Baca juga Katakan Tidak pada Anak
Kita harus memakai strategi khusus supaya anak tidak menolak dan ikhlas melakukan pekerjaan rumah
Pertama. Pastikan tugas rumah itu bermanfaat bagi keluarga
Ketika anak-anak masih usia sekolah dasar, saya menghindari anak-anak melakukan pekerjaan di depan kompor. Selain berbahaya, anak-anak sering membuat kekacauan. Berteriak jika ada cipratan minyak, bersin-bersin jika menggoreng sambel. Jika melibatkan anak-anak di dapur, mereka hanya melakukan pekerjaan ringan, seperti mencuci sayuran, membereskan meja makan.
Dalam pekerjaan rumah, kita harus menurunkan standar sesuai kemampuan anak sama halnya dengan belajar pelajaran sekolah, mulai dari yang mudah dulu sesuai usianya.
Kedua. Tidak perlu membayar anak-anak dengan melakukan pekerjaan rutin
Saya sering mendengar, orang tua mengeluh ketika harus menyuruh anaknya membeli garam ke warung. Alih-alih dapat ngirit tenaga dan uang, malah jebol, karena upahnya lebih besar dari harga garam.
Kita bisa mengatakan bahwa anak bagian dari keluarga di mana ada pertukaran kerja, saling membantu yang adil. Orang tua juga tidak meminta bayaran ketika harus mengantar anak ke sekolah
Jika kita ingin memberi penghargaan, sah-sah saja, tetapi dalam bentuk lain, misalnya, ucapan terima kasih, kecupan, mengajaknya jalan-jalan ke taman, menggambar, bernyanyi dan sebagainya.
Ketiga. Kolaborasi dan meminta pertanggungjawaban
Diskusi bareng membahas tugas kerumahtanggaan, biasanya saya melakukannya saat malam hari. Membagi tugas siapa yang akan menutup pagar menjelang sore hari, siapa yang akan mencuci motor besok pagi, menyiram tanaman. Dalam diskusi beri kesempatan anak untuk bersuara.
Setelah pembagian tugas dalam keluarga, orang tua juga perlu meminta pertanggungjawaban atas pekerjaan rumah, karena akan membentuk keterampilan anak-anak. Namun, kita juga membutuhkan seni, bagaimana mengatur anak tanpa menindas.Â