Hello sahabat yang berbahagia,
Panen raya kesatu telah berlalu beberapa pekan yang lalu, sekarang kita menghadapi musim tanam kedua.
Saya akan berbagi kisah, bagaimana hasil panen meningkat di tengah jatah pupuk subsidi menurun.
Sebagaimana kita ketahui dua tahun terakhir ini jatah pupuk subsidi mengalami penurunan yang sangat drastis. Seperti yang disampaikan Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan, Mohammad Hatta, setiap tahunnya pemerintah hanya mampu mengalokasikan 8 juta ton hingga 9 juta ton pupuk subsidi dengan anggaran Rp25-32 triliun.
"Keterbatasan alokasi pupuk kepada petani, karena anggaran pemerintah yang minim. Juga banyak bidang yang harus disubsidi pemerintah yaitu kesehatan, pendidikan, bansos, pupuk, BBM, listrik, belum lagi biaya untuk covid-19. Maka anggaran subsidi untuk tiap bidang pasti ada batasnya," pungkas Mohammad Hatta, Jakarta (7/1/2021)
"Dengan jumlah kebutuhan yang mencapai 23 ton per tahun, tentu jumlah alokasi 9 ton pupuk tidak akan mencukupi," ujar Hatta dalam diskusi virtual, Jumat (29/10) seperti dikutip Kontan.
Sebelum pandemi, para petani mendapat jatah pupuk subsidi sesuai luas lahan yang digarap. Pengajuan luas lahan telah diatur oleh kelompok tani setempat. Namun, seperti yang telah disampaikan Kementan jatah subsidi berkurang. Para petani harus memutar otak demi hasil panen yang memuaskan.
Berapa jatah pupuk yang saya dapatkan?
Sudah dua tahun, hanya mendapat jatah 15 kg untuk satu  jenis pupuk. Padahal kebutuhannya mencapai 25 kg per petak. Berarti setiap petak, saya harus mencari tambahan 10 kg.
Yu ... kita hitung-hitung berapa yang saya keluarkan untuk tambahan pupuk!
Harga pupuk Ponska nonsubsidi pada awal tahun 2021 adalah Rp6.000,00 per kilogram sementara yang bersubsidi Rp2.352,00 tiap kilonya. Ada selisih yang cukup besar, Rp3.648,00. Berarti untuk lahan satu petak, saya menyiapkan 10 kg pupuk dengan total Rp60.000,00
Perbedaan harga yang mencolok juga berlaku untuk jenis pupuk lain, seperti Za. Pupuk Za bersubsidi dibandrol dengan harga Rp1.450,00 per kilogram, sedangkan nonsubsidi Rp4.800,00. per kilonya.
Kebutuhan akan Za sama dengan ponska yakni 25 kg tiap satu petak lahan. Berarti saya membutuhkan tambahan Za 10 kilo dengan harga Rp48.000,00
Untuk pupuk urea, saya tidak menggunakan cukup banyak, jadi jatah 15 kg dari subsidi sudah memenuhi.
Dengan perbedaan harga yang sangat timpang, para petani harus mengeluarkan modal lebih banyak lagi, jika garapan hanya satu petak, mungkin tidak terasa membeli pupuk nonsubsidi. Duuh kalau garapan lebih dari tiga petak, sudah terasa berat, karena biaya produksi bukan pupuk saja.Â
Seperti yang saya hitung di atas. Tambahan pupuk  Rp60.000 + Rp48.000 = Rp108.000 per petak untuk dua jenis pupuk, yakni ponska dan Za
Contoh harga di atas, saya ambil dari harga kios pupuk sebelum ada kenaikan musim tanam kedua ini. Kebetulan saat awal tahun 2021, saya mendapat harga di bawah ini, karena ngambil dari distributor langsung.
Dari mana saya kenal distributor?
Secara kebetulan, saya mengenal teman di satu grup menulis yang bekerja di PT. Petrokimia, Gresik. Dia mengenalkan saya kepada manajer distributor Petrokimia, pupuk nonsubsidi, sebut saja namanya Tiara.
Melalui Mbak Tiara, saya mendapatkan pupuk nonsubsidi dengan harga bukan konsumen, tentu harus pengambilan dengan jumlah banyak. Ibaratnya posisi saya adalah kios pupuk. Bahkan jika ngambil sendiri ada potongan harga juga.
Sebagian orang ragu, jika memakai pupuk nonsubsidi apalagi harganya yang mahal, sudah mengeluarkan biaya banyak ternyata hasil panen gagal. Sangat wajar ada perasaan takut gagal karena ada saja petani yang mengalami hal demikian. Kegagalan sebenarnya bukan dari pemakaian pupuk saja, bisa dari beberapa faktor, seperti hama, salah memberi obat hama, cuaca, takaran pupuk. Akan tetapi, itu sangat jarang terjadi.
Banyak beredar jenis pupuk dengan berbagai merek dagang. Kita perlu teliti kandungan yang ada di dalamnya. Tak perlu ditanyakan karena tidak seperti obat orang sakit.
Sebagai petani, yang pertama saya lihat adalah merek dagang yang tertera, lalu harga. Ada istilah harga gowo rupa. Harga mahal tentu kualitas juga dijamin bagus.
Bagaimana dengan hasil panen musim tanam kesatu? Cukup satu kata, Alhamdulillah.
Walaupun telah banyak pupuk nonsubsidi, petani berharap pupuk bersubsidi kembali normal, jika ada batasan, mestinya harga gabah saat panen naik. Menurut petani yang lama berkecimpung di dunia sawah, pada masa orde lama, pupuk itu bebas dijual di kios-kios dengan harga yang cukup murah. Tidak pernah ada kata pupuk lambat atau langka.
Sekarang menjelang musim tanam kedua, pupuk subsidi belum datang. Semoga saja informasi dari kelompok tani benar kalau dalam pekan ini pupuk subsidi akan dialokasikan kepada petani, walaupun masih dengan jatah terbatas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H