Mohon tunggu...
SRIYATI -
SRIYATI - Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Harapan dan Tantangan Industri Bauksit dan Smelter Alumina

23 Juni 2015   23:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

                                                                                                                              (Selasar.com, 11 Juni 2015)

 

Pengembangan industri yang diwujudkan melalui pembangunan pabrik pengolah bauksit akan memperkuat struktur industri aluminium nasional.

Dalam rangka memanfaatkan dan mengelola sunber daya alam dan mineral, Pemerintah RI telah menerbitkan UU No. 4 tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batubara.  Guna melaksanakan UU tersebut, pemerintah menerbitkan PP No 23 tahun 2010.  Undang-Undang No. 4 tahun 2009 bab XXV Ketentuan Peralihan pasal 170  menyatakan bahwa: Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 103 ayat 1 selambat-lambatnya lima tahun sejak UU ini diundangkan, tetapi pasal 169 hanya berlaku untuk pertambangan batubaru.  Pada  PP No. 23 tahun 2010 bab VIII bagian kesatu tentang kewajiban peningkatan nilai tambah, pengolahan dan pemurnian pasal 93 bahwa pemegang IUP operasi produksi dan IUPK operasi produksi mineral wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang diproduksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya.  Jadi sebenarnya, sudah ada rambu-rambu untuk pengolahan bauksit dalam negeri.  Dalam tiga tahun terakhir setelah UU No. 4 tahun 2009 diterbitkan, telah terjadi peningkatan ekspor biji mineral secara besar-besaran, ekspor bijih   bauksit meningkat 500%.  Guna menjamin ketersediaan bahan baku untuk pengolahan dan pemurnian dalam negeri, dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan, maka mutlak diperlukan adanya pengendalian ekspor bijih mineral.  dan baru menindaklanjuti dengan menerbitkan Permen ESDM No. 7 tahun 2012.  Dalam Permen ESDM ini, terdapat pengaturan tegas tentang batas waktu melakukan pengolahan dan pemurnian bijih bauksit di dalam negeri, yaitu sampai tahun 2014.  Permen ESDM No. 1 tahun 2014 tanggal 12 Januari 2014 tentang pelarangan ekspor mineral mentah bauksit, berarti kurang dari dua tahun Indonesia harus segera  memecah konsentrasi untuk usaha pengolahan dan pemurnian bijih bauksit , waktu yang mungkin amat singkat untuk mengubah sesuatu yang berskala besar, tetapi tetap harus diupayakan oleh semua pihak. 

Pemerintah Indonesia harus menyediakan roadmap untuk membangun smelter dan mengejar target-target yang dicanangkan.  Indonesia baru mempunyai PT ICA (Indonesia Chemical Alumina) di Kalbar yang pada 28 Oktober 2013 memproduksi CGA.  Empat perusahaan China telah mulai membangun pabrik alumina pada awal tahun 2014, dan dapat beroperasi pada akhir tahun 2017 (finance.detik.com), dan PT Inalum  (Indonesia Asahan Aluminium), yang akhir Nopember 2013 telah kembali ke tangan Indonesia, memprogramkan pengolahan bauksit menjadi alumina sebagai bahan baku pembuatan aluminium agar tidak tergantung impor dalam aktivitas produksi (Metrotvnews, Nopember 2014).  Ternyata target belum terkejar.  Mungkin Pemerintah Indonesia agak terlambat memutuskan pelarangan ekspor bahan mentah.  Untuk itu, pemerintah harus berupaya secara optimal, bekerja secara maksimal untuk mewujudkan pembangunan smelter.  Caranya, pemerintah bisa bekerjasama dengan pihak swasta dalam negeri, atau pemegang IUP dan IUPK saling bekerja sama guna mewujudkannya.

 

Renungan:

  1. Indonesia dikaruniai sebagai negeri yang kaya raya, tetapi tingkat kemakmuran masyarakatnya masih jauh dari makmur. Ibarat ayam kelaparan dalam lumbung padi sendiri.  Sudah jelas, bangsa kita bercita-cita untuk menjadi lebih besar dengan memenuhi kebutuhannya sendiri yang telah disediakan Tuhan.  Untuk menjadi lebih besar kita perlu bekerja lebih keras, lebih keras daripada mengusir penjajah, karena ternyata merdeka jauh lebih besar tantangannya daripada dijajah.   
  2. Penganugerahan sumber daya alam yang melimpah, dalam hal ini bauksit telah melalaikan kita pada keuntungan sesaat. Dengan dikeruk secara besar-besaran, hingga ketika ada pelarangan ekspor bauksit, kita terkejut, kita marah, saling tuduh antara pihak pemerintah dan pelaku bisnis.  Tanpa kita sadar, kita hanya mencari pembenaran diri guna meraih kembali keuntungan kemarin yang menggila.  Kita lupa, kegilaan adalah jalan menuju kehinaan.
  3. Aturan yang dibuat manusia (pemerintah) semisal UU, PP, Permen, dll, tetaplah tidak sempurna. Kewajiban kita sebagai warga negara untuk membenahinya.  Demikian juga dengan pembuat aturan, hendaklah hendaklah dilandasi dengan niat tulus untuk kepentingan negara dan bersifat terbuka dalam menerima masukan dari masyarakat guna penyempurnaan.
  4. Ada keanehan dari bangsa ini, bijih bauksit diekspor ke Jepang dan China, tetapi mengimpor alumina dari Australia. Tapi bisa jadi, Jepang dan China tidak mempunyai atau miskin bijih bauksit dan olahannya sebagian besar digunakan sendiri, dan Australia mempunyai tambang bijih bauksit, mengolah alumina sendiri dan menjadi yang terbesar, sehingga mampu menjual dengan lebih murah ke Indonesia, mengingat juga jarak yang tidak terlalu jauh.  Semoga tidak ada unsur politik yang merugikan bangsa, meskipun sempat terbesit juga di benak.
  5. Tidaklah mudah untuk meraih sesuatu yang besar, maka diperlukan ketulusan hati tanpa pamrih, kerja keras, persatuan, dan kesabaran dari semua pihak yang berkepentingan. Ibaratnya, ketika seseorang ingin membangun rumah, tetapi ia ingin menekan biaya serendah mungkin, maka ia perlu berburu sendiri mencari bahan bangunan ke produsennya.  Dalam hal ini otomatis ia telah mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga, demikian pula pemilik toko bahan bangunan juga berkurang keuntungannya.  Setelah mengetahui keuntungan dari berburu sendiri atau selisih harga produsen dan toko, bisa jadi muncul keinginan untuk menjadi kontraktor perumahan dengan memproduksi bahan bangunan sendiri.  Ilustrasi ini menggambarkan kerugian atau keuntungan?
  6. Diperlukan kemandirian bangsa, sehingga kita tidak lagi tergantung pada investor luar negeri. Kita harus yakin, banyak putra-putri Indonesia yang mampu mengolah bahan mentah menjadi produk yang memiliki nilai tambah, asal kita memberi peluang kepada mereka.
  7. Setiap investor yang ingin menanamkan saham tidak mungkin tanpa tendensi keuntungan, baik dari sisi ekonomi maupun politik dan memang sulit mencari orang yang menetapkan kebijakan dengan murni mengedepankan kepentingan umum (nasional).
  8. Tidak ada kata terlambat dalam memulai sesuatu ke arah yang lebih baik, meskipun batas akhir peraturan telah berlalu.
  9. Kebangkrutan akan terjadi sementara, akibat dari kebijakan yang berorientasi lebih jauh dan luas merupakan akibat otomatis, yang perlu dicarikan solusi guna menekannya.

Harapan terhadap Industri Bauksit dan Smelter Alumina

Berdasar renungan di atas, kita mempunyai harapan terhadap industri bauksit dan smelter alumina.  Harapan tersebut adalah:

  1. Sebagai penghasil bauksit, Indonesia belum memiliki pabrik pengolahan bauksit menjadi smelter Melihat manfaat aluminium, Indonesia kaya dengan sumber bauksit, mampu mencetak tenaga kerja yang profesional, dan peluang pasar yang menjanjikan, seharusnya mampu memenuhi kebutuhan smelter alumina sendiri.
  2. Guna menjamin ketersediaan bahan baku dalam negeri, meskipun produk aluminium bisa didaur ulang, mencegah dampak negatif terhadap lingkungan akibat penambangan bauksit besar-besaran, serta mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar di masa yang akan datang dan dalam jangka panjang, penambangan bauksit hendaknya dikendalikan oleh pemerintah.
  3. Pemerintah menjamin ketersediaan bauksit dan smelter alumina melalui penerbitan peraturan-peraturan dengan memperhatikan peraturan sebelumnya, imbas dari peraturan yang akan diterbitkan guna kepentingan bangsa, bukan individu. Kewajiban peningkatan nilai tambah, pengolahan dan pemurnian terhadap pemegang IUP dan IUPK operasi produksi mineral (PP No. 23 tahun 2010 bab VIII bagian kesatu pasal 93), hendaknya dilaksanakan oleh pemegang IUP dan IUPK produksi bauksit baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya, tanpa menunggu aturan pendukungnya lainnya terbit.  Terbitnya PP No. 23 tahun 2010, Permen ESDM No. 7 tahun 2012 dan  Permen ESDM No. 1 tahun 2014 dapat dijadikan pelajaran dalam beroperasi selanjutnya.
  4. Adanya pabrik smelter alumina ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik sehingga akan menimbulkan dampak positif bagi pertumbuhan investasi, konsumsi masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan pemasukan negara dan daerah, mengurangi (bahkan tidak tergantung) impor dalam aktivitas produksi, menciptakan lapangan kerja yang lebih besar juga akan menciptakan keterkaitan hulu dan hilir antar sektor yang lebih luas.
  5. Penambangan, pengolahan dan pemurnian bauksit hingga menjadi hasil jadi bukanlah hal sederhana yang mudah diraih dalam waktu sekejap. Perlu perencanaan yang matang, kerja keras, kesatuan visi dan kesabaran.  Pemerintah Indonesia harus menyediakan roadmap untuk membangun smelter dan mengejar target-target yang dicanangkan.  Kebangrutan akan terjadi sementara akibat dari kebijakan yang berorientasi lebih jauh dan luas merupakan akibat otomatis, yang perlu dicarikan solusi guna menekannya.
  6. Adanya tenaga kerja dalam negeri yang melimpah, diharapkan munculnya tenaga kerja profesional, yang mampu mewujudkan target-target yang dicanangkan dalam pembangunan industri smelter

Pengolahan dan pemurnian bauksit untuk meningkatkan nilai tambah produksi, baik secara langsung maupun melalui kerja sama dengan perusahaan, pemegang IUP dan IUPK lainnya.  Kerja sama dengan investor dalam negeri akan lebih menguntungkan bangsa, mengingat banyak dari mereka yang mempunyai kekayaan luar biasa yang disimpan atau ditanamkan di luar negeri.

  1. Tenggang waktu pengolahan dan pemurnian bauksit untuk meningkatkan nilai tambah dari munculnya PP No. 23 tahun 2010 bab VIII dan Permen ESDM No. 7 tahun 2012 telah terlampaui, dan (sepertinya) belum terwujud. Hampir satu setengah tahun hadir Permen ESDM NO. 1 tahun 2014 tentang pelarangan ekspor mineral mentah bauksit.  Ibaratnya, ada muatan besar hendak dibebankan pada pundak kanan, muncul lagi muatan yang sama di pundak kiri. Ibaratnya wajah memulai maju baru sesenti tiba-tiba ada peluit keras perintah untuk lari.  Padahal, boro-boro lari, jalan saja kita belum sepenuhnya siap.  Wuih, beratnya!  Dalam hal industri smelter alumina diharap pemerintah lebih bijaksana dalam mengambil keputusan selanjutnya.
  2. Untuk sementara, Indonesia akan kehilangan kehilangan 20% potensi ekspor tambang. Apabila bauksit telah diolah menjadi alumina, harganya bisa melejit sangat tinggi, menjadi sekitar US$ 350 per ton, bahkan jika alumina bisa diolah menjadi aluminium ingot, harganya bisa melenting makin tinggi lagi, mencapai sekitar US$ 2.500 per ton.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun