Puluhan hektar lahan pertanian di Kabupaten Madiun terserang hama wereng dan terancam gagal panen.Â
Tanaman padi yang mengalami kerusakan akibat serangan hama wereng adalah Kecamatan Saradan, Pilangkenceng, Kecamatan Madiun, Kecamatan Sawahan, Desa Sumberejo dan Kecamatan Madiun. (Kompas, 22/06/2022).
Sementara lahan pertanian yang ada di desa tempat saya tinggal, Desa Sidomulyo, Kecamatan Sawahan, aman, hanya ada beberapa spot yang terserang hama. Sebagian besar tanaman padi bagus.
Dari wabah ini, alangkah baiknya kita mengenal karakteristik hama wereng agar ke depannya tidak terjadi lagi.Â
Serangan hama wereng sangat merugikan petani, karena hingga saat ini belum ada obat yang 100 % bisa mengembalikan kondisi padi.
Hama Wereng Cokelat
Mengutip dari Dinas Pertanian, wereng cokelat atau Nilaparvata merupakan serangga kecil yang merusak tanaman padi.Â
Jenis hama padi satu ini paling berbahaya kerena menyebarkan virus sehingga tanaman padi terinfeksi penyakit tungro.
Tanaman padi yang terserang penyakit tungro akan kerdil dan warna daun muda adalah kuning. Hal ini karena serangan dua jenis virus, yakni virus batang tungro padi atau Rice tungro bacilliform virus (RTBV), dan virus virus bulat tungro padi/Rice tungro spherical virus (RTSV).
Hama wereng menyerang padi pada umur 15 hari setelah tanam (hst) dan gejala akan tampak pada umur 20-40 hts. Jadi sejak awal pertumbuhan, cairan pada batang padi sudah dihisap. Akibatnya tanaman padi akan kerdil, kemungkinan 80% gagal panen.
Tanaman padi di Indonesia dikabarkan sudah rentan (lemah) terhadap wereng coklat karena wereng semakin berkembang dan mampu beradaptasi pada lingkungan. Akibatnya belum ada obat yang bisa membasmi hama wereng.
Munculnya hama wereng yang mampu beradaptasi (biotipe) karena varietas tanaman yang awalnya tahan terhadap hama menjadi lemah. Hal ini disebabkan pola penanaman yang terus menerus dengan menggunakan varietas yang sama.
Serangan hama wereng di lahan pertanian sudah sering terjadi. Dalam jurnal yang ditulis Diani Damayanti dan Dwinita W. Utami, 2014, selama tahun 1986-1990, luas lahan pertanian yang diserang hama wereng berkisar 10.267-61.255 ha (bersumber pada Jurnal AgroBiogen10, Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Pangan, 1992).
Sejak tahun 2007 hingga sekarang, terjadi peningkatan serangan hama wereng, terutama di sentra-sentra produksi padi di Jawa.Â
Seperti kita ketahui, Pulau Jawa terutama Jawa Timur merupakan penghasil padi terbesar. Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik per Januari 2021 Jawa Timur menduduki peringkat pertama penghasil padi terbesar di Indonesia dengan total 9.91 juta ton GKG (gabah kering giling).
Madiun salah satu penyumbang padi terbesar tercatat pada tahun 2020 sebesar 464,93 ribu ton GKG. Jika pada tahun 2022 banyak lahan terserang hama, kemunginan besar gabah kering giling akan berkurang.
Untuk itu ada beberapa antisipasi yang bisa dilakukan petani agar lahan pertaniannya tidak diserang hama, sehingga produktifitas padi meningkat.
Cara Mencegah Hama Wereng
Serangan hama pada tanaman padi tidak terduga. Banyak faktor penyebab serangan hama, salah satunya adalah iklim.Â
Penyebab lain adalah menanam satu varietas setiap musim tanam dan memilih benih padi yang tidak tahan.
Berikut metode untuk mencegah serangan hama wereng, mengutip dari Dinas pertanian.
1. Gunakan varietas tahan
Ada banyak varietas padi yang bisa ditanam sesuai kondisi lahan. Di Desa Sidomulyo, Madiun, saat ini banyak yang menggunakan inpari 42, inpari 13, inpari 16.
