Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terhasut

25 Maret 2024   20:46 Diperbarui: 25 Maret 2024   21:13 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kuburan di Halaman rumah. Foto shuterstock

"Ada apa kalian datang ke rumahku seperti ini?"

"Pura-pura tanya, dasar penjahat! Siapa yang kau bunuh, Ayu?" bentak Suro, ketua RT juga sesepuh Desa Pojok, Madiun kepada wanita muda yang tadi bertanya.

Wanita yang dipanggil Ayu tampak semakin bingung dengan sikap para tetangganya yang brutal. Masuk ke halaman rumah belakangnya tanpa izin. Padahal rumah itu bertembok tinggi. Hanya ada dua akses menuju kawasan rumahnya, yakni melalui pintu samping yang menghubungkan dengan rumah adiknya. Satu lagi melalui pagar depan.

Ada dua kemungkinan, kenapa warga bisa masuk ke halaman belakang rumah. Jika tidak adiknya membukakan pintu, suami lupa tidak mengunci gerbang depan saat berangkat kerja malam.

"Apa yang sampeyan katakan, Pak Suro? Aku tidak mengerti maksudnya,"  ujar Ayu sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman warga.

"Lepaskan! Lepaskan, kalian keterlaluan! teriaknya.

Bukannya dilepaskan, salah seorang dari mereka malah menampar pipinya. Ayu teriak, kali ini dia tidak bisa menahan tangis, karena rasa panas di pipinya. Selama ini tak seorang pun yang berani berbuat kasar, apalagi suami, orang tuanya.

"Kamu yang keterlaluan, sudah membunuh, tidak mengaku lagi."

"Bawa saja ke kantor polisi, kita seret dia?" teriak salah seorang wanita paruh baya. Ayu pastinya tahu siapa yang berteriak, Surti yang sering bersih-bersih halaman belakang.

Teriakan warga semakin keras. Ayu pun tak kalah meninggikan volume suaranya. Dia tidak menghiraukan lagi rasa sakit bekas tamparan. Tamparan itu membuatnya sadar, tetangga-tetangga yang selama ini dibantunya ternyata menikam dari belakang.

"Jelaskan dulu ada apa ini?" Kembali Ayu meninggikan suaranya.

"Bungkam saja mulutnya, setelah bukti ada, kita seret ke kantor polisi. Kalau begini terus tidak ada hasilnya," koar seorang warga.

Warga lainnya serempak teriak setuju. Tak lama kemudian tanpa meminta persetujuan ketua RT, warga membungkam mulut Ayu dengan kain seadanya. Tangannya diikat bak penjahat terciduk.  

Ayu tak kuasa melawan, badannya terlalu kecil untuk berontak. Dia tampak pasrah dengan apa yang dilakukan para tetangganya yang sebagian besar kaum laki-laki. Sedikit kaum perempuan yang menyaksikan, mereka tidak bisa melawan para suaminya meski kasihan pada Ayu.

Ayu sebenarnya orang baik, meski orangnya tertutup, dia cukup peduli dengan kemiskinan tetangganya. Setiap bulannya dia membagikan sembako kepada para janda satu RT, ada sekitar 15 keluarga yang dia bantu. Belum lagi sumbangan-sumbangan lain, Ayu selalu paling banyak menyumbang. Suami dan kedua anaknya pun tidak keberatan dengan aktivitas sosial ibu muda itu.

Entah setan dari mana yang merasuki para tetangganya, sehingga mengabaikan kebaikan Ayu dan suaminya.

Sementara di pintu gerbang depan tampak seorang warga berdiri dengan raut wajah penuh kemenangan, Lasno, suami Surti yang sering menemani istrinya bekerja membersihkan rumput. Dia pria pemalas. Ketika Surti bekerja di rumah Ayu, hanya menemani bukan membantu.

Ayu sudah mengatakan pada Surti untuk tidak mengajak suaminya. Selain merasa risih ada laki-laki di area rumahnya, juga sebel melihat kemalasan Lasno.

"Surti, jika suamimu ikut bantu, saya bayar gak apa-apa. Banyak pekerjaan yang bisa dilakukannya di sini. Jangan ngintil kamu terus," ujar Ayu suatu ketika.

"Jangan Jeng Ayu, dia tidak biasa kerja kasar."  Begitulah jawaban Surti yang cinta mati pada Lasno. Ayu tidak bisa berbuat apa-apa lagi kepada pasangan itu. Dia hanya jaga jarak dengan suami Surti.

"Rasain Ayu, kamu selalu meremehkan aku di hadapan istriku, sekarang harga diri kamu rusak dan sebentar lagi dipenjara, diceraikan suamimu," sungut Lasno penuh kebencian.  

Halaman belakang yang biasanya gelap, mendadak terang. Bukan padang bulan, melainkan cahaya dari ponsel warga yang menerangi kuburan kecil. Aroma tanah basah bekas galian masih tercium.

"Gantian galinya, biar tidak capek!" seru ketua RT.

Tiga orang warga mulai menggali kembali kuburan mungil tersebut. Ayu hanya menatap penuh kesedihan. Tak ada yang bisa dijelaskan dengan mulut tersumpal. Dia pun tak bisa melakukan apa-apa dengan tangan  diikat.

Belum ada lima menit, seorang penggali berteriak.

"Ini dia mayat bayi yang dikubur si Ayu kejam."  

"Buka! Buka! Buka!"

"Nanti saja di kantor polisi, kita tidak berhak, nanti sidik jari kita jadi saksi, malah-malah kita jadi tersangka," timpal yang lain.

Ayu berontak berusaha melepaskan ikatan, tetapi tali itu cukup kuat. Dia lemah tak berdaya.

"Ayooo .... Giring jahanam itu, lepaskan talinya!" perintah ketua RT.

Seseorang melepaskan ikatan dengan kemarahan. Ayu melempar kain yang ada di mulut mungilnya.

"Dasar bodoh, kalian terhasut. Buka kain pembungkus mayat itu, biar jelas siapa yang ada di dalamnya!" bentak Ayu penuh kekesalan.

"Itu mayat anak kucing." bentaknya lagi.

Satu di antara mereka  membuka tali kain pembungkus mayat. Semua yang menyaksikan tercengang. Tertawa tak bisa, marah pun tak kuasa.

"Kembalikan mayat anak kucing itu! kalau tidak, akan aku laporkan kalian semua," geram Ayu.

Semua memandang Surti yang berdiri kaku. Tangannya gemetar, mukanya pucat. Tiba-tiba sesuatu terjatuh dari genggamannya.

"Kunci pagar rumahku!"

#pestapena2024

#pulpen

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun