"Jelaskan dulu ada apa ini?" Kembali Ayu meninggikan suaranya.
"Bungkam saja mulutnya, setelah bukti ada, kita seret ke kantor polisi. Kalau begini terus tidak ada hasilnya," koar seorang warga.
Warga lainnya serempak teriak setuju. Tak lama kemudian tanpa meminta persetujuan ketua RT, warga membungkam mulut Ayu dengan kain seadanya. Tangannya diikat bak penjahat terciduk. Â
Ayu tak kuasa melawan, badannya terlalu kecil untuk berontak. Dia tampak pasrah dengan apa yang dilakukan para tetangganya yang sebagian besar kaum laki-laki. Sedikit kaum perempuan yang menyaksikan, mereka tidak bisa melawan para suaminya meski kasihan pada Ayu.
Ayu sebenarnya orang baik, meski orangnya tertutup, dia cukup peduli dengan kemiskinan tetangganya. Setiap bulannya dia membagikan sembako kepada para janda satu RT, ada sekitar 15 keluarga yang dia bantu. Belum lagi sumbangan-sumbangan lain, Ayu selalu paling banyak menyumbang. Suami dan kedua anaknya pun tidak keberatan dengan aktivitas sosial ibu muda itu.
Entah setan dari mana yang merasuki para tetangganya, sehingga mengabaikan kebaikan Ayu dan suaminya.
Sementara di pintu gerbang depan tampak seorang warga berdiri dengan raut wajah penuh kemenangan, Lasno, suami Surti yang sering menemani istrinya bekerja membersihkan rumput. Dia pria pemalas. Ketika Surti bekerja di rumah Ayu, hanya menemani bukan membantu.
Ayu sudah mengatakan pada Surti untuk tidak mengajak suaminya. Selain merasa risih ada laki-laki di area rumahnya, juga sebel melihat kemalasan Lasno.
"Surti, jika suamimu ikut bantu, saya bayar gak apa-apa. Banyak pekerjaan yang bisa dilakukannya di sini. Jangan ngintil kamu terus," ujar Ayu suatu ketika.
"Jangan Jeng Ayu, dia tidak biasa kerja kasar." Â Begitulah jawaban Surti yang cinta mati pada Lasno. Ayu tidak bisa berbuat apa-apa lagi kepada pasangan itu. Dia hanya jaga jarak dengan suami Surti.
"Rasain Ayu, kamu selalu meremehkan aku di hadapan istriku, sekarang harga diri kamu rusak dan sebentar lagi dipenjara, diceraikan suamimu," sungut Lasno penuh kebencian. Â