  6. Mampukah pemerintah atau perusahaan-perusahaan besar dalam industri bauksit menyediakan tenaga ahli profesional, terutama tenaga kerja dalam negeri guna mendongkrak keterlambatan Indonesia dalam industri smelter   Mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri dalam jangka waktu tertentu guna melatih tenaga dalam negeri atau sementara calon-calon tenaga ahli dalam negeri dalam masa pendidikan.
  7. Apa yang telah diprogramkan pemilik IUP dalam pengolahan bauksit menjadi alumina sebagai bahan baku pembuatan aluminium? Berdasar pengalaman kurang menyenangkan sebelumnya, mampukah mereka mengembangkan ke arah yang lebih baik segala peraturan negara?

 

Upaya Mengatasi Kendala

  1. Lahirnya peraturan baru hendaknya segera ditanggapi, apabila kurang sesuai selesaikan sesuai jalurnya, tidak perlu sampai terjadi bentrokan, apalagi tanggapan dari pemerintah kurang sesuai dengan kepentingan pribadi, mulailah dengan berpikir ke arah yang lebih luas, yaitu kepentingan masyarakat atau bangsa. Kewajiban dalam peraturan haruslah segera dipenuhi, dimungkinkan akan muncul kewajiban lain yang masih berkaitan.  Kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian bauksit, jika dicermati telah ada pada          PP No. 23 tahun 2010, disusul Permen ESDM No. 7 tahun 2012, pasal 21 menyebutkan bahwa pemerintah melarang bahan tambang mentah untuk di ekspor dan akhirnya pada Permen ESDM No. 1 tahun 2014 muncul pelarangan ekspor bauksit.  Memang seperti mendadak, tapi (sepertinya) merupakan kewajiban lanjutan dari pengolahan dan pemurnian bauksit dan dampak dari eksploitasi bauksit besar-besaran.
  1. Meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan penambangan bauksit di daerah bekerja sama dengan berbagai pihak terkait di daerah seperti Distamben, Dishub, Bea Cukai, Adpel, Pelindo dan lain-lain untuk mengatasi kemungkinan adanya penyelundupan.
  2. Apabila perusahaan tambang mengalami kesulitan dalam melakukan pengolahan sendiri, disarankan untuk melakukan kerjasama dengan perusahaan lainnya sehingga pengolahan dan pemurnian dapat lebih mudah dilaksanakan.
  3. Kerjasama pemerintah dengan perusahaan luar negeri yang lebih memang merupakan terobosan besar dalam agar segera terlaksananya pembangunan industri smelter alumina, tetapi kita harus ekstra hati-hati dengan niatan lain dari penjajahan model sekarang.  Perlu pengawasan ketat dari berbagai pihak dan pemerintah harus bersifat terbuka.
  4. Akibat dari pelarangan ekspor bauksit akan segera tertanggulangi dengan dibangunnya proyek-proyek pengolahan dan pemurnian bauksit, bahkan diharapkan pertumbuhan ekonomi jauh semakin  baik.  Untuk itu harus ada penanganan khusus yang menangani percepatan pembangunan dan penambahan pabrik pengolahan dan pemurnian.
  5. Segera menindaklanjuti adanya peraturan baru, jika perlu yang bersangkutan dapat bergerak ke arah yang lebih maju (baik) dibanding isi peraturan, karena peraturan berfungsi sebagai batas minimal. Misal, sementara ini ada pelarangan ekspor bijih bauksit menjadi ramai dibicarakan, sementara itu ada perusahaan yang dalam penyelesaian pembangunan pabrik alumina juga berencana, bekerja sama perusahaan lain melakukan ekspansi dengan membuat pelabuhan guna memudahkan pendistribusian hasil olahan.
  1. Mengikutsertakan putra-putri Indonesia dalam mengolah bahan mentah menjadi produk yang memiliki nilai tambah, dan lama kelamaan mereka dapat mengambil alih tenaga asing, yang merupakan salah satu prasyarat bagi kita untuk menjadi bangsa yang mandiri, dan   Dan akhirnya, diharapkan Indonesia menjadi milik kita sepenuhnya.  Semoga.

 

Daftar Pustaka

Amazine. 2015. Manfaat Aluminium: 5 Contoh Kegunaan Aluminium. Artikel. Diunduh dari www.amazine.co/18160/manfaat-aluminium-5-contoh-kegunaan-luminium/ pada 16 Juni 2015.

Felicitas, Shintya. 2015. Agar Tak Bergantung pada Asing, Indonesia Perlu Produksi Alumina Sendiri. RBTH Indonesia. Diunduh dari indonesia.rbth.com/economics/2015/05/27/agar_tak_bergantung _pada_asing_indonesia_perlu_produksi_alumina_sendiri_sec_28021_html pada 19 Juni 2015.

Kemenperin. 2013. Kongsi Tiga Perusahaan bangun Smelter Alumina. Berita Industri. Diunduh dari www.kemenperin.go.id/artikel/6711/Kongsi-Tiga-Perusahaan-Bangun-Smelter-Alumina pada 19 Juni 2015.

Kemenperin. 2014. Harita Group Investasi Smelter Rp 10 Triliun. Berita Industri. Diunduh dari www.kemenperin.go.id/artikel/6709/Harita-Group-Investasi-Smelter-Rp-10-Triliun pada 19 Juni 2015.

Kemenperin. 2014. Smelter Bauksit akan Dibangun di Kalbar. Berita Industri. Diunduh dari www.kemenperin.go.id/artikel/6711/Smelter-Bauksit-Akan-Dibangun-di-Kalbar pada 19 Juni 2015.

Mineral, Tim Tekno-Ekonomi. 2012. Memotivasi Percepatan Pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Bauksit. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara. Diunduh dari www.esdm.go.id/berita/56-artikel/530-memotivasi-percepatan-pembangunan-pabrik-pengolahan-dan-pemurnian-bauksit.html pada 19 Juni 2015.

 

Redaksi. 2015. Sepuluh Manfaat Bauksit Bagi Kehidupan Sehari-hari. Artikel. Diunduh dari

Sridianti. 2014. Manfaat Penggunaan Aluminium Dalam Kehidupan. Artikel. Diunduh dari www.sridianti.com/manfaat-penggunaan-aluminium-dalam-kehidupa.html pada 16 Juni 2015.

 

Ekawati, R. 2013. Studi Respon Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Berdasarkan Taksonomi SOLO. Unnes Journal of Mathematics Education Research 2(2): 101-107. Diunduh dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ ujmer pada  12 Juni 2014 pukul 04.11 WIB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun