Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibu rumah tangga suka cerita, Petani, Pengusaha (semua lagi diusahakan)

People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tertarik Menjadi Petani Milenial? Kuasai 4 Hal Berikut!

7 November 2021   17:14 Diperbarui: 7 November 2021   17:17 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mesin Kombi saat panen raya. Dokumen pribadi. Foto Yoyok

Saya tinggal di desa, pekerjaan utama sebagai petani padi. Delapan puluh persen warga, juga sebagai petani. Ada sih yang berprofesi sebagai pekerja formal. 

Pekerja formal pun, terutama warga asli desa, sebagian besar memiliki sawah, entah itu dari warisan atau beli hak milik. Seolah-olah menjadi petani adalah pekerjaan turun temurun. Sejak kecil sudah menyaksikan orang tuanya terjun ke sawah, jadi begitu anak besar, seperti ada naluri untuk terjun menjadi petani. Namun, itu dulu, ketika zaman mertua saya.

Bagaimana dengan anak milenial?

Banyak orang tua yang menghendaki anaknya bekerja kantoran, menjadi angkatan. Pekerjaan sebagai petani sepertinya sangat rendah dan dipandang sebelah mata.

Pekerjaan menjadi petani tidak dilirik anak muda sekarang. Sebagian besar dari pemuda desa banyak  yang ke kota, kuliah, ada juga yang bekerja di instansi, pabrik gula dan bekerja informal lainnya. Saya menyaksikan hanya dua atau tiga orang anak muda yang serius menjadi petani di desa.

Orang-orang istimewa ini sudah sejak lama menggeluti dunia sawah. Jangan salah, yang membuat mereka terjun ke sawah bukan karena kemiskinan. Justru karena banyaknya sawah yang ia miliki dari peninggalan orang tuanya.

Saya ambil contoh salah satu dari mereka, sebut saja Mas Roma. Sejak kuliah, dia sudah memegang bisnis padi. Saya sering menyaksikan, dia pergi ke sawah mengawasi para pekerja sambil membaca buku.

Dia belajar dunia pertanian dari ayahnya yang petani sukses. Ketika ayahnya meninggal saat Mas Roma masih kuliah dan adiknya lulus SMA. Ilmu itu sudah dikuasainya.

Selain menjadi petani milenial, Mas Roma tidak meninggalkan pendidikannya, dia terus kuliah hingga mendapat pekerjaan formal.

Saya bertanya kepada anak bungsu saya tentang cita-cita dan petani.

"De, Papah punya sawah, apa tidak mau jadi petani?"

"Tidak masalah jadi petani," jawabnya enteng.

"Tapi, Mamah, inginnya kamu sekolah, kuliah, bekerja di kantoran seperti orang lain."

"Lha itu ya iya, aku sekolah, belajar, Mah. Pak Le juga jadi tentara, tapi ke sawah kalau pas libur kantor," ujarnya.

Saya tidak setuju anak lanang menjadi petani, karena khawatir dia jadi malas sekolah, belajar. Tujuan utama kami sebagai orang tua, tentu dia sekolah, bekerja. Jika pada akhirnya dia meneruskan pekerjaan bapaknya, tidak masalah, selama dia tanggung jawab.

Suami sih sering bilang, "Jangan pikirkan itu, biarlah anak sekolah, kuliah, cari pekerjaan sesuai minatnya."

Walaupun saya tidak setuju, jika anak lanang menjadi petani, tetapi, tetap dikenalkan dengan dunia pertanian, seperti menjemur, nimbang gabah.

Bagaimana dengan petani milenial?

Program pemerintah bagus, mendorong pemuda menjadi petani milenial. Dengan pengakuan seperti ini, pekerjaan sebagai petani, tidak dipandang remeh lagi, tetapi pekerjaan mulia, sama halnya seperti guru.

Petani milenial adalah, petani yang kreatif, semangat, bijaksana, sopan, berwibawa. Intinya, dia harus memiliki jiwa pemimpin sama seperti pimpinan sebuah perusahaan.

Apa yang perlu dilakukan oleh petani milenial?

1. Manfaatkan teknologi

Petani milenial, bisa memanfaatkan aplikasi untuk memantau kualitas hasil panen. Dia juga bisa mengedukasi petani senior supaya pandai teknologi. Juga memberi pemahaman bagaimana cara memasarkan hasil panen agar bernilai tinggi. Hal penting juga, petani milenial harus mendorong petani untuk menyimpan hasil panen di bank, tidak di rumah. 

2. Jembatan bagi petani

Petani milenial harus bisa menjadi jembatan antara petani dan pemerintah. Dia bisa mengadvokasi pemerintah desa, pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar memperhatikan nasib petani. 

3. Kreatif

Petani milenial sebisa mungkin memikirkan bagaimana produktivitas petani bisa meningkat dengan memunculkan berbagai ide dan kreativitas yang dimiliki.

Ide-ide, saya berharap bukan ide omong kosong, berarti petani milenial harus mengumpulkan data, uji coba yang bisa diterima petani senior.

Supaya bukan omong kosong, pemerintah harus turun tangan memupuk petani milenial dengan ilmu, bisa melalui seminar, sekolah gratis.

4. Kepribadian

Petani milenial harus memiliki kepribadian yang positif. Kita tahu, mengapa pekerjaan sebagai petani sering kali diremehkan? Hal tersebut karena petani biasanya tidak berpendidikan tinggi, dan pekerjaan memengaruhi kepribadian seseorang. Namun, sejatinya ia bersifat pasif.

Selama orang berkembang menuju kedewasaan, ia  juga mengalami perubahan dalam kepribadiannya. Dengan adanya petani milenial, diharapkan citra petani tidak remeh lagi. Masyarakat semakin melek, bahwa petani sebenarnya memiliki pendidikan dan kepribadian yang bagus.

Kesimpulannya, mengapa harus malu menjadi petani? Banyak petani yang sukses dan keliling dunia. Tidak percaya? Ayo main ke desa saya, saya ajak tandur. Hikhik ...

Salam hangat, Sahabat

Sri Rohmatiah

Baca juga 4 Alasan Tandur sebagai Profesi Perempuan di Desa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun