Mohon tunggu...
Sri Subekti Astadi
Sri Subekti Astadi Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga, senang nulis, baca, dan fiksi

ibu rumah tangga.yang suka baca , nulis dan fiksi facebook : Sri Subekti Astadi https://www.facebook.com/srisubektiwarsan google+ https://plus.google.com/u/0/+SriSubektiAstadi246/posts website http://srisubektiastadi.blogspot.co.id/ https://www.instagram.com/srisubektiastadi/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Tanah Senja itu....

14 Desember 2014   22:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:19 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mar....apa kamu sudah mendengar apa yang terjadi di dusunmu...." bagai disambar petir...aku menerima berita itu...

"Ada tanah longsor...di bukit belakang rumahmu......." hatiku terasa hancur berkeping-keping teringat dengan Bapak, Emak dan ketiga adikku yanto, Mardi dan Rois.

Aku sudah tak bisa berkata-kata lagi hanya hujan air mata yang memenuhi wajahku. Aku segera pamit pada Cik Mey..untuk mencari berita tentang keadaan kampungku.

Dengan diantar Agus orang kepercayaan Cik Mey...aku menembus lebatnya hujan menuju desaku. Namun sampai di ibukota kecamatan kami di hadang tiak boleh melintas karena ada tragedi tanah longsor di kambangan, begitu kata meraka. Kambangan..ya ..Kambangan adalah kampung halamanku..disana ada Emak, Bapak dan ketiga adikku. Badanku terasa lemas, aku segera turun dari boncengan sepeda motor....tangisku pecah di pinggir jalan, hingga beberapa orang mengerubutiku. Aku minta tolong kepada mereka agar aku diantarkan memasuki kampungku, tetapi tetap tidak diijinkan.....aku hanya bisa menangis meraung menyebut nama Bapa,emak dan adik-adikku. Akhirnya aku dibawa ke posko yang didirikan secara dadakan. Orang sudah ribut semua....beberapa peralatan dan  penerangan disiapkan untuk memasuki titik terdekat lokasi bencana. Aku mendapat kabar bahwa bukit di belakang rumah kami runtuh dan mengubur semua rumah yang ada di bawah bukit tersebut. Beberapa ada yang selamat dan saat ini sedang dipersiapkan untuk mengefakuasi mereka ke tempat penampungan sementara yang lebih aman.

Bagaimana hancurnya perasaanku, bagaimana dengan nasib emak, bapak dan adik-adikku belum aku ketahui, aku tidak diperbolehkan memasuki daerah bencana hanya petugas dari POLRI dan TNI saja yang diperbolehkan. Apa yang bisa aku lakukan disini...aku hanya bisa berdoa-dan berdoa semoga semua anggota keluarga dan kerabatku semua selamat. Aku segera mengambil air wudhu dan meminjam mukena untuk sholat dan memohon pertolongan dari Allah....itu saja dulu yang bisa aku lakukan sepanjang malam, aku tak bisa menutup dan memejamkan mataku untuk beristirahat, karena air mataku tak henti-hentinya berhenti mengalir.

Setelah subuh tiba aku diijinkan untuk bergabung dengan tim evakuasi untuk menuju titik penampungan terdekat. Aku hanya bisa berdoa dan berharap seluruh keluargaku selamat dan saat ini ada di penampungan di Masjid desa kami, yang lokasinya kurang lebih 4 KM dari dusun kami Kambangan.

Sesampai di lokasi penampungan aku harus turun karena tidak diijinkan memasuki titik lokasi bencana. Dengan nanar satu per satu aku perhatikan mereka, aku mencari bapak, emak , Yanto, Mardi dan Rois. Namun pencarianku sia-sia....tidak seorang anggota keluargaku ada disini.

" Mar........." Lek Rom menghampiriku...kami pun segera berpelukan erat menumpahkan tangis yang tak bisa kami bendung. Dari Lek Rom aku mendapat kabar bahwa Yanto selamat dari musibah karena pada saat kejadian, yaitu sesaat sebelum adzan Maghrib tiba Yanto sudah pergi untuk mengaji di rumah Pak Haji Samsuri yang rumahnya dekat masjid ini.

Lek Rom menceritakan bahwa gemuruh itu datangnya cepat sekali, tanah bukit itu tiba-tiba berjalan dan menguruk semua rumah di dusun Kambangan.Sebenarnya sudah sejak sore ketika hujan belum deras, begitu jelas tanda-tanda longsor itu sudah ada, beberapa pohon dan batu di puncak bukit mulai jatuh ke bawah. Namun karena hujan turun dengan derasnya dan cuaca yang gelap membuat semua warga justru masuk ke dalam rumah, yang dikira menjadi tempat yang aman untuk bernaung. Namun dugaan mereka salah, para warga justru terkubur hidup-hidup di dalam rumah mereka. Bukit dan daerah rumah penduduk telah rata, seperti tanah pekuburan. Sisa-sisa kehidupan telah punah, hanya beberapa rumah warga yang masih kelihatan keping-kepingnya.

Menurut Lek Rom, Yanto ada di masjid penampungan itu juga namun aku belum menemukannya, segera aku menyusuri sudut-sudut masjid di dalam dan di luar masjid. Betapa senangnya hatiku...melihat Yanto yang sedang terpekur sendiri di bawah pohon mangga di ujung halaman masjid.

"Yanto......."aku segera menghampirinya dan memeluknya erat-erat...air mataku berhamburan...Yanto kelihatan bersedih banget.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun