Mohon tunggu...
Sri Rohmatiah Djalil
Sri Rohmatiah Djalil Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Penerima anugerah People Choice dan Kompasianer Paling Lestari dalam Kompasiana Awards 2023.

Selanjutnya

Tutup

Life Hack Artikel Utama

Jangan Ngomel jika Anak Menutup Telinga Saat Dikoreksi, Lakukan Hal Ini Saja!

31 Agustus 2021   08:50 Diperbarui: 31 Agustus 2021   12:56 1440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak yang menutup telinganya saat dimarai orangtua. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Pagi itu drama kolosal terjadi di dapur, anak-anak mengambil minumannya. Si bungsu ambil teh panas, roti bakar. Kakaknya membuat cokelat panas Temanggung.
Apa yang terjadi?

Pyaaar ... Gelas teh di tangan si bungsu pecah. Dia menjerit melebihi suara klakson ketika kemacetan terjadi di jalan raya.
"Auuuwww ...!"

Adik berdiri di depan serpihan kaca sambil, mulutnya menganga, ada sedikit tawa, tetapi, tampak kaget.

Orang tua mana yang tidak terkejut mendengar teriakan.

"Eeh walah sudah jelas gelas ada di meja makan, ko dibawa jalan, duduk di situ!"

Bunda, tidak cukup deh kalau ngomongnya satu kalimat, mesti beranak pinak, semua diucapkan, mulai menasehati, mengomel. Ups, adik yang tadinya tertawa, tiba-tiba berlari ke kamarnya dengan cemberut. Roti bakar ditinggalkannya dalam keadaan sedih "tidak jadi dimakan".

Bunda, pasti pernah mengalami kejadian seperti yang saya alami. Anak akan tertawa, melarikan diri,menutup telinganya, marah, atau mengelak jika mendapat omelan.

Orang dewasa menganggap tertawanya anak sebagai bentuk ledekan, marah sebagai bentuk perlawanan, tidak sopan. Jika kecerobohan terjadi di depan umum atau kerabat, kita juga mungkin akan malu. Inilah tantangan orang tua dalam pengasuhan anak.

Mengapa anak tertawa saat dikritik?

Seorang anak tertawa atau bertindak mengelak saat dikritik, bukan berarti dia tidak peduli. Jika orang tua melihat tingkah anak dari sudut pandang anak, perilaku mereka masuk akal.

Seperti yang terjadi pada anak saya, ketika memegang gelas yang panas, gelas itu jatuh, pecah. Kejadian tersebut bisa terjadi pada orang dewasa. Mungkin saja airnya terlalu penuh dan panas atau berjalan terlalu cepat. Masuk akal bukan? Kenapa harus ngomel-ngomel.

Banyak anak yang memiliki sifat sensitif, ketika mendapat koreksi atau arahan, dia menganggap itu sebagai dakwaan. Hal itu memicu mereka merasa malu, apalagi jika di depan umum, bukan malu lagi, tetapi merasa dipermalukan. Untuk menghentikan omelan orang tua, anak akan tertawa, berbalik arah atau melarikan diri, dan menutup telinga.

Apa yang harus dilakukan orang tua dengan anaknya yang sensitif?

Anak bungsu saya termasuk anak yang sensitif, saya sempat dibingungkan dengan tingkah lakunya. Ketika saya bertanya, apa yang ia inginkan ketika melakukan kecerobohan? Dia katakan, "Mamah jangan ngomel, aku tahu, itu salah."

Saya harus menahan diri tidak mengomel, jika ingin mengomel saya ngomel di laptop sendiri, heheh ...

Claire Lerner, LCSW-C , seorang pakar perkembangan dan pengasuhan anak memberi strategi dalam menghadapi anak yang sensitif.

Pertama, abaikan

Ketika anak mendapat arahan, dia tertawa, menjulurkan lidah, menutup telinganya, abaikan saja. Jika kita bertanya mengapa melakukan itu, dia juga tidak tahu, kenapa melakukannya. Jangan pula memaksa anak untuk menatap kita jika mereka berpaling, memaksanya akan ada perang perebutan kekuasaan.

Kedua, diskusi

Kita mengabaikan bukan berarti tidak peduli, mengajarkan kebaikan saat anak marah tidak akan hasilnya. Setelah anak tenang, diskusikan perilakunya tanpa menghakimi atau mempermalukannya.

Contohnya mulai dengan pertanyaan, "Tadi kenapa tehnya tumpah?" Setelah anak menceritakan sebabnya, bisa kita sampaikan cara memegang gelas, duduk yang manis di meja makan. Saya yakin dengan diskusi seperti ini, kecerobohan tidak akan terulang lagi.

Ketiga, jangan memaksa minta maaf

Walaupun di mata orang tua, anak itu bersalah, jangan memaksanya minta maaf. Meminta maaf itu bagus, tetapi jika anak belum memahami kekeliruannya, dia akan menolak mengatakan lata "maaf". Akhirnya terjadilah perebutan kekuasaan yang berlarut-larut.

Daripada bersikeras mempertahankan opini masing-masing, kita peluk anak-anak penuh cinta. Jelaskan jika bersikap tidak baik melalui kata-kata atau perbuatan akan menyakiti diri sendiri juga orang lain. Semua orang pernah melakukan kecerobohan, pernah mengalami insiden, tetapi jangan pergi begitu saja tanpa menyadari kekeliruannya.

Saya yakin jika disampaikan penuh cinta, anak akan minta maaf tanpa dipaksa. Namun, orang dewasa juga jangan merasa menang. Kita sama-sama mengubah sikap "Tidak boleh ngomel di depan umum".

Menghadapi insiden dengan tenang, tanpa ngomel dan mendakwa anak, kemunginan besar, anak juga akan diam, tidak menghindar, tidak menutup kuping.

Akhirnya, kita tetap mencintai anak-anak tanpa batas.

Semoga bermanfaat

Salam hangat,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Life Hack Selengkapnya
Lihat Life Hack Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun