Mohon tunggu...
Sri Rumani
Sri Rumani Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

Rakyat kecil, bukan siapa-siapa dan tidak memiliki apa-apa kecuali Alloh SWT yang sedang berjalan dalam "kesenyapan" untuk mendapatkan pengakuan "profesinya". Sayang ketika mendekati tujuan dihadang dan diusir secara terorganisir, terstruktur, dan konstitusional... Email:srirumani@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bank "Plecit" Benarkah Menyelesaikan Masalah?

17 Maret 2018   09:11 Diperbarui: 18 Maret 2018   20:45 2843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila sampai menunggak, ada kreditur baru yang menawarkan pinjaman baru untuk membayar kreditur lama. Ada jaringan rapi antara para kreditur untuk terus mencari "korban baru", walau pemerintah sudah melarang praktek rentenir. Apalagi di tingkat desa, saat ini ada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang memberi peluang usaha bagi warga desa. Baca Juga: Investasi Bodong Pasti Bohong

Bagaimana upaya menghindarkan dari bank "plecit" ?. Pertama, jangan mudah "tergiur" rayuan gombal pihak kreditur yang sangat "piawi" meruntuhkan pendirian seseorang. Kedua, para tokoh masyarakat dan pemerintah desa sampai tingkat rukun tetangga/RT melawan bank plecit masuk diwilayahnya. 

Ketiga, pimpinan pasar dan jajarannya membuat koperasi pasar untuk memerangi bank "plecit" yang sering beroperasi di pasar-pasar. Keempat, usahakan menjadi anggota koperasi simpan pinjam, yang kegiatannya dari, oleh dan untuk anggota, serta berkeadilan. Semakin sering pinjam semakin mempunyai Sisa Hasil Usaha/SHU besar, yang dibagikan setiap ada Rapat Anggota Tahunan/RAT.

 Kelima, meminjam di bank/lembaga keuangan resmi pemerintah atau swasta dibawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keenam, meminjam kepada orangtua, saudara, teman baik asal tetap mempunyai niat untuk mengembalikan, jangan pernah menyepelekan pinjaman dari keluarga, apalagi berniat tidak membayar (kecuali sudah dikhlaskan). Ketujuh, selalu mensyukuri nikmat, karunia, rejeki dari Alloh SWT, sehingga "merasa" dicukupkan dan dilapangkan rejeki untuk memenuhi kebutuhan bukan keinginan. 

Yogyakarta, 17 Maret 2018 pukul 08.26

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun