Suatu saat penulis ketemu dengan mahasiswa di bank, karena sudah tahu penulis bekerja di perpustakaan. Mahasiswa dengan enteng bertanya: "Ibu, kok di sini siapa yang "jaga" perpustakaan ?", atau mahasiswa lain yang selalu mengatakan "penjaga perpustakaan".
Bahkan di kompasiana.com penulis menemukan ilustrasi untuk judul tulisan: "Meriahkan Peringatan Hari Buku dengan Membaca", yang ditayangkan tanggal 17 Mei 2018 pukul 17.10, masuk artikel utama. Pada keterangan gambar ditulis:"Ilustrasi, buku dan penjaga perpustakaan (foto: kompas.com).
Jujur, penulis sebagai pustakawan kalau disebut oleh mahasiswa dan editor kompasiana sebagai "penjaga buku" sedih. Namun penulis berprasangka baik, karena kurangnya informasi apa arti istilah pustakawan.
Hal ini juga sebagai bukti bahwa profesi pustakawan belum dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia. Kalau di luar negeri sudah sangat paham apa, siapa, mengapa, di mana, bagaimana "librarian" (pustakawan).
Di kalangan masyarakat intelektual seperti perguruan tinggi pun masih menyebut "penjaga perpustakaan", seperti ilustrasi di atas. Bagaimana dengan masyarakat awam?
Istilah penjaga menurut KBBI berarti "orang yang bertugas menjaga; Â penunggu (hantu atau roh yang menunggu atau mendiami suatu tempat". Di sini penjaga lebih tepat mempunyai arti orang yang bertugas menjaga. Bukan penunggu, karena "horor" artinya hantu atau roh yang menunggu atau mendiami suatu tempat, sama dengan setan.
Padahal penjaga itu bukan "setan", tetapi manusia yang mempunyai perasaan dan hati nurani, kalau setan itu tidak mempunyai perasaan dan hati nurani, sehingga suka menggoda dan membisiki/menjerumuskan manusia.
Pustakawan menurut UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pasal 1 angka 8, yaitu:"seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atu pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.Â
Jelas sekali bahwa pustakawan itu harus memiliki kualifikasi akademik minimum diploma dua (D-II) ilmu perpustakaan dari perguruan tinggi terakreditasi.
Bila D-II di luar ilmu perpustakaan harus mengikuti diklat di bidang perpustakaan yang diadakan oleh Perpustakaan Nasional atau lembaga akreditasi (pasal 33 ayat 1-4 PP No.24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan).
Selain itu pustakawan harus memiliki kompetensi profesional (aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja), dan kompetensi personal (kepribadian dan interaksi sosial).
Pustakawan harus memiliki sertifikat kompetensi, dengan melakukan proses sertifikasi pustakawan dengan ujian tertulis, wawancara, praktek bidang kompetensi yang diambil, yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Pustakawan (LSP Pustakawan).
Dalam pasal 31 dan 32 PP No.24 Tahun 2014, diatur tentang standar tenaga perpustakaan yang harus memenuhi kriteria minimal mengenai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi.
Tenaga perpustakaan terdiri dari pustakawan, tenaga ahli dan tenaga teknis perpustakaan (tenaga non perpustakaan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan).
Jadi pustakawan itu orang yang bekerja di perpustakaan dengan kompetensi khusus bidang perpustakaan, yang mempunyai tugas dan tanggung jawab mengelola dan memberi pelayanan kepada pemustaka.
Sedang orang yang tidak mempunyai kompetensi khusus  itu disebut "petugas perpustakaan", walaupun bisa juga mengelola dan memberi pelayanan, tetapi tidak mempunyai bekal ilmu perpustakaan.
Inilah yang membedakan pustakawan dan petugas perpustakaan. Penyebutan "penjaga perpustakaan" kesannya sebagai orang yang benar-benar seperti "patung dan robot", hanya memberi pelayanan kalau diminta, itu pun tanpa ekspresi, simpati, empati dan hati nurani.
Irit menjalin komunikasi dengan pemustaka dalam memberikan pelayanan. Akibatnya pemustaka memberi cap "penjaga buku", seperti satpam yang menjaga keamanan penuh curiga setiap gerak gerik pemustaka.
Zaman dulu orang ditempatkan di perpustakaan itu berarti "mati karier", karena menjadi "tempat buangan" orang-orang bermasalah (tidak disipln, pembangkang, tukang ngeyel, pemalas, pengutang).
Setelah di perpustakaan dibina (bukan dibinasakan), menjadi orang yang baik dan benar, kembali ke jalan yang lurus, rajin dan disiplin bekerja diambil dari perpustakaan. Begitu seterusnya ketika ada orang bermasalah lagi dibuang di perpustakaan.
Perpustakaan semacam terminal dan "nusakambangan"(pinjam istilah Ichlasul Amal) bagi orang-orang yang susah dibina, sehingga dibuang ke perpustakaan. Pimpinan juga sering mengancam kepada pegawai yang susah dibina akan dipindahkan ke perpustakaan.
Kalau saat ini P. Nusakambangan menjadi tempat para teroris, maka perpustakaan sebagai tempat pembinaan bagi orang-orang yang mempunyai kesalahan berat.
Perpustakaan seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berbenah dan "bersolek", sehingga semakin mempunyai daya tarik bagi pemustaka yang umumnya generasi milenial.
Perpustakaan tidak sepi seperti kuburan yang dihuni para "penjaga" yang serem, namun saat ini perpustakaan terang benderang, ramai seperti mall, dan tempat ideal untuk diskusi, belajar, "ngadem" karena ber AC, ngobrol, nongkrong, janjian, ketemuan (bukan pacaran).
Semua kebutuhan tersedia stationay, makan, minum, cafe, mushola, toilet, tempat khusus merokok, dan pastinya tempat ideal untuk mencari informasi cetak dan digital, serta berselancar di dunia maya.
Semua itu karena "tangan dingin" pustakawan dan petugas perpustakaan yang mempunyai visi, misi, konsep, inovasi, kreatif, profesioal, ikhlas dan melayani dengan hati bukan dengan emosi.
Semoga setelah tulisan ini tidak lagi mendengar istilah "penjaga perpustakaan", akan lebih indah dan enak didengar kalau disebut "tenaga perpustakaan".
Selain itu masih ada pustakawan dan tenaga ahli, mengingat tugas dan tanggung jawabnya berbeda, jadi tidak di"gebyah uyah" (Jw)/dicampur aduk menjadi "penjaga perpustakaan". Pustakawan bukan Penjaga Perpustakaan.
Yogyakarta, 19 Mei 2018 pukul 16.35 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI