Saya melihat teman-teman masuk tenda tidak karuan. Ada yang minta air, makan, tempat untuk rebahan, sementara di dalam tenda sudah penuh, sesak.
Saya pun keluar tenda menuju tenda laki-laki (masih satu KBIHU) mencari nasi untuk jemaah perempuan. Setelah mendapat izin dari jemaah yang menjaga kotak nasi, saya pun membagikannya kepada jemaah yang baru datang dari Muzdalifah. Selain nasi ada juga susu UHT, air mineral, jeruk.Â
Hari pertama di Mina, 10 Zulhizah layanan makan tidak teratur, ditambah tenda tidak bisa menampung jemaah, terutama tenda perempuan.
Namun, kami tidak sampai mabit di luar tenda, karena petugas haji segera memindahkan sebagian jemaah perempuan ke tenda KBIHU lain yang masih longgar. Ada juga jemaah yang pindah secara mandiri.Â
Jemaah yang pindah sendiri ke tenda lain ini lah yang sering tidak mendapat jatah makan, karena petugas tidak tahu mereka pindah ke mana. Apalagi ada jemaah yang memutuskan di bawah jalan layang.Â
Akhir Kata
Dari peristiwa yang saya dan teman-teman alami. Saya teringat pesan pimpinan KBIHU Multazam, KH. Mustaqim Basyari. di sela-sela ceramahnya. Kita merasa susah, telantar karena sudah merasakan nikmat, kesenangan. Jadi bisa membandingkan bagaimana telantar dan tidak.Â
Misalnya, ketika naik bus berdesakan, kita merasa susah karena terbiasa naik kendaraan pribadi. Sejatinya susah senang, suka duka adalah nikmat, ujian yang harus disyukuri.
Coba tengok ke belakang (kalau ke depan bukan tengok ya? He he ... Tahun-tahun sebelumnya mungkin ujian berhaji lebih berat dari ini. Mereka harus masak, tenda di Arofah, Mina tanpa alas kasur, kamar mandi sedikit, jauh pula.
Tidak perlu membandingkan situasi berhaji dengan keadaan di rumah atau hotel karena tidak sebanding. Pahala dan ujiannya pun tidak sebanding. Begitu yang saya tangkap dari isi ceramah Mbah Kyai, sapaan pimpinan KBIHU Multazam.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!