Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga suka cerita, Petani, Pengusaha (semua lagi diusahakan)

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kenali Gejala Obsessive Compulsive Disorder (OCD) pada Anak dan Cara Mengatasinya

2 Februari 2022   11:53 Diperbarui: 2 Februari 2022   12:02 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak yang mengalami OCD. Foto by kompas.com

Akhir-akhir ini, saya jarang memperhatikan perilaku anak-anak, karena asyik menikmati wajah cantik Kota Madiun dan menuliskannya. 

Ternyata naluri ke-emak-an saya masih berkobar, melototi wajah ganteng Ozy V. Alandika. Eeeeh salah, maksudnya wajah ganteng aktor, Aliando Syarief.

Akhir Januari, publik dikagetkan dengan pengakuan Aliando yang mengidap gangguan mental obsessive compulsive disorder (OCD) sejak kecil, tetapi, baru disadari sekarang.

"OCD-nya selesai karena gue berpikir bodo amat, jangan dipikirin. Jiwa kita lebih besar dari penyakit ini. Mungkin karena anak-anak, belum ada banyak pikiran. tapi di umur 25 ini, makin parah," ujar Aliando Syarief seperti yang saya kutip dari suara.com

Pengertian OCD

OCD atau gangguan obsesif kompulsif merupakan jenis gangguan kecemasan, yang dapat menyebabkan pikiran terganggu dan sering disebut obsesi. Hal ini akan menjebak penderitanya dalam pikiran berulang atau kompulsi.

Menurut National Institute of Mental Health, seperti yang saya kutip dari PsychologyToday, populasi penderita OCD lebih banyak dari orang yang mengalami penyakit mental lain seperti skizofrenia, gangguan bipolar, gangguan panik.

OCD mungkin mulai pada masak kanak-kanak seperti Aliando Syarief, tetapi, sering bermanifestasi selama masa remaja atau awal dewasa. Gangguan ini berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun sesuai keparahan dan cara pengobatannya.

ilustrasi anak yang terobsesi cuci tangan. Foto via halodoc.com
ilustrasi anak yang terobsesi cuci tangan. Foto via halodoc.com

Mari kenali gejalanya, mungkin kerabat, tetangga, kita atau bahkan ananda menunjukkan tanda-tanda OCD.

Setiap anak memiliki gejala OCD yang berbeda, tetapi ada gejala yang terjadi sangat umum. Misalnya, penderita OCD menunjukkan gejala obsesi ektrem atas kuman.

Obsesi adalah pikiran, desakan, gambaran yang tidak diinginkan terjadi terus-menerus yang menyebabkan penderitaan dan individu tersebut mencoba untuk menekan atau melawannya.

Gagasan yang tidak diinginkan muncul berulang-ulang untuk mengusir rasa takut, seperti takut menyentuh benda kotor. Bukan masalah kebersihan saja, tetapi bisa juga keraguan yang besar, seperti, apakah sudah mematikan kompor, apakah sudah menutup gagang pintu. Setelah obsesi itu muncul, akan mengalami kompulsi, tujuannya untuk meredakan kecemasan akibat pikiran obesesif. 

Kompulsi adalah perilaku berulang atau tindakan mental yang dilakukan individu sebagai respons terhadap obsesi.  dengan tujuan menetralkan ancaman atau mengurangi kesusahan.

Perilaku kompulsi seperti sering mencuci tangan, memeriksa tas berulang, dan lain sebagainya. Jika anak itu normal, mencuci tangan pada waktu tertentu saja. Namun, jika mengidap OCD, bisa ratusan kali dia cuci tangan dalam waktu yang lama. Orang yang menderita kebiasaan obsesif, kompulsif juga menunjukkan gerakan berulang seperti meringis, menyentak.

Pada umumnya kita berpikir dorongan untuk melakukan sesuatu bersifat fisik. Akan tetapi, paksaan juga bisa berupa mental, seperti mengulang kata, membuat daftar item atau terus berdoa.

Kompulsi mental pada OCD sama-sama mengganggu seperti kompulsi fisik. Namun, dorongan mental seringkali tersembunyi, sehingga penderita atau orang sekitarnya tidak menyadari.

Baja juga 4 Cara Mengelola Emosi pada Balita

Cara mengatasi OCD

Mengatasai OCD dengan menekan pikiran tidak akan berhasil, harus ada kerja sama dengan ahli dan keluarga. Psikolog Daniel Weger di psychologytoday mengatakan penderita sebaiknya melakukan terapi kognitif. Teknik ini  dapat membantu mengatasi pikiran obsesif pada OCD. 

Terapi kognitif bertujuan untuk melatih cara berpikir (fungsi) kognitif dan cara bertindak (perilaku). Ini sebabnya terapi kognitif lebih dikenal dengan terapi kognitif perilaku.

ilustrasi pendampingan terhadap anak OCD. Foto bya orami.co.id
ilustrasi pendampingan terhadap anak OCD. Foto bya orami.co.id

Jika ananda mengalami gejala OCD, melansir dari beberapa sumber kita bisa melakukan hal-hal berikut.

1. Menjelaskan masalah pada ananda

Kita bisa menjelaskan kepada ananda apa itu OCD dan bagaimana dampak terhadap pikiran dan perilakunya. Tentunya kita harus menyesuaikan usia ananda supaya mudah dipahami. Kita juga bisa menambah wawasan mengenai OCD dari sumber terpercaya.

2. Mengganti nama OCD dengan nama lain

Nama OCD mungkin terdengar menakutkan bagi ananda, kita bisa mengubah nama OCD dengan nama lain, misaknya tokoh nakal, si jahat atau nama kreatif lainnya.

3. Jangan melarang langsung

Ketika ananda melakukan hal yang berulang dan tak masuk akal, sebaiknya jangan melarang lansung. Gunakanlah bahasa yang enak didengar, misalnya, "Sepertinya si jahat menyuruh kakak untuk mencuci tangan berkali-kali ya? Ayo lawan si jahat. Katakan padanya bahwa kakak sudah bersih, tidak ada yang salah dengan tangan kakak!"  dan tidak ada yang salah dengan tas itu!"

4.  Memberi keyakinan

OCD menyebabkan ananda sering merasa kehilangan keyakinan, dia cemas tidak mencuci tangan berkali-kali, atau cemas dengan hal lain.

Sebagai orang tua, kita hendaknya menyakinkan agar ananda tidak cemas, :Mamah yakin, tangan kakak sudah bersih."

5. Mendampingi terapi

Seperti yang telah dikatakan di atas, terapi adalah upaya yang tepat. Kita bisa memberi pengertian bahwa terapi cara mengusir si jahat. Terapi untuk mengatasi OCD pada anak adalah denganprogram CBT atau cognitive behavioural therapy.

Melalui terapi ini, anak akan diajak untuk membiasakan diri dan memahami apa yang harus dilakukan ketika ia merasa cemas serta melakukan hal yang berulang-ulang kali.

Membersamai anak memang melelahkan, apalagi jika menderita suatu penyakit. Namun, yakinlah itu menjadi amal ayah bunda kelak. Supaya tidak terasa capek atau stress, kita bisa bergabung dalam komunitas orang tua yang anaknya sama menderita OCD. Dalam komunitas, kita bisa saling menguatkan, berbagi ilmu.

Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.

Baca juga Cermati Gejala Social Anxiety Disorder pada Anak

Referensi 1 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun