Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga suka cerita, Petani, Pengusaha (semua lagi diusahakan)

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ibu Pejuang Pangan yang Tangguh

22 Desember 2022   09:52 Diperbarui: 23 Desember 2022   01:00 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu-ibu tandur di sawah Desa Sidorejo, 22/12/2022.| Foto; Dokumentasi pribadi/Sri RD

Pagi itu, salah satu kerabat saya datang membawa kabar jika sumur sawah tidak bisa keluar airnya, karena pulsa listrik habis.

Saya pun membeli pulsa lewat online. Namun, setelah diisi pulsa, sumur tetap tidak mengeluarkan air. Sementara tanah sawah mulai kering.

Melalui aplikasi PLN, saya melaporkan keluhan listrik sawah, kalau meteran mati. Tidak berapa lama ada pesan pribadi melalui WhatApps, kalau petugas akan segera menuju lokasi dan saya suruh menunggu di sawah.

Setelah ganti sekring listrik, air sumur bisa keluar banter. 

Ketika petugas PLN datang ke sawah untuk betulkan listrik sumur sawah, hari sudah siang. Tengah hari berada di sawah, tentunya sangat panas. Suhu udara bisa mencapai 38 derajat celsius.

Untungnya sebelum ke sawah, saya sudah memakai pelembab, jadi tidak begitu menyengat ke kulit wajah. Saya berpikir, pantas saja orang yang bekerja di sawah semakin berkurang, terutama kaum perempuan.

Para remaja putri lebih memilih bekerja di pabrik, toko, ke luar negeri atau menikah dan menjadi ibu rumah tangga. Sementara ibu-ibu yang dahulu biasa ke sawah, jadi nge-MC alias momong cucu. 

Pekerjaan di sawah yang harus dilakukan oleh perempuan adalah tandur dan matun. Entah filosofinya bagaimana, tandur atau menanam padi harus dilakukan oleh perempuan, tidak bisa diganti oleh laki-laki.

Dengan alasan itu, kami mencari orang tandur dari luar desa, yakni Desa Pleset, Kabupaten Ngawi. Di Desa ini, hampir semua ibu-ibu berprofesi ke sawah.

Perempuan Desa Pleset Pejuang Pangan 

Ilustrasi warga desa pergi ke sawah yang terletak di desa lain.| Foto by Kompas.com
Ilustrasi warga desa pergi ke sawah yang terletak di desa lain.| Foto by Kompas.com

Saya katakan para perempuan di Desa Pleset, khususnya ibu-ibu adalah pejuang pangan. 

Mereka sejak pagi sudah berangkat ke sawah untuk mencari nafkah. Padahal suaminya pun pekerja keras. Jika mereka di rumah mengurus anak dan rumah, saya rasa tidak masalah.

Dengan berbagai alasan yang tidak pernah diungkapkan, mereka tetap membantu perekonomian keluarga. Mungkin tujuannya meningkatkan taraf hidup.

Ketika musim tanam, biasanya salah satu dari mereka menghubungi kami. Berapa orang yang akan berangkat. Jumlahnya minimal 15 orang.

Di sawah petani lain jumlah orang tandur tentu akan berbeda. Ini disesuaikan dengan luas lahan atau permintaan petani.

Jarak dari Desa Pleset ke desa kami kurang lebih 16 km. Agar tiba di sawah lebih pagi, tak jarang ibu-ibu ini berangkat setelah salat subuh dengan menggunakan mobil truk atau pic-up. Mereka iuran untuk sewa mobil.

Sistem bayar tandur kepada ibu-ibu adalah borong. Satu petak sawah, misalnya Rp150 rb. Dalam satu hari mereka bisa menanam padi 10 petak. Berarti membawa uang sebesar Rp1.500.000. Uang itu dibagi rata oleh ketua kelompoknya setelah dipotong biaya kendaraan. 

Menurut Ibu Man, setiap desa musim tanamnya berbeda, biasanya selang satu pekan. Jadi, warga tidak leren ke sawah. Jika selesai tandur di desanya, mereka akan ke desa lain, bahkan hingga ke Desa Kare yang jaraknya bisa 30-40 km.

Bu Man hafal, kapan sawah saya mulai tandur, begitu juga dengan sawah petani lain. Ya, hafal karena yang buat benih, bajak, cangkul masih tetangganya, heheh.

Bisa dibayangkan betapa lelahnya ibu-ibu ini. Setiap pagi berangkat ke sawah yang berada di desa lain. Ketika pulang sudah sore dan harus membereskan rumah, mencuci pakaian, masak, memberi makan sapi atau kambing.

Jika tidak ada ibu-ibu ini, bagaimana petani bisa menanam padi? Bagaimana anak-anak bisa makan? Mereka korbankan keluarganya demi kelangsungan pangan Nasional.

Memang ini bagian dari profesi perempuan desa untuk membantu nafkah keluarga. Namun itu bukan kewajiban, tetapi kebaikan para perempuan. Sudah sepantasnya para bapak dan anak-anak menghargai perjuangan ibu-ibu tandur.

Bahkan jika di rumahnya belum punya rumput. Waktu istirahat digunakan Bu Man untuk ngarit rumput di sekitar pematang sawah.

Padi di Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawah, Kabupaten Madiun. 22/12/22. | Foto; Dokumentasi pribadi/Sri RD
Padi di Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawah, Kabupaten Madiun. 22/12/22. | Foto; Dokumentasi pribadi/Sri RD

Bagaimana Kondisi Rumahnya?

Saya sering ke Desa Pleset, karena tak jarang ketika membutuhkan tukang cangkul, mereka susah dihubungi melalui ponsel.

Bisa dimaklumi, sehari-hari di sawah, tidak mungkin memegang ponsel. Nomor kontak yang mereka berikan pun adalah nomor anaknya. Terkadang kalau hanya titip pesan, tidak tersampaikan dengan jelas. 

Contoh rumah kayu di desa dengan lantai tanah.| Foto; Dokumentasi pribadi/Sri RD
Contoh rumah kayu di desa dengan lantai tanah.| Foto; Dokumentasi pribadi/Sri RD

Rumah warga yang bekerja di sawah, sebagian besar masih rumah Jawa yang terbuat dari kayu. Rumah itu bisa diangkat dan dipindah-pindah. Saya pun tidak tahu kenapa mereka tidak membuat rumah permanen dari batu-bata.

Mungkin alasan kuat karena daerahnya rawan banjir, bisa juga tidak memikirkan memiliki rumah permanen. 

Bagi mereka yang penting bisa berteduh, tidur, istirahat. Kenyamanan tidak selamanya dari rumah mewah, tetapi kesederhanaan.

Saya salut kepada ibu-ibu yang ke sawah untuk tandur. Mereka tidak memikirkan kulit wajah kusam, berjerawat, pecah-pecah. 

Bekerja di sawah itu pekerjaan berat. Saya baru cek listrik saja, tidak pernah ketinggalan memakai pelembab, kacamata hitam, jaket. Terima kasih Ibu tandur.

Selamat Hari Ibu untuk Ibu tangguh.

Terima kasih telah singgah, Sahabat semuanya.

Salam,

-Sri Rohmatiah Djalil-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun