"Saur karepmu ora saur karepmu"
"Poso karepmu ora karepmu"
"Ora saur yo karepmu"
"Ora poso yo sak karepmu"
"Gusti Allah wis reti karepmu"
Mulanya sih Bodin males bangun walau suara di Mushola dekat rumah sudah riuh orang teriak-teriak bangunin sahur. Namun ketika hendak tidur lagi iseng-iseng didengerin benar kata-kata orang yang  teriak-teriak  di Mushola itu.
"Saur karepmu ora saur karepmu" ( mau sahur terserah, nggak sahur juga terserah kamu )
"Poso karepmu ora karepmu" ( mau puasa terserah, nggak puasa juga terserah kamu)
"Ora saur yo karepmu" (nggak sahur terserah kamu)
"Ora poso yo sak karepmu" (nggak puasa ya terserah kamu)
"Gusti Allah wis reti karepmu" ( Tuhan sudah tahu keinginanmu )
 "Wah, gak bisa dibiarkan ini pasti nyindir gue, nih" batin Bodin buru-buru membetulkan sarungnya dan berlari keluar hendak ke mushola menghampiri orang-orang yang berteriak-teriak pakai pengeras suara tadi.
" Hai, siapa yang nyuruh kalian teriak-teriak pakai mike pagi buta gini..." Teriak Bodin dari luar mushola.
" karepmu, karepmu..." Teriak mereka bersama-sama setelah melihat Bodin marah-marah.
" Sana saur gih, daripada teriak-teriak nggak karuan"
" Kan sudah dibilang saur karepmu ora saur karepmu, kok nyuruh-nyuruh kita saur sih. Memang Bodin sudah saur"
"Karepmu...karepmu..." jawab Bodin kesal sambil berlalu pulang.
" Awas ya, kalau dilanjutin teriak-teriaknya, aku putus kabel mikenya "
Sampai di rumah Bodin teriak-teriak karena rumah sepi pertanda anak-istrinya belum bangun.
" Woi, kenapa kalian pada nggak bangun saur, bangun ... mana kopiku!" teriak Bodin membangunkan seisi rumah.
" Apa tadi Babe nggak dengar, sekarang mah sudah bebas. Kita boleh nggak saur, boleh nggak puasa, Be.."
" Karepmu...karepmu..."
"Dengerin ya, itu bukan pengumuman tapi sindiran"
" Emang Babe kesindir ya.. Sak karepmu Be, kita juga sak karepe dewe"
" Sudah, mana kopi gue. Bikinin...."
"Sak karepmu, Be.Kita mau tidur lagi..."
Mereka pun ngelonyor masuk ke kamar lagi.
Sementara suara di mushola makin keneng :
"Saur karepmu, ora saur karepmu..."
Pagi harinya....
Istri Bodin seperti biasanya nyiapin kopi dan gorengan buat sarapan, anak-anak mereka pun sudah bersiap hendak sekolah.
Memang Bodin terlambat bangun, gara-gara peristiwa dini hari tadi tidurnya terganggu. Dia buru-buru mandi hendak berangkat jualan ke pasar. Namun di dapur istrinya sedang menggoreng pisang kesukaannya. Wangi pisang itu membuat Bodin ragu-ragu, puasa nggak-puasa ngak, nggak puasa, puasa . Embuh sak karepmu.
Bodin jadi ingat teriakan anak-anak di mushola dini hari tadi, " Apa betul ya mereka itu nyindir gue"
Tetapi kenapa juga ya istri dan anak-anak juga nggak puasa, nggak sahur semalam.
" Be, nggak ngopi dulu.." teriak istrinya ketika dia hendak ngelonyor naik sepeda ke pasar.
"Memang kalian tidak puasa ya, pantesan mereka sindir kita"
"Siapa, Be. Yang nyindir kita
" Apa kalian nggak dengar, anak-anak teriak semalam"
" Iya, Be. Tapi sekarang belum Ramadan, masih lusa kita puasa, Be.." kata isrti Bodin.
" Subhanallah...."
" Lah, ngapain anak-anak teriak-teriak dini hari , Berisik bikin orang nggak bisa tidur saja!"
" Mereka itu pada latihan, Be..."
Begitulah, kebiasaan kampun Bodin seminggu sebelum Ramadan tiba, Mushola tiap malam ramai sampai dini hari. Ada saja yang mereka lakukan. Mulai yang suka murothal baa ayat-ayat sui Al-Qur'an, sholawatan, sampai ada yang suka teriak-teriak bangunin orang seperti dia atas.
Begitu Bodin sadar kalau memang belum waktunya Ramadan tiba, sepedanya kembali disenderkan. Dan segera masuk rumah, menyantap pisang goreng kesukaan berserta kopi buatan istri terinta yang dirasa makin sedap saja.
Maaf yaa... kalau nggak luu..
Dianggap luu karemu, ora yo karepmu.
Gusti Allah wis ngerti karepku..
He he he he....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H