Mencari kontrakan bukan hal yang mudah bagi pendatang seperti kami. Walaupun di desa namun sulit cari rumah yang masih kosong. Sampai rumah sangat sederhana, berdinding papan beratap rumbia pun laku dikontrakkan.
Saat itu suami baru saja mendapat tempat kerja baru. Walau masih bekerja di perusahaan yang sama, namun pindah tugas ke tempat baru yang lebih eksotik. Dari pada menyebut "lebih sulit dan pelosok", saya lebih suka menyebut dengan lebih eksotik, biar rasa kengerian beralih pada rasa keelokan alamnya yang masih perawan.
Karena suami hanya sebagai karyawan biasa, maka kami tidak mendapat jatah tinggal di mess perusahaan. Kami harus mencari tempat tinggal sendiri, jadi bisa membawa keluarga sekalian. Walaupun uang kontrakan dibayar oleh perusahaan.
Desa Geronggang adalah desa terdekat dari jobsite Senakin. Semenjak perusahaan tambang T masuk, Geronggang seperti hidup kembali setelah bertahun-tahun sepi ditinggal penghuninya.
Karena adanya larangan penambangan batubara liar dan operasi gencar dilaksanakan, banyak  tambang-tambang liar yang dikelola perorangan maupun koperasi tutup, gulung tikar.
Sebagian besar penduduk Geronggang adalah pendatang pekerja tambang. Karena adanya pelarangan tersebut mereka ikut meninggalkan desa yang sulit terjangkau. Hanya penduduk asli yang masih bertahan di desa itu.
Rumah-rumah yang dulu dibangun pada waktu jaya-jayanya penambangan liar ditinggal penghuninya begitu saja. Menjadi rumah-rumah kosong yang sepi dan terkesan horor. Karena penduduk asli jumlahnya tidak terlalu banyak juga.
Tahun demi tahun berganti, perusahaan tambang T yang merupakan perusahaan tambang asing pun  akhirnya masuk wilayah itu.  Orang-orang mulai berdatangan kembali ke desa tersebut.
Rumah-rumah yang dulu kosong tak berpenghuni kembali laku dikontrakkan. Pasar desa yang hanya seminggu sekali pun mulai ramai, bukan hanya oleh para pekerja tambang, namun oleh pekerja perkebunan sawit yang ada di sekitar desa Geronggang.
*****