Selain varietas inpari ada banyak jenis padi yang tahan hama, seperti varietas IR74 dapat menurunkan populasi wereng coklat biotipe 4 sebesar 52%, sedangkan varietas Ciherang menurunkan sebesar 19,1%.
Distan.buleleng, 2019 menyebutkan jika varietas yang tahan akan hama wereng adalah Inpari 18, Inpari 19, Inpari 31 dan Inpari 33, semua varietas Inpari tersebut tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3.
2. Penggiliran varietas sesuai musim
Seperti disebutkan sebelumnya menanam padi dengan satu varietas di setiap musim menyebabkan hama wereng kuat dan mampu beradaptasi.
Untuk mengantisipasinya setiap musim ada pergantian jenis/varietas padi. Contohnya, di Desa Sidomulyo pada musim tanam kedua (April) menghindari varietas serang karena rawan terhadap penyakit dan diganti dengan inpari 16. Musim tanam kesatu (Januari) menggunakan inpari 42.
Pergiliran varietas pada daerah lain akan berbeda, misalnya daerah tertentu yang rawan hama wereng, Distan menyarankan menanam varietas yang mempunyai gen tahan terhadap Bph1 (IR64) dan Bph3 (Inpari 13) pada musim hujan. Pada musim kemarau menanam padi dengan varietas gen tahan Bph1 (Ciherang) dan bph2 (Inpari 31/33).
sebagai catatan, Bph adalah brown planthoppers yang artinya (wereng cokelat)
3. Penggunaan pestisida
Penggunaan obat pestisida bisa untuk mengurangi hama wereng, tetapi tidak 100 % hilang. Pada musim hujan, beberapa petani di Desa Sidomulyo menggunakan pestisida dicampur dengan obat perekat.Â
Tujuan dari obat perekat agar obat pestisida merekat pada daun yang terserang hama, sehingga pengobatan lebih maksimal.Â
Jika kita sudah berusaha menerapkan tiga hal di atas dan tanaman padi masih terserang hama. Sebaiknya petani mulai memikirkan asuransi untuk tanamannya. Asuransi tersebut dinamakan AUTP, Asuransi Usaha Tani Padi.Â
Apa itu Program Asuransi Usaha Tani Padi?
Usaha di bidang pertanian dihadapkan pada risiko yang cukup besar, seperti gagal penen karena hama, iklim dan lain sebagainya. Risiko ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar pula. Untuk itu pemerintah memberi solusi dengan program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Melansir dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia, risiko yang dijamin dalam AUTP meliputi lahan pertanian yang terdampak banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit pada tanaman padi.
Ketika petani yang mengikuti program AUTP mengalami gagal panen, petani akan mendapat ganti rugi sebesar Rp6 juta per hektar per musim tanam.
Dari ganti ongkos produksi sebesar Rp6 juta, ada Premi Asuransi Usaha Tani Padi yang harus dibayar petani, yakni sebesar 3 % per musim per panen dari ongkos ganti.Â
Perhitungannya adalah Rp 6 juta x 3% = Rp180 ribu.Â
Namun, pemerintah memberi subdisi sebesar Rp 144 ribu (80% dari Rp 180 ribu)
Petani hanya membayar selisihnya Rp180 ribu-Rp 144 ribu = Rp 36 ribu
Jadi petani hanya membayar premi sebesar Rp 36 ribu per hektare per musim tanam.Â
Untuk mengikuti program AUTP, petani bisa menghubungi kelompok tani yang ada di desanya masing-masing.
Kelompok tani akan didampingi PPL dan UPTD kecamatan mengisi formulir pendaftaran sesuai dengan formulir yang telah disediakan.
**
Akan lebih baik jika dalam bercocok tanam kita tidak mempertahankan tradisi lama. Tradisi lama yang masih dilakukan adalah menanam satu varietas dalam satu tahun bahkan lebih.Â
Pengamatan saya, petani akan mengganti varietas jika pertumbuhan padi tidak merata atau telah kena penyakit.Â
Penting juga ada sosialisasi dari PPL terkait karakter setiap varietas.Â
Kegagalan biasanya karena ketidaktahuan.
Semoga bermanfaat.
Baca juga 4Â Keuntungan Investasi Sawah di Desa
Bahan bacaan : Distan.buleleng, kompas.com, Pertanian.go.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H