Mohon tunggu...
Sri Sutrianti
Sri Sutrianti Mohon Tunggu... Guru - Guru IPA SMP

tertarik belajar menulis sebagai upaya ekspresif terapi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Layang-layang

11 Juni 2024   16:48 Diperbarui: 11 Juni 2024   16:57 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

membasahi  dinding juga membasahi atap seng yang meringis pedih. 

Aku termangu, terperangah seperti berada di suatu senja yang tembaga , 

yang kemudian menyusut  lalu melenyapkanku.
Kemudian datanglah sebuah  layang-layang  menghampiriku. 

Matanya berkaca-kaca,  dia tertunduk di hadapanku. 

Maafkan aku Ibu, aku telah bersalah mengajaknya bermain terlalu tinggi, sehingga dia jatuh tak seimbang diri”. 

Aku mencengkram kerah bajunya kuat kuat sambil menahan amarah dalam gemerisik bunyi geligi yang beradu. 

Layang-layang itu kemudian berkata lagi, 

Tapi sebelum jatuh dia sangat bahagia bersamaku Bu, dia bernyanyi-nyanyi riang mengajakku terbang jauh ke awan”. 

“Dia bilang, Ibunya tak pernah membuatnya sebahagia ini,  bisa melanglang langit tanpa batas. 

Ibuku penuh aturan tak memberikan kebebasan tak berbatas seperti bermain denganmu”.


Perlahan-lahan, aku melonggarkan cengkraman di leher bajunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